6 Ark: Rumah Berhantu Bagian 5

"Aaahhhhh.!"

Jeritan Renjun membahana ke seluruh ruangan, dalam keheningan malam tentu saja suara itu menjadi daya tarik tersendiri di tempat seperti ini. Begitu dia membeliakan matanya, dia mendapati dirinya seorang diri di sini. Celingak-celinguk, tidak ada seorang pun yang dilihatnya. Posisi keberadaan dirinya sama seperti sebelumnya dia hendak tidur. Bedanya saat ini dia bisa melihat dengan samar-samar keadaan tempat keberadaannya saat ini tidak seperti sebelumnya yang gelap gulita

Member tertua NCT Dream ini langsung bangkit berdiri. Matanya mengedar dalam keremangan gelap. Dari jendela terdekatnya, dia bisa melihat bayangan lidah cahaya perapian yang menjilat jilat. Tanpa pikir panjang dia langsung bangkit dan menghampiri jendela. Dari tempatnya berdiri ini, dia bisa melihat Jaemin dan Jisung bersama delapan orang muda-mudi duduk mengitari perapian.

"Kayak anak kecil aja sih, Jun. Pake ngigo segala," sapaan yang sangat akrab terlontar dari Jaemin pada saat Renjun keluar rumah lewat pintu. "Tidur di lantai begitu aja ngigo, apalagi kalo tidurnya di kasur empuk, bisa sambil ngosek-ngosek sambil ngedance BOOM"

Ocehan Jaemin langsung diamini tawa dari semua orang di tempat ini.

Renjun santai, dia yang kini tidak mengenakan jaket kulit hitam berjalan mendekati kerumunan.

"Gabung sini." ajak gadis bertubuh agal kurus: "Masih ada ayam bakar, lumayan buat mengisi perut. Daripada tidur sendirian, nanti kerasukan roh penghuni tempat ini, Iho."

Jaemin langsung kaget mendengar ucapan gadis itu. Di bayangan wajahnya langsung teringat saat dia memeluk seseorang dalam gelap, sebelumnya dia pikir yang dipeluknya adalah Renjun, namun tahu Renjun jauh, dia berpikir itu adalah Jisung karena Renjun dan Jisung jauh, lalu siapa yang tadi di peluknya?

"Trimakasih Dev.." kata Renjun sembari menerima uluran ayam bakar pemberian gadis yang bertubuh aga kurus itu. senyum Renjun terlihat sedikit kecut kepada si pemberi. "Jangan berlebihan nanti kekasihmu si Egi cemburu kepadaku."

Semua orang di tempat itu langsung tercengang mendengar ucapan Renjun. Sampai-sampai Jaemin yang berada di seberang perapian tersadar dari lamunan makhluk halusnya, dia beranjak dan menghampiri si member tertua NCT Dream itu. "Eh Jun, kok lo bisa tau nama dia Devia dan pacarnya yang namanya Egi?"

Renjun mengerling santai sambil menggigit ayamnya. "Bukan hanya mengenal kedelapan orang ini, tapi aku juga tahu siapa pasangan-pasangannya. Bukan begitu Eka?" tanyanya sambil menatap salah seorang gadis. Tapi gadis itu tidak menjawab, malah memperlihatkan wajah bingung. Kerutan di dahinya langsung tercetak jelas di wajahnya yang bulat.

Bukan hanya mereka saja, sampai Jisung yang tahu benar kalau kedatangan mereka ke tempat ini bersama-sama juga ikut bingung. Dia dan Jaemin bangun lebih dahulu karena tidak tahan mencium bau sedap ayam bakar. Perut mereka yang sudah terkocok, lari-larian sepanjang malam seolah menghentak-hentak minta diisi. Dan karena Renjun terlelap tidur, mereka pun meninggalkannya

"Bagaimana bisa?" desis Jaemin. "Aneh juga nih kamu."

Renjun tidak menyahut, dia merasa lumayan lapar dan sudah seharusnya memberi makan penghuni perutnya. Dia tahu, orang-orang di sekelilingnya tengah memperhatikannya akibat ucapannya tadi. Tapi itu sama sekali tidak menjadi gangguannya dalam menikmati potongan ayam bakarnya. Malah yang menjadi kilatan di pikirannya tadi adalah mimpi tentang hantu Pria yang mengaku bernama Rosim Lee dan kematian. Bayangan-bayangan itu lah yang ada dipikirannya saat ini.

Jaemin dan Jisung hanya bisa menebak dalam hati, bagaimana Renjun itu mengucapkan kata-kata seperti tadi. Sementara mereka tahu benar kalau kedatangan mereka kesini bersama-sama. Malah Egi dan beberapa orang lainnya pun mengakui kalau mereka tidak mengenal Renjun, mereka hanya tahu kalau Renjun, Jisung dan Jaemin adalah idol terkenal, tapi mereka belum benar-benar berkenalan. Dan kasak kusuk orang-orang disekitar, sama sekali tidak mengganggu Renjun, dia tetap asyik menikmati potongan ayam bakar hingga gigitan daging terakhirnya

Tiba-tiba saja bola mata Renjun menatap lurus ke arah timur. Bukan dia saja, tapi Jisung juga menatap ke arah yang sama dengan sorot mata tajam. Bahkan keduanya yang sebelumnya berjongkok, kini bangkit berdiri dan mematung. Jaemin dan delapan muda mudi lainnya hanya melihat dengan raut penuh ketidak pengertian.

Renjun dan Jisung memandang lurus ke arah yang sama.

"Eh, kalian berdua pada ngapain sih?" tanya Jaemin. Meski sudah berusaha mengikuti arah yang di lihat kedua teman seperjalanannya ini, tetap saja tidak melihat apa-apa. "Emangnya ada apaan sih"

Tidak ada yang menjawab, paras Renjun dan Jisung semakin membeku dan tatapan matanya semakin fokus. Keduanya pun memicing mata, seolah ingin menembus kegelapan malam di depan sana.

Melihat kelakuan kedua anak ini, kedelapan muda-mudi pendaki gunung jadi ikut tertarik. Dari mulut mereka terdengar satu dua suara kasak kusuk mempertanyakan apa yang tengah diperhatikan kedua anak itu. "Hey, kalian sedang apa sih?!" hardik si ketua regu, Warno.

Tidak Renjun tidak pula Jisung, tidak ada yang bergeming.

Melihat keadaan seperti ini, mau tidak mau Jaemin mendekati Renjun dan berdiri sama rata, sama hadap, melihat ke arah kegelapan yang Renjun lihat.

"Lo ngeliatin apaan sih, Jun?" tanya Jaemin. "Jangan bikin bediri bulu kuduk nih."

"Cepat masuk ke dalam rumah..." desah Member tertua NCT Dream ini pelan. "Sekarang."

Bukannya mengikuti apa yang diucapkan Renjun, Jaemin malah membatu, diam tak bergerak.

Malah Jisung yang berada di sebelah sana yang teriak,

"semuanya. cepat masuk ke dalam rumah.."

Bhu bhu bhu bhu..!!

Suara teriakan Jisung diamini suara deru tembakan dari kegelapan. Percikan api-api dari moncong senjata itu terlihat seperti api-api menakutkan dari kejauhan. Tanpa bisa memilih, muda-mudi yang sedang mengelilingi perapian dan bakar-bakar ayam ini langsung pontang panting, tiarap. Beberapa orang yang telat menjatuhkan diri, tanpa bisa menolak atau pun melawan, langsung menjadi santapan peluru-peluru panas.

Bush. buushhh... bush..

Api perapian porak poranda saat kayu-kayu penyangganya menjadi sasaran tembak. Bunga-bunga api memercik dalam udara gelap, laksana kunang- kunang malam.

"Masuk Kedalam rumah!!" Renjun berteriak sambil  merambat di pelataran rumah. Dia tidak bisa melakukan apa-apa selain bergerak di bawah hujanan tanah tanah rerumputan dan percikan api yang berhamburan diberondong tembakan. Meski begitu, Renjun sesekali masih memperhatikan Jaemin bergerak di sebelahnya dan Jisung di depanya. Asalkan masih melihat Jaemin dan Jisung begerak, dia agak sedikit tenang.

Untunglah jarak antara perapian dan pintu rumah tidak terlalu begitu jauh, jaraknya kurang dari sepuluh meteran. Hal ini membuat rambatan mereka dalam posisi tiarap itu tidak begitu lama. Apalagi di posisi seperti ini, nyawa mereka benar-benar diperjudikan. Nasib mereka semua benar-benar tergantung takdir sang kuasa, apes ya tewas, beruntung ya selamat.

Bhu. bhu. bhu.

Warno si pemimpin regu yang pertama masuk. Disusul Jisung, Renjun. Jisung, Eka, Aqwal dan terakhir Egi. Yang lainnya mendapatkan takdir lain, telungkup di tanah dan menjadi bulan-bulanan para penembak. Jerit kematian mereka tenggelam ditelan suara letusan. Namun dalam hal siaal ini, siapa pun tidak bisa menyelamatkan siapa. Yang  ada sama sama menyelamatkan diri sendiri dari situasi dan yang membahayakan ini.

"Jauhi pintu.!" teriak Renjun memperingatkan Sambil berucap, Renjun berlari masuk ke dalam rumah yang gelap. Semua bergerak, tanpa ada yang membantah atau pun menyahuti. Dengan keremangan suasana dalam rumah seperti ini, semua hanya berusaha mencari tempat berlindung yang dirasa aman. Dan tepat pada saat langkah kaki mereka sampai di tengah ruangan, dari arah luar terdengar suara mendesis cepat.

Wuuush.!

"TiaraAaappp.!!" seru Jisung sambil membanting tubuhnya ke lantai.

DhuaraArrrhhh Sss....!!!

Begitu yang lainnya mengikuti gerakan Jisung, pintu rumah meledak hebat. Dinding dan sekitar bagian pintu somplak besar, api dan puing-puing berhamburan.

Ruangan yang sebelumnya gelap pekat, kini terang benderang sesaat. Belum lagi orang-orang yang tiarap di lantai ini tahu dan melihat situasi pintu, suara rentetan tembakan terdengar mengebubu. Dari lubang yang menganga besar itu, berhamburan masuk peluru-peluru cepat dari luar.

Bhu bhu bhu bhu.!

Kali ini tanpa menunggu instruksi atau memberi instruksi. semuanya langsung bergerak merambat dalam keadaan tiarap, terus masuk ke bagian terdalam rumah. Pecahan-pecahan kayu, puing-puing lampu dan serpihan-serpihan benda-benda terus berhamburan, laksana hujan gerimis yang menimbulkan suara gemerisik. Semua benda yang terkena terobosan peluru peluru pasti hancur berkeping-keping, ini menandakan kalau senjata yang dipergunakan si penembak itu bukan senjata biasa. Bukan jenis pistol yang biasa dibawa.

bawa oleh polisi lalu lintas di bawah lampu merah .

Bhu bhu bhu bhu!!

Terus merayap dalam keadaan tiarap. dan akhirnya mereka masuk ke bagian terdalam rumah Pintu-pintu yang menjadi pembatas antar ruang sebagian rusak dan hancur terkena tembakan. Itulah yang membuat mereka bisa masuk terus ke dalam ruangan. Setelah merasa sedikit aman, barulah Renjun bangkit berdiri, disusul Jaemin, Jisung dan muda-mudi pendaki.

Bhu.. bhu bhu.!!

Suara tembakan terus berhujanan.

Tidak ada yang bicara, namun tatapan mata Warno kepada rekan-rekannya menandakan sebuah kesedihan dan kepanikan luar biasa, Sulton, Aldi, Lia dan Devia. Teman-teman satu tim yang berencana untuk melakukan pendakian, kini telah tewas di luar sana. Entah untuk meluapkan kekesalannya atau apa, pemuda ini menghardik Renjun dengan kasar. "Hey Idol sial! Apa urusanmu dengan mereka, hah?!"

Jaemin langsung kerlingkan mata ke si pembentak. Jaemin seperti kurang suka mendengar hardikan kasar seperti itu. Dan yang lebih mengesalkan lagi Renjun yang kena hardikan. Jaemin melangkahkan kaki ke arah Warno. dia hendak memperingatkan.

Namun hal itu urung dilakukannya manakala dia melihat hal yang memang sudah sepatutnya dilakukan orang yang dihardik.

"Jangan kau membawa kesialan kepada kami.!" tambah Warno.

Mendapatkan perlakuan seperti ini dalam keadaan seperti ini, Renjun yang berdiri tepat di hadapan ketua regu itu tidak menjawab dengan mulut. Melainkan satu tonjokan cepat yang langsung menghantap moncong mulut Warno. Hal ini langsung membuat Warno terjengkang ke belakang dan bangkit sambil mendekap mulutnya. Darah kemerahan terlihat rembes di telapak tangannya.

"Gue kata juga apa, kingkong lo lawan..!" ejek Jaemin. "Kalo kata Haecan, jangan ngeliat orang dari chasingnya doang. Biar keliatannya kecil, tapi dalemannya ngelebihin petinju-petinju kelas berat."

Egi dan Aqwal bergerak melindungi Warno.

Sepertinya mereka siap menghadang kalau-kalau Renjun melakukan serangan susulan. Namun Renjun lebih condong mengikuti arah pandang Jisung, arah darimana mereka masuk.

"Kayaknya bodyguardku ini lagi nggak mood," kata Jaemin santai begitu melihat Renjun tidak meneruskan tindakannya. "Kalo dia lagi mood, jangan kan lo bertiga, dikaliin sepuluh aja. masih jumlah yang bisa dibuat hancur lebur ama Renjun.."

"Mereka tidak menghentikan serangan!" desis Jisung

Renjun tidak menyahut, hanya memandang ke arah yang sama dengan Jisung. Dari wajahnya, terlihat benar kalau Renjun sedang memikirkan jalan keluar dari tempat ini.

Suara tembakan masih terus terdengar. Penyerang-penyerang itu terus memberondongkan peluru-peluru panas mereka ke rumah kayu yang tidak bisa bertahan, atau berbuat apa. Setelah mengirimkan serangan roket tadi, serangan mereka sama sekali tidak terlihat akan berhenti atau segera mereda. Tembakan mereka terus mengalir seperti gerimis.

Bhu bhu bhu bhu..!!!

Wuushhh.!

Dari suara deru tembakan, kini bertumpang tindih suara mendesis seperti sebelumnya. Dan semua orang yang berada di rumah ini tahu, suara apa itu.

"Serangan roket lagi.!" seru Jisung.

"Ke sini." panggil Eka.

Serentak semuanya langsung menoleh.

BUMMM...!!!

Ledakan keras kembali terjadi, rumah kayu yang telah bertahun-tahun berdiri ponggah itu, kini meledak dahsyat bagian dalamnya. Hantaman roket yang sebelumnya telah membuat somplak bagian depan, kini berhasil menerobos dan menghantam bagian dalamnya.

Tanpa ampun, rumah itu pun harus rela rebah ambruk dengan keadaan tubuh terbakar di sana sininya.

Area yang tadinya gelap gulita, kini terang benderang.

Para penembak dan pengebom yang tadinya tersamar dalam gelap, kini terlihat jelas. Mereka terlihat mendekat, semuanya bersenjatakan berat. Ada tujuh orang lelaki berbadan tegap dan berpakaian laksana tentara komando. Siapa pun yang melihat mereka, pasti bisa memperkirakan kalau mereka adalah orang-orang yang biasa bertempur di medan perang.

Salah satu dari mereka, lelaki yang

menggunakan helm besar dengan dua kacamata, satu menempel di helm dan satu lagi dipakai di matanya, dia mengangkat satu tangannya. Isyarat ini segera diamini rekan-rekan penembak lainnya dengan diam, mereka serentak menghentikan tembakan, "Aku rasa, tikus pun tidak mungkin selamat dari sana." katanya sambil tersenyum puas.

"Bodoh!" satu suara menghardik dari arah belakang

Lelaki besar dan berhelm besar bersama ketujuh rekan lainnya langsung berpaling. Tepat di belakang mereka sana, telah berdiri tiga orang perempuan berpakaian jaket ketat warna Merah tua. Jaket itu begitu ketat, hingga tubuh mereka seperti di press. Di pinggang masing-masing perempuan ini, tergantung satu pistol besar di kiri dan pisau besar di kanan. Selain dua senjata itu, tidak ada lagi senjata lain yang terlihat di tubuh mereka

"Apa kamu pikir Anak NCT Dream itu anak kemarin sore yang bisa kalian habisi dengan cara seperti itu, hah?" hardik salah satu gadis yang memiliki rambut keriting sebahu. "Namanya tidak akan menggentarkan Asia kalau dia bisa semudah itu dimusnahkan. Ketololanmu tidak pernah sembuh sembuh, Gilang!"

"Tiga Kelabang Sengit." desis lelaki berhelm tempur besar yang dipanggil Gilang. "Ajeng, Ega dan Wafy. Aku tidak terkejut kalau kalian ikutan turun ke medan laga ini. Tapi sayangnya, anak Dream itu milikku Jadi kusarankan kalian menyingkir dari sini."

"Dasar bodoh, dengan diperbantukan sepuluh orang lagi seperti kalian pun belum tentu anak dream apa lagi Renjun bisa kalian dapatkan!" dengus wafy. "Apa kalian lupa belum sehari terlewat sejak anak itu mengalahkan dan membodohi 30 orang-orangmu di pabrik chat kemarin yang menggunakan persenjataan lengkap. dan anak-anak itu melakukanya dengan tangan kosong."

"Dia seperti iblis di kegelapan, yang bisa mencabut nyawa kalian sesukanya." tambah Ega santai. "Senjata canggih dan lengkap bukan jaminan untuk menang kalau melawannya."

"Seperti bermain catur, salah satu langkah saja akan fatal akibatnya kalau berhadapan dengan dirinya," imbuh Ajeng

"Apalagi keroco-keroco seperti kalian," cibir Wafy.

"Jangankan menangkap anak Dream, melihat bayangannya saja pun kalian tidak akan mampu."

"Kalian jangan meremehkan kami!" salah satu rekan Gilang sepertinya tersinggung dengan ucapan Wafy. Dia langsung bergerak cepat, mendekat dan menodongkan senjata besarnya ke wajah si gadis.

Posisi berdirinya sekitar dua langkah dan siap menarik pelatuk dengan akurasi kepastian 99 persen tidak akan meleset dari target.

Gadis berambut sebahu itu dalam ancaman maut.

Melihat hal ini Gilang mengulum senyumnya, "hanya dengan satu tarikan pelatuknya saja, aku bisa pastikan isi kepalamu akan bercerai berai."

"Oh ya?" Wafy menaikan kedua alis matanya. "Jangan terlalu yakin akan apa yang kamu lihat, Gilang. Kamu masih seperti dulu, tidak berubah."

Habis berkata begitu, tiba-tiba saja Wafy meliukan tubuh ke samping dengan cepat. Lalu gerakan ini dibarengi langkah maju, dan gerakan tangan cepat.

Kaki melangkah ke depan dua tindak, sementara satu tangan menyibakan moncong senjata ke atas dan satu tangan lainnya dengan cepat menghentak leher si empunya senjata.

Bhu bhu bhu.

Senjata berat dan besar itu memberondong langit lepas, sementara yang punya senjata jatuh terjengkang ke belakang sambil pegangi lehernya. Kedua mata rekan Gilang ini mendelik, lehernya benar-benar tersekat laksana tercekik. Padahal kalau diperhatikan dengan seksama sebelumnya, satu hentakan Wafy tadi terkesan biasa, tidak terlalu keras atau bagaimana.

Ini mengartikan tehnik berkelahi wafy kelas tinggi.

Kini senjata telah berpindah tangan, sasaran pun telah berganti. Gadis berjaket ketat itu berdiri santai sambil menodongkan senjata yang sebelumnya milik lawan itu kepada orang yang masih sibuk mengurusi pernafasannya sambil menjulur-julurkan lidah. "Hanya dengan satu tarikan pelatuknya saja, aku bisa pastikan isi kepalamu akan bercerai berai." Wafy mengulangi. Ucapan si penodong sebelumnya.

Melihat hal ini, semua rekan Gilang secara serentak langsung menodongkan senjata masing-masing ke Wafy, Ega dan Ajeng. Hanya Gilang yang menggeleng-gelengkan kepalanya. "Hey hey hey kamu jangan gegabah Wafy!"

"Gilang," panggil Ega. "Wafy hanya sekedar memperlihatkan kalau kalian semua di sini belum tentu bisa membunuh Anak-anak Dream asuhan Lee soman. Kalau mengatasi seorang Wafy saja kamu sudah terkapar seperti itu, apalagi menghadapi anak Dream yang namanya sudah malang melintang di Dunia Hiburan?"

Gilang paham apa yang Ega maksudkan.

Namun dia cukup gengsi kalau harus mengakui kelemahannya. Akhirnya dia hanya berucap. aku memiliki persenjataan canggih. Kalau sulit membunuh anak Dream dari dekat, kenapa tidak membunuhnya dari jarak jauh? Persenjataan kami ini bukan sejenis pisau atau belati yang harus mendekati lawan sedekat mungkin."

Habis berucap begitu, Gilang mengibaskan kedua tangannya sebagai isyarat agar rekan-rekannya menghentikan todongan senjata.

Ajeng maju selangkah mendekati Gilang. "Kedatangan kami ke sini bukan untuk berburu hadiah dari kepala Anak dream yang di janjikan BigHit Entertaimen. Kami hanya perlu memastikan kalau grup satu itu hilang dari muka bumi ini. Urusan hadiah atau apa, itu bisa milik kalian."

Gilang tersenyum sinis, "Lima Kelabang Sengit, kini hanya tinggal bertiga saja. Aku mengerti sekarang, kedatangan kalian untuk dendam, bukan untuk uang."

Tidak Ajeng tidak Ega, tidak pula wafy, tidak ada yang menjawab. Ketiga gadis ini malah mengedarkan mata ke pondokan rumah kayu yang kini ambruk dan terlalap api. Hanya TEga yang mendesah lirih, "besok pagi kita baru bisa memastikan apakah tumpukan kayu itu menyimpan bangkai anak anak Dream atau tidak?"

"Atau jangan-jangan dia sudah lari jauh lewat pintu belakang?" imbuh si rambut sebahu wafy sambil melemparkan senjata rampasan ke pemiliknya. "Memangnya kalian pikir rumah seperti itu tidak memiliki pintu belakang, ya?"

Gilang tercenung mendengarnya, dia berpaling kepada anak buahnya yang memeriksa mayat-mayat di depan rumah. Orang yang diliriknya menggeleng, "di sana ada empat orang yang tewas, tapi tidak ada satupun diantaranya member dream, Kemungkinan mereka salah satu dari orang-orang yang berhasil masuk ke rumah. Dan mungkin pula mereka sudah tewas di dalam sana."

"Apa mungkin rumah sebesar itu tidak memiliki pintu belakang?" desis Ega bertanya. Entah pertanyaan itu ditujukan kepada siapa, yang jelas dia berbicara dengan jelas agar Gilang bisa mendengarnya dengan jelas. "Apa mungkin rumah itu hanya memiliki satu pintu saja?

wafy dan Ajeng hanya tersenyum sambil mengerling ke Gilang yang terlihat bingung Sedikit banyaknya dia pasti harus sadar, kalau pendapat yang dikemukakan.

Gadis Kelabang Sengit ini adalah benar adanya. Lalu dia melirik salah satu anak buahnya, "kalian periksa ke bagian belakang rumah. Apakah ada jejak atau tanda mereka keluar lewat pintu belakang?"

To Be Continue

Next Chapter 6 masih Ark:Rumah Berhantu, yang pasti bagian 6 bakal lebih seru soalnya misteri rumah hantu yang sekarang hacur segera terkuak... aku mau cepat cepat nyelesaiin ark ini lama lama ceritanya jadi bukan Rumah berhantu malah jadi Pemburuan member dream hehehe...

nah buat yang penasaran siapa sih Kelabang sengit itu. Klabang sengit adalah fans berat BTS jadi mereka itu Arrmy yah guys, dulu klabang sengit beranggotakan 5 orang tapi sejak NCT Dream debut anggota klabang sengit menjadi 3 orang, karna yang dua orangnya itu masuk jadi fans NCT otomatis jadi NCtZEn. Nah karna itu 3 klabang sengit benci banget sama NCT apa lagi NCT Dream, mereka juga marah besar ketika lagu lagu NCT berada di posisi pertama di semua tangga lagu mengalahkan lagu milik BTS. jadi klabang sengit berfikir jika NCT Dream dan NCT 127 pokonya unit NCT musnah maka BTS akan kembali berjaya. Gitu guys.

Nah kalo Gilang itu dia adalah pimpinan pembunuh bayaran yang di sewa oleh BIG HIT Entertaiment untuk membunuh atau menghancurkan unit NCT, dan tugas pertama mereka adalah membunuh semua anak Dream. Awalnya cuma untuk menculik kemudian merusak semua pita suara mereka saja. Tapi karna Jisung yang berhasil di culik oleh mereka dapat di selamatkan oleh Renjun dan kawan kawan bahkan sampai melukai beberapa anak buah Gilang. jadi misi mereka di ganti menjadi pembantaian. gitu. ceritanya. Cuma imajenasi menurut Aku doang.

avataravatar
Next chapter