webnovel

34. Kesalahan Fatal

Dengan tangan yang gemetaran, Naura menatap Delice dari kejauhan. Ujung pistol masih terlihat berasap. Betapa takutnya Naura, melihat sosok itu tergelatak di depan matanya.

"Hah... Hah.. Hah... Delice!" gumam Naura dengan nafas yang sulit untuk di hirup.

Mata Naura sudah berair. Dengan tindakan reflek, Naura keluar dari mobil setelah matanya menangkap seorang musuh yang siap melayangkan sebuah tembakan.

Naura duduk lemas di atas tanah, dengan ketakutan ekstra hingga membuatnya linglung. Jantungnya berdebaran, karena sosok yang ada di depan matanya tidak juga kunjung bangun.

"Mati? Apakah dia benar-benar mati? Delice, aku takut!" gumam Naura.

DRAPPP... DRAPPP... DRAPPP...

"Aman, oke! Tidak masalah kalau dia mati, karena dia memang pantas untuk mati," Delice berlari lalu memeluk Naura yang lemas karena ketakutan.

Ketika salah satu anggota musuh mengincar Delice, Naura tiba-tiba keluar dari mobil dan menembak musuh yang akan membunuh Delice dengan tembakan yang bertubi-tubi.

"Apa dia mati?" tanya Naura dengan suara yang masih gemetar hingga ke sekujur tubuhnya.

"Wahhhhh... Ternyata serang Delice bisa curang juga! Kau meminta untuk tidak memakai pistol, tapi wanita yang kau bawa, kau jadikan senjata ampuh!" teriak sang ketua anggota.

"Tutup mulutmu!" jawab Delice geram.

"Naura, masuklah ke dalam mobil!" pinta Delice.

"Tidak semudah itu Delice. Wanitamu sepertinya begitu menggiurkan."

"Kau tahu akibatnya, bukan? Sehelai rambutnya jatuh karena ulahmu, aku akan mencabut kulit kepalamu!" gertak Delice.

Delice menjaga Naura, dan meminta Naura untuk berlindung di belakang tubuhnya. Benar, Delice tidak bisa leluasa bergerak karena sedikit saja dia bergerak, Naura bisa terluka. Di tambah lagi dengan posisi musuh yang sudah siap dengan pistolnya.

"Aku tidak akan memenggal kepalamu, tapi sebagai gantinya aku akan membawamu dalam keadaan tubuhmu yang hancur. Ditambah dengan wanitamu yang begitu menggoda libidoku," ucapnya.

"Omong kosong!"

CKITTTTTTTT....

DORRR...

DORRR...

DORRR...

"Hah? Mereka mati?" pekik Naura.

Setelah suara rem mobil terdengar oleh telinga, suara tembakan terdengar juga bertubi-tubi dan langsung melumpuhkan lawan.

"Jangan takut! Aku sudah katakan kalau aku tidak akan mudah untuk di bunuh," bisik Delice.

"Iya!" pelukan Delice membuatnya sedikit merasa tenang.

"Maaf Tuan, Kami terlambat!" ucap Ken.

"Aku sudah tahu!" jawab Delice.

"Signal menjadi hambatan," Loid ikut nimbrung berbicara.

"Sudahlah, kalian bereskan saja semua seperti biasa. Aku akan membawa Istriku kembali!"

Ken dan Loid memiringkan kepalanya. Seolah-olah heran dengan sikap Delice yang begitu santai setelah di serang musuh.

"Apa Tuan kita tertukar?" tanya Loid sembari menyenggol lengan Ken.

"Aku tidak tahu. Sepertinya otaknya yang tertukar."

***

Naura tertidur sepanjang jalan. Ketakutan, kelelahan, dan juga malam yang sudah begitu larut, membuat Naura tidak bisa lagi menahan kantuk.

Mobil sudah berhenti di depan mansion sejak 30 menit yang lalu. Delice tidak menggendongnya, tidak juga membangunkannya. Delice hanya menatap wajah Naura yang sudah pucat sejak keluar dari mobil dengan segala ketakutan yang menyerang.

"Kau memang wanitaku! Aku hanya perlu melatihmu menjadi kuat. Kenapa kau sangat pucat? Apa karena ketakutan?" gumam Delice.

Naura terbangun, mendengar sesuatu seperti berbisik padanya. Perlahan, Naura mengusap-usap matanya yang baru saja terbuka. Senyumnya lepas, setelah melihat orang yang di lihatnya pertama kali adalah Delice.

"Sudah bangun rupanya," ucap Delice.

"Ayo kita masuk. Kau pasti sangat lelah," Naura mengusap pipi Delice menggunakan tangannya yang cantik.

"Kau membantuku dengan sangat baik malam ini. Kalau bukan karena gerakan reflek, aku mungkin sudah mati. Aku berhutang Budi padamu," ujar Delice.

Naura keluar dari dalam mobil, begitu juga Delice. Mereka berjalan bersampingan dengan tangan saling merangkul pinggang.

"Ayo kita mandi!" ucap Delice setelah mereka masuk ke dalam kamar.

"Kau saja dulu. Aku terakhir."

"Tidak! Aku ingin kita mandi bersama."

Delice tidak menunggu jawaban Naura. Delice langsung menarik tangannya lalu masuk ke dalam kamar mandi.

Delice dan Naura, berdiri di bawah shower. Shower mulai membasahi tubuh mereka. Di bawah guyuran air, Naura melihat mata Delice yang berbinar penuh dengan cinta.

"Delice, ternyata mencintaimu saja tidak cukup. Kau tidak ingin menjadi benalu suatu hari nanti," ucap Naura.

"Tidak! Aku hanya membutuhkan cinta. Jangan merubah pikiranmu untuk meninggalkanku lagi, karena aku tidak akan pernah mengijinkan."

"Tapi..."

"Hhhhhhssssttttt... Nikmati malam indah kita!"

Delice mulai mencium bibir Naura. Ciumannya terasa segar karena di bawah guyuran air.

Delice mulai membuka resleting atasan Naura dan melepaskannya. Kaitan bra juga sudah lepas dan jatuh ke atas lantai.

Naura terbawa suasana dan keinginan diri, sehingga tangannya juga mulai membuka kancing kemeja Delice.

Tangannya mulai meraba dada bidang Delice yang keras dan berotot.

Delice tidak melepaskan pagutan bibirnya. Ciuman yang lembut, berubah menjadi ciuman panas yang membuat darah berdesir dan gairah bergejolak.

Lidah Delice menari-nari bersama lidah Naura dengan begitu lihai. Ciuman yang panas membuat Naura merasa sedikit sesak.

"Delice, tunggu!" ucap Naura, saat ciuman Delice turun mengitari lehernya dan mulai merambat ke dadanya. "Ahhhhhh... Delice."

Delice tidak mendengarkan ucapan Naura dan terus mengikuti gairah yang menuntunnya.

"Naura, aku hanya ingin kau menjadi milikku malam ini. Setelah itu, aku tidak akan menyentuhmu sampai aku selesai mengobati diriku," batin Delice.

Benar, mereka sudah tidak memakai apapun yang melekat pada tubuhnya, tapi Delice belum menyentuh kepemilikan Naura. Delice masih asyik bermain dan mencium Naura hingga dirinya merasa puas.

Mereka belum berpindah tempat. Masih di bawah guyuran shower yang membuat tindakan mereka menjadi sangat bergairah.

"Tidak. Aku merasa ada yang salah dengan tubuhku," batin Naura.

Naura tidak kuasa dan tidak tega mendorong Delice yang sedang menikmati ciuman mereka. Naura hanya menahan sesuatu yang salah pada dirinya.

"Sentuhlah!" bisik Delice, sembari mengarahkan tangan Naura untuk menyentuh kejantanannya yang sudah siap untuk bertempur, mengeras dan menjulang tinggi.

"Ha?" Naura sedikit terkejut, namun tidak bisa menolak karena dorongan dari tubuhnya yang menginginkan lebih.

"Jangan takut! Hanya 23cm," bisik Delice.

Wajah Naura memerah seketika. Dengan ukuran yang luar biasa, pikiran Naura langsung melayang-layang hingga ke angkasa.

"Aku-aku tidak takut!" jawab Naura dengan suara yang sedikit gugup.

"Naura, kau milikku bukan?"

"Iya!"

"Kau Istriku?"

"Benar!"

"Kau akan menungguku sampai aku selesai mengobati diriku, bukan?"

"tentu saja!"

"Naura, mari kita menikah, membangun rumah yang hangat dan juga menikmati masa tua bersama."

Deg... Deg... Deg...

Naura tidak bisa mengontrol debaran jantungnya. Ucapan demi ucapan Delice, menenangkan hati Naura. Pria yang kasar, kejam dan tidak berperasaan, sekarang sudah melamarnya, baik padanya, dan juga memberikan cinta yang selama ini tidak Naura rasakan.

"Delice, tunggu!" Naura mendorong Delice ketika Delice hendak menciumnya.

"Kenapa, sayang?"

Uhuk... Uhuk... Uhuk...

BRUKKK

"NAURA! NAURA! NAURAAAAAAA!!!!"

Next chapter