1 1. Pelarian Naura

DRAP... DRAP... DARP...

"Aku harus lari! Aku harus cari tempat sembunyi," batin Naura.

Naura berhasil kabur dari penjagaan ketat yang ada di rumahnya. Ayah yang seharusnya melindunginya, menjualnya dengan seorang psycopath gila yang bisa kapan saja membunuhnya.

Naura mencari celah untuk bisa lari tapi penjaga yang mengejarnya sangat banyak. Para penjaga itu berpencar. Naura bingung mencari tempat untuk bersembunyi.

"Aku gak boleh tertangkap. Aku gak boleh mati dengan sia-sia," batin Naura.

"JEJAK KAKINYA ADA DI SEKITAR SINI!"

"KITA HARUS MENEMUKAN WANITA ITU. KALAU TIDAK, LEHER KITA AKAN MENJADI GANTINYA."

"DIA PASTI BELUM JAUH! AYO KITA CARI HINGGA KE LUBANG SEMUT SEKALIPUN!"

Naura menutup bibirnya, mengatur nafasnya yang mulai tidak stabil supaya para penjaga tidak menemukannya yang bersembunyi di bawah rerumputan.

Rumput yang merambat ke sebuah pohon kecil, memberikan tempat untuk Naura bersembunyi.

KREKKKK...

Suara ranting kering yang ada di depan Naura bersembunyi, di injak oleh sepasang kaki yang menggunakan sepatu bermerk yang harganya melambung tinggi.

Detak jantung Naura berdetak semakin cepat. Kala orang yang ada di depan tempatnya bersembunyi, adalah delice Kaleid.

"Aku hitumg sampai 3, kalau kau tidak keluar juga, rumah yang di tempati oleh Adikmu, akan meledak," teriak Delice.

"Hanin? Aduhhhh, bagaimana ini?" batin Naura dalam ketakutannya.

Naura ingat, rumahnya memang sudah terpasang sebuah bom di beberapa sudut. Naura melihat dari balik rumput yang melindungi dirinya, Delice sedang memegang sebuah tombol yang siap meledakkan rumahnya.

"Jangan!" teriak Naura. Naura tidak memiliki pilihan lain, selain keluar dari tempatnya bersembunyi.

Setelah keluar, barulah ketakutan yang ada pada diri Naura menjerit. Tatapan mematikan dari mata Delice untuk Naura, sangat mengerikan. Terdapat sebuah amarah yang besar.

"Mendekatlah!" pinta Delice pada Naura, yang sedari tadi melangkah mundur semakin jauh dari Delice.

"Datanglah kepadaku, Naura!" bentak Delice.

Naura tetap tidak mendekat. Baginya, menjauh dia akan mati, mendekat juga tetap mati. Naura memilih menjauh lalu mati dari pada mendekat untuk di siksa di kemusian hari.

"Akhirnya, aku mendapatkanmu lagi!" bisik Delice sembari menggigit telinga Naura.

Naura hanya menggigir bibirnya, meremas lengan kemeja yang di pakai Delice untuk menahan rasa sakit dari gigitan Delice yang hampir saja membuat daun telingannya putus.

Delice tersenyum dengan sebuah rencana yang tersembunyi di balik senyumnya yang licik. Naura bergidik ngeri, karena pria yang ada di depannya, sama sekali tidak memberinya ruang untuk bisa bernafas dengan normal.

"Cium aku!" pinta Delice tanpa adanya canda di dalamnya.

"Ha?" Naura tidak ingin memberikan ciuman pertamanya untuk Delice.

Naura adalah seorang pianis yang hidupnya harus di kacaukan oleh Ayahnya yang seorang penjudi dan pemabuk berat setelah Ibu Naura meninggal 3 tahun lalu. Ayah Naura terjebak kalah judi hingga membuatnya berhutang pada Delice.

Ayah Naura yang mata duitan, menyerahkan Naura sebagai jaminan. Awalnya Delice menolak, karena seorang wanita bagi Delice hanya seperti sebuah pakaian yang bisa kapan saja di beli, di buang atau bahkan hanya di simpan sebagai koleksi.

Delice melihat Naura sedikit berbeda dari wanita lainnya yang mengejarnya, memberikan tubuhnya dengan cuma-cuma, bahkan menghalalkan segala cara supaya bisa naik ke atas ranjangnya.

Hanya Naura yang berbeda, menolaknya dengan tegas, menghindari setiap sentuhannya, bahkan Naura meludahinya tanpa ada rasa takut. Hal itulah yang membuat Naura sangat menarik bagi Delice.

"Cium aku!" pintanya lagi. Kali ini dengan menarik lengan Naura supaya lebih dekat dengannya.

"Tidak mau!" tolaknya dengan keras.

"Kau tahu bukan, kalau aku sedang menahan diriku untuk tidak memaksamu? Jadi lakukan apa yang aku mau, sebelum aku bertindak kasar padamu," bisik Delice.

Delice sengaja menunduk, menempatkan wajahnya tepat di wajah Naura supaya memudahkan Naura untuk menciumnya.

CUP...

"Sudah!" ucap Naura setelah mengecup bibir Delice.

"Apa seperti itu yang kau tahu tentang ciuman?" tanya Delice dengan pandangan penuh tipu muslihat.

"Aku sudah melakukan apa yang kau minta. Apa kau bisa melepaskan adikku?" tanya Naura dengan memberanikan diri.

Hanya dengan 3 kali petikan jari, penjaga yang sedari tadi berpencar, datang menemui Delice. Delice melemparkan tombol bom yang di sembunyikannya pada Ken, orang kepercayaannya.

"Keluarkan Hanin! Beri dia kehidupan yang nyaman selagi wanita ini tidak melawan. Sekali wanita ini membangkang, tepas lehernya dan berikan kepalanya sebagai hadiah!" ujar Delice dengan tegas.

Ken hanya menerima semua perintah Delice tanpa terkecuali. Sebelum pergi, Ken menatap Naura sejenak lalu memalingkan pandangannya ke arah arah yang akan di tujunya.

"Kalian semua boleh pergi. Kucing liar ini, biar aku yang mengurusnya," perintahnya.

Tubuh Naura, di tarik kasar oleh Delice dan di hempaskan masuk ke dalam mobilnya. Kakinya yang terluka karena berlarian di jalanan tanpa alas kaki, di tambah cengkraman dari tangan besar Delice yang terasa nyeri pada lengannya. Rasa itu di telan mentah-mentah oleh Naura.

"Apa kau tahu apa yang akan aku lakukan padamu?" tanya Delice dengan tatapan mata penuh gairah.

Delice menatap supirnya supaya menutup telinga dan matanya dengan apa yang akan di lakukannya pada Naura. Naura mulai ketakutan, saat Delice melepas dasinya untuk menutup mata Naura.

"Aku gak mau!" tolak Naura.

"Apa statusmu saat ini, layak untuk negosiasi denganku?" bisik Delice.

"Jalan!" perinta Delice pada Loid.

Bagi Loid, sudah bisa melihat Delice bermain dengan seorang wanita di dalam mobil, meskipun ada dirinya yang menyetir di depan. Tapi kali ini berbeda, karena Delice memperlihatkan kekasarannya pada Naura.

Loid mengetahui tujuan Delice yang sebenarnya. Delice hanya ingin membuat Naura patuh di bawah perintahnya, dan ingin membuat Naura melihatnya sekali saja.

"Aku takut gelap. Tolong Tuan, jangan lakukan hal ini," tangis Naura pecah, saat matanya sudah tertutup dan hanya gelap yang menemaninya.

Delice memegang kepala Naura yang memiliki rambut kusut seperti sangkar burung setelah meronta-ronta dari genggaman Delice.

"Kau takut gelap? Bersamaku, akan aku ciptkan warna-warni yang indah melebihi pelangi," bisik Delice.

Delice mulai mencium bibir Naura dengan lembut. Gejolak gairah yang ada di tubuh Delice, menagih lebih. Delice menekan keinginannya karena tidak mungkin, Delice akan memaksa Naura di depan Loid.

Delice hanya menikmati bibir Naura yang lembut tanpa menggerayanginya. Delice melepaskan Naura untuk kali ini, tapi tidak untuk lain kali.

"Loid, panggil Rehanna untuk menemaniku malam ini di mansion!" pinta Delice.

"Sekarang?" tanya Loid.

"30 menit lagi."

Delice secara terang-terangan, meminta wanita lain untuk menemani malamnya di depan Naura. Suara Delice, terdengar sangat jelas, hingga Naura merasa lega karena bisa tidur tanpa di ganggu olehnya.

"Akhirnya dia mencari wanita lain. Kalau wanita itu bisa membuatnya terobsesi, aku pasti bisa pergi darinya," batin Naura.

"Awh..." pekik Naura saat Delice tiba-tiba menggigit bibirnya.

Delice melepaskan dasinya yang di gunakan untuk menutup mata Naura. Yang pertama di lihat Naura adalah mata abu-abu milik Delice yang menatapnya tanpa berkedip.

"Apa kau puas, mendengarku mengundang wanita lain?"

avataravatar
Next chapter