webnovel

Hari Pertama Sekolah

"Makasih ya pak." Senja memberikan helm yang dikenakannya pada tukang ojek online yang dipesannya tadi pagi. Hari ini adalah hari pertama masuk sekolah. Hari pertama dia mulai menjalani semester baru di kelas sebelas. Gadis enam belas tahun itu tersenyum lebar di depan sekolahnya. Melihat tulisan besar di tembok pagar SMA DHARMA BANGSA, Senja merasa rindu pada sekolah. LIburan dua minggu membuatnya ingin masuk sekolah dan bertemu teman-temannya. Senja rindu kegiatan belajar di sekolah dan berkumpul bersama teman-temannya. Padahal pada umumnya remaja seusianya itu masih ingin liburan diperpanjang. Beberapa siswa masuk ke dalam sekolah dengan muka lesu, tak sedikit juga yang menunjukkan muka masam.

"Let's go!" gumamnya riang sembari berjalan ke arah pagar pintu masuk.

Langkah senja berhenti ketika mobil sedan berwarna putih membunyikan klakson sebelum berhenti. Mobil itu berhenti tepat di sebelah Senja. Senja menyipitkan kedua matanya. Mengamati ke dalam mobil tersebut. Ini seperti mobil tetangganya, Mbah Sani.

"Nduk, kenapa tadi nggak bareng Mbah saja?"

Tebakan Senja benar, ingatannya masih tajam. Mobil itu sering dilihatnya keluar masuk rumah Mbah Sani ketika dia berada di balkon kamarnya.

Senja tersenyum lebar ketika Mbah Sani keluar dari pintu mobil lalu menghampirinya. Dan Damai juga menyusul keluar dari pintu yang sebelahnya. "Senja naik ojek Mbah," jawab Senja."

"Tau gitu bareng aja tadi," sahut Mbah Sani lagi. Suaranya renyah, dan selalu ramah.

Senja menyeringai. "Mbah mau ke kantor guru anterin Damai?" tebaknya. Mengalihkan pembicaraan tentang basa-basi tumpangan pagi hari di mobil mewah tetangganya itu.

"Iya Senja. Mbah titip Damai ya, kalau ada apa-apa tolong kamu bantu."

Senja mengangguk, lalu tersenyum lebar ke arah Damai. "Kalau kamu butuh sesuatu atau gak ngerti sama pelajaran kamu bisa tanya aku Damai," kata Senja.

"Makasih sebelumnya."

Damai balas tersenyum lalu mengangguk. Tidak selebar waktu dia berada di balkon dua hari yang lalu. Malam itu mereka hanya saling tegur sapa sekilas saja, lalu masuk ke dalam ruangan masing-masing. Setelah itu Senja tak mendapati Damai sama sekali. Tidak juga bertemu dengannya di luar rumah. Entahlah kemana dia. Senja juga tak begitu memperhatikan. Dia juga sibuk dengan dirinya sendiri.

Senja mengamati sesaat wajah teman barunya itu. Bukan karena Senja terpesona atau karena Damai ganteng, tapi Senja yakin sekali dia pernah melihatnya. Tapi ya sudahlah, Senja membiarkan perasaan itu berlalu kembali seperti dua hari yang lalu. Demi menjaga pikirannya dari hal-hal yang kurang begitu penting dan berpengaruh untuk kehidupan sekolah dan juga semester barunya.

Mereka bertiga memasuki pagar sekolah. Jaraknya cukup jauh dari gedung sekolah itu sendiri. Masih harus melewati pelataran depan SMA Dharma Bangsa yang dipenuhi dengan taman. Bunga-bunga indah sebagai pemanis untuk desain eksterior sekolah. Menghiasi di sepanjang jalan kiri dan kanan mereka berjalan. Kemudian memasuki tugu selamat datang SMA Dharma Bangsa. Lalu terdapat lapangan luas dengan tiang bendera dan mimbar menghiasi pinggir lapangan. Sudah bisa dipastikan itu untuk upacara rutin hari senin. Terdapat tiga gedung terpisah disana. Yang pertama gedung paling besar adalah gedung dengan lima belas ruangan kelas. Gedung kedua, yaitu gedung yang berada di sebelah kiri adalah gedung untuk para guru dan juga staf lainnya. Lalu gedung paling kanan adalah gedung olahraga. SMA Dharma Bangsa juga memiliki pelataran belakang. Yaitu lapangan sepak bola yang luas.

Senja dan Damai berpisah jalan. Senja menuju gedung paling besar, lalu naik ke lantai dua gedung sekolahnya menuju kelas sebelas A. Ruangan paling pojok. Di lantai dua, ada lima kelas. Semuanya berjajar, dan semuanya kelas sebelas dari A sampai E. Sedangkan Damai menuju ke gedung para guru bersama Mbah Sani.

"Senjaaaa."

Di tengah riuh dan ramainya siswa dikelas, teman sebangku Senja menyambutnya dengan sebuah teriakan riang menyebut namanya. Dia adalah Raya. Gadis berambut sebahu yang selalu ceria. Mereka sudah saling mengenal sejak SMP. Meskipun tidak terlalu dekat waktu itu. Mereka lebih dekat saat baru pertama kali kegiatan MOS. Karena diantara banyak siswa hanya Raya yang Senja kenal. Senja bukan tipe anak perempuan yang memiliki banyak teman seperti Raya. Dia cenderung menghabiskan waktu untuk dirinya sendiri di waktu luang. Seperti membaca novel, menonton drama, atau bahkan belajar. Sebuah keberuntungan bagi Senja mereka satu kelas sampai sekarang.

"Liburan kemana aja Ya?" Senja membuka pertanyaan untuk Raya yang sekarang melingkarkan tangan di lengannya, Dan menyandarkan kepalanya pada bahu Senja. Menempel seperti itu sampai mereka sampai di tempat duduknya.

"Main-main aja sama Aska dan teman-temannya," balas Raya riang sekali. Dia memang selalu ceria, tapi saat menyebutkan nama pacarnya itu, wajahnya dua kali lipat lebih gembira.

"Kamu pasti dirumah aja kan?" tebak Raya.

Mereka duduk di bangku kedua dari depan. "Libur kan memang buat istirahat Ya," jawab Senja. Dia mengeluarkan buku-bukunya dan menata peralatan perangnya yaitu alat tulis di atas meja.

Raya berdecak dan menggeleng-gelengkan kepalanya. "Dasar ibu-ibu. Kayak emakku kamu Nja," goda Raya. Logatnya medok. Khas gadis Jawa Timuran.

Untuk remaja seusia mereka, Senja memang termasuk dalam golongan minoritas. Dia jarang keluar rumah untuk bermain. Jalan-jalan di Mall misalnya, atau pergi ke taman hiburan. Senja lebih sering berkunjung ke perpustakaan dan juga toko buku. Selebihnya hanya dirumah. Dia sangat menyukai suasana yang tenang. Berbanding terbalik dengan Raya. Meskipun begitu, Senja bisa membuka dirinya untuk Raya dan berteman karena dia baik. Raya tidak pernah memaksa Senja untuk mengikuti apa yang dia lakukan. Mereka saling menghargai perbedaan. Tidak seperti gadis lain yang menjauhi teman ketika menurut mereka tidak satu frekuensi.

Tak selang beberapa lama, suasana gaduh mendadak hening. Teriakan-teriakan yang tadinya melengking langsung hilang seketika, para murid yang sedang asik mengobrol bubar dan duduk di tempatnya masing-masing. Seorang guru masuk ke dalam kelas. Beliau adalah wali kelas mereka Pak Darmawan. Diikuti oleh seorang siswa laki-laki di belakangnya.

Siswa berbaju rapi, berambut hitam yang disisir rapi lengkap dengan minyak rambut itu memiliki wajah berseri. Iya. Dia adalah Damai.

"Nja, Nja." Raya menepuk-nepuk lengan Senja kegirangan. Matanya fokus pada murid baru di depan, tapi tangannya terus meraih lengan Senja. Bibirnya juga tersenyum lebar menatap ke arah Damai. "Mimpi apa aku Nja," serunya lagi.

Senja menolehkan wajahnya. Mencekal tangan Raya yang tepukannya semakin keras pada lengannya. "Ada apa sih?" Senja balik bertanya. Tatapannya penuh keheranan. Kenapa sahabatnya itu seperti melihat seorang malaikat di depan sana. Oke, mungkin Damai ganteng, tapi reaksinya berlebihan.

"Kamu kenal dia kan?" Raya menoleh sejenak pada Senja kemudian fokus kembali ke depan. Mengamati Damai dari rambut sampai kaki. Senyumnya semakin lebar.

Senja mengangguk polos. "Iya. Dia tetangga baruku. Dari mana kamu tahu aku kenal sama dia?"

"Apa? Tetangga baru?" Suara Raya melengking di tengah keheningan. Matanya melotot ke arah Senja. Belum juga Damai memulai perkenalan. Semua mata sekarang tertuju pada mereka berdua.

"Ssst!" Senja ganti menepuk lengan Raya. Kenapa dengan gadis itu? Bisa-bisanya menarik perhatian seluruh isi ruangan begitu. "Diem!" bisik Senja.

Raya sontak menutup mulutnya yang masih menganga ketika sadar dia sudah menjadi pusat perhatian satu kelas, termasuk Pak Darmawan. "Maaf pak," ucap Raya sebelum Wali Kelasnya itu menegur terlebih dahulu.

Suasana hening sejenak. Raya diam, masih belum menjelaskan ada apa dengan reaksinya tadi. Suara Pak Darmawan ganti mendominasi.

"Seperti yang kalian lihat, hari ini ada teman baru yang akan belajar bersama di kelas ini. Silahkan perkenalkan diri Damai!" titah Pak Darmawan.

Raya tidak tahan terus diam dan menunggu sambutan pembuka dari Pak Darmawan, dan perkenalan Damai. Dia lebih mendekatkan wajahnya pada Senja. "Dia itu selebgram. Pernah jadi cameo juga di film dan video clip," bisiknya.

Next chapter