4 Ark: Rumah Berhantu Bagian 3

Yang ditaksir Renjun salah.

Ternyata bensin yang tersisa tidak sampai membawa mereka ke tempat member tertua NCT dream itu menemukan boat ini. Alhasil boat yang mereka bertiga tumpangi terhenti di tengah jalan. Dan untuk mencapai tepian danau, mau tidak mau ketiganya harus turun dan berenang ke tepian. Basah kuyup lagi.

Begitu sampai di tepian, tanpa ada yang bicara apa-apa, ketiganya saling pandang satu dengan lainnya.

Barulah Jaemin menyadari kalau jaket Renjun terlihat koyak di beberapa bagian, seperti bahu dan pergelangan tangan. Sedangkan Jisung yang mengenakan jeans pendek selutut dengan kaos lengan pendek, terlihat sedikit menggigil kedinginan. Salah sendiri, berpakaian minim di tengah hutan belantara begini.

"Jaket kamu ke sangkut apaan, Jun? Robeknya Jumatan," tanya Jaemin

Renjun tersenyum kecut mendapati perhatian Jaemin. "Bukan apa-apa, Min. Menurutku sebaiknya kita mencari tempat aman untuk bermalam. Kita bisa membuat perapian untuk menghangatkan badan atau mengeringkan pakaian kita."

Jisung mengangguk setuju. "Yang penting api unggun yang kita buat jangan di tepian danau ini. Sebab cahayanya bisa menarik perhatian siapa saja yang melihatnya," ujar makne Nct Dream itu yang sepertinya trauma menjadi tahanan suku pedalaman. "Dan aku rasa ini bukan tempat yang aman untuk pendatang seperti kita."

"Kita masuk ke dalam hutan sedikit." Jaemin langsung ambil keputusan dan melangkah pergi. Mau tidak mau baik itu Renjun atau Jisung, segera mengikuti. "Emang sebenernya bergerak siang itu lebih aman daripada kita bergerak malem. Coba aja bayangin, kalo tiba-tiba ada ular yang keinjek ama kita sekarang ini. Abis dah kita dicatek ama dia. Belom lagi kalo ularnya gede, bisa langsung ditelen idup-idup kita."

Dalam hatinya Renjun membenarkan apa yang dikatakan Jaemin, siang memang lebih baik daripada malam. Melangkah menyerusuki semak-semak sebenarnya sangat beresiko sekali, dimana hewan: hewan melata dan berbisa seperti ular, kalajengking dan lain sebagainya sangat menyukai daerah seperti di ekosistem danau.

"Hutan di Timur negera Korea selatan ini memang masih sangat alami dibandingkan hutan-hutan lainya. Hewan-hewan yang hidup di sini pun lebih liar dan buas. Karena selama ini mereka belum tergerus era modernisasi manusia," ujar Jisung sambil terus mengikuti Jaeimin di belakang. "Yang penting kita mendapatkan tempat yang sedikit aman saja untuk bermalam."

Namun begitu mereka menemukan sebuah jalan setapak, itu seperti doa yang terkabul. Akan tetapi Jaemin yang berjalan paling depan malah berhenti dan celingak-celinguk melihat ujung jalan yang satu dengan ujung jalan lainnya. Tentu saja yang dapat dilihatnya hanyalah kegelapan semata. "Gimana nih, Mao ngikutin jalan terus atau mao bermalam di sini?" tanya Jaemin yang entah ditujukan kepada siapa.

"Jangan di sini, Min" jawab Renjun cepat. "Kalau di jalan, siapa pun bisa lewat. Dan belum tentu kita menyadari kedatangan siapa pun itu di saat kita tidur."

"Kita telusuri saja jalan setapak ini, kalau kita menemukan pedataran bagus untuk bermalam, kita bermalam. Atau kalau mau aman, kita tidak usah menyalakan api unggun pun tidak masalah sampai pagi." Sambil berkata Jisung, yang bercelana pendek selutut itu melangkah menelusuri jalan.

"Kalo aku bilang sih, mendingan tadi kita nggak usah turun dari boat. Lebih aman kita tidur di situ sampe pagi..." meski terdengar mengedumal, tapi Jaemin mengikuti langkah Jisung.

"Sabar Min, kita pasti mendapatkan tempat istirahat yang layak." Renjun menenangkan. Dalam hatinya Renjun ini membatin lirih, "memang kalau dipikir pikir, sejak kemarin malam semuanya kurang istirahat. Sejak menjadi buronan semalama, terpisah dari Jeno dan Chenle. Dan sampai sekarang pun, semuanya belum beristirahat sama sekali."

Langkah kaki ketiganya sampai di  pelataran halaman berumput luas. Tepat ditengah- tengahnya terdapat rumah kayu yang tinggi besar, rumah tua. Dari sudut mana pun memandang, rumah ini terlihat menyeramkan. Besar, gelap, tua dan tanpa ada lampu penerang pun yang terlihat di dalamnya. Satu-satunya kata yang cocok adalah, rumah ini menyeramkan.

"Rumah di tepi danau di tengah hutan," desis Jisung sambil terus melangkah mendekat "Siapa yang membangun rumah seperti ini di tempat seperti ini, ya? menyeramkan."

jaemin menelan air ludahnya ke tenggorokan mendengar ucapan Jisung. Namun melihat Renjun juga terus melangkah, dia pun mau tidak mau mengikuti

"Apa nggak lebih baek kalo kita istirahatnya di pelataran ini aja nih, ngapain harus ke rumah itu sih?"

"Ssstt." Renjun mendesis. "Pasang telinga baik-baik, Min. Kita di tempat asing. Kita tidak pernah tahu bahaya akan datang dari arah mana?"

Jaemin poncongkan mulutnya, "mau pasang kuping gimana? Emang kuping udah nempel di samping. Apa perlu gue pindahin masangnya ke depan jidat. Biar denger suara apa-apa dari depan."

Jisung sudah sampai di depan pintu. Dia menarik gagang pintu tua itu dan mendorongnya. Ternyata pitu tidak di kunci dan mereka dapat dengan mudah memasukinya. Namun begitu pintu terbuka lebar, tidak ada satu pun yang mau memasuki ruangan gelap gulita.

Jisung yang berdiri paling depan melirik Renjun, seolah meminta pendapat.

"Leader itu imam, angota makmum. Jadi urusan beginian, biar aku duluan dah yang maju.." habis berkata seperti itu, Jaemin melangkah melewati Renjun dan Jisung. Dia masuk ke dalam ruangan dengan PD nya. "Nggak ada apa-apa. masuk sini!"

Renjun dan Jisung ikutan masuk.

Pemandangan yang mereka dapati tidak terlalu jelas. Kemana-mana mata memandang, yang ada kegelapan. Bahkan saking gelapnya, melihat tangan mereka sendiri pun, tidak terlihat.

Braaahh.

"Whoaaa..!"

Begitu terdengar suara sesuatu jatuh, Jaemin langsung berteriak dan menghamburkan diri ke belakang.

Karena tubuhnya bertubrukan orang dibelakangnya, tanpa ampun orang itu langsung dipeluknya erat-erat.

Ini gerakan reflek, tapi keuntungan tersendiri bagi Jaemin yang bisa memeluk tubuh anak di belakangnya.

Menunggu beberapa saat, tidak ada lanjutan apa-apa.

Jaemin melonggarkan pelukannya. "Eh, suara apa barusan, ya? Ngagetin aja sih. Tikus kali ya Jun?" oceh Jaemin sambil menoleh ke arah asal suara.

"Aku di sini Min?" suara Renjun di seberang dinding sana.

"Eh," Jaemin langsung melepaskan pelukannya, berarti ini Jisung . "Sory. Kalau ini bukan aku nggak sengaja, maklum gelap."

"Gelapnya sih dimaklumi, Min. Tapi meluknya itu yang sulit dimaklumi," bukannya Jisung, tapi Renjun yang menjawab. "Seperti anak kecil saja, kaget cari pelukan..."

"Jiah. namanya orang kaget Jun, ya reflek lah."

"Kita beristirahat di sini saja, dekat jendela" suara Jisung mengusulkan.

"Kurasa itu baik, karena kita tidak tahu tempat apa ini. Sebaiknya kita tidak gegabah." Renjun menimpali.

"Eh." Jaemin tertegun dan celingukan dalam gelap. Kedua suara  Jisung dan Renjun berasal dari seberang sana, dinding dekat jendela. Lalu yang dia peluk barusan siapa? Dengan reflek dia mengulurkan tangannya meraba-raba dalam gelap. Tapi tidak satu wujud pun yang dapat disentuh atau raihnya. Paras Jaemin, jika saja terlihat jelas, langsung pucat pasi. Dengan segera dia menghamburkan diri menyusul Renjun dan jisung itu ke arah dinding dekat jendela.

"Kalo bukan Renjun ama Jisung, terus yang aku peluk barusan tadi siapa, ya?" pikir Jaemin dengan tubuh bergidik.

Melihat dalam gelap seperti ini, sedikit demi sedikit pupil mata Jaemin mulai terbiasa. Dia bisa melihat bayangan Renjun dan Jisung yang sudan bersandar di dinding bawah jendela. Jaemin langsung menyelak, menempatkan diri diantara keduanya.

"Hei, kamu kok di sini sih Hyung?" tegur Jisung ketika Jaemin merapatkan diri di sebelahnya. "Sebelah sana masih luas..."

"Aduh Min, jariku terinjak!" jerit Renjun kecil.

"Sori-sori."  langsung meraih jari Renjun yang terinjak dan mengusap-usapnya. "Lho, jaket kamu kemana Jun?"

Begitu meraih tangan Renjun, Jaemin yang tahu Renjun memakai jaket untuk menutupi seluruh tubuhnya, jadi heran. Kini yang dia pegang adalah kulit tangan Renjun langsung. Spontan saja member NCT dream ini langsung naik meraba ke siku dan bahu, dan semuanya memang kulit.

"Jangan kurang ajar. Min..." tegur Renjun santai. "Sudah tahu aku tidak memakai jaket, masih terus diraba-raba."

"Hehehehe." Jaemin cengengesan dalam gelap.

"Sori Jun. jaketnya kamu buka ya? Hehehehe. Aku pikir kamu mao tidur pake jaket basah begitu." Jaemin berpaling ke Jisung. "Aku tidurnya ditengah-tengah aja ya, aku males kalo dipinggir. Kan lumayan, dingin-dingin empuk."

Baru saja Jisung dan Renjun hendak menyahut.

Sorotan cahaya lampu menyeruak lewat jendela. Dari arah luar, tembus ke dalam ruangan. Jilatan cahaya memberi gambaran sepintas mengenai ruangan gelap gulita rumah besar ini. Serentak ketiganya langsung bangkit dan mengintip keluar jendela, itu asal dari sorotan cahaya.

"Ini rumah apa ya?"

"Sudahlah, malam ini kita buat tenda saja disini. Besok baru kita mulai pendakian..."

"Buat apa repot-repot bangun tenda. Lebih baik kita istirahat saja di dalam rumah itu. Permisi sama yang punya. kalau tidak diijinkan, baru kita bangun tenda."

"Rumah begini mana ada penghuninya sih?"

"Egi, kamu periksa rumah itu. Kalau memungkinkan untuk bermalam di dalam, kita di dalam saja. Kalau tidak, kita bangun tenda di pelataran sini."

"Siap kapten."

Mendengar percakapan seperti itu, Renjun langsung melirik Jisung. "Sebaiknya bergeser sedikit ke dalam. Jangan sampai para pendaki gunung itu menemukan kita."

Mendengar ucapan Renjun, belum lagi Jaemin atau Jisung menyahut, Member tertua NCT Dream itu sudah bergerak. Mau tidak mau keduanya pun mengikuti. Ketiganya berusaha sebisa mungkin untuk tidak mengeluarkan satu suara pun saat bergerak.

Malam ini mereka sangat membutuhkan istirahat, Jadi apa pun alasannya mereka harus istirahat.

To BE CONTINUE

avataravatar
Next chapter