1 Bab 2 Jadi, Begitu?

Kini mendadak suasana kafe menjadi hening, hampir semua pasang mata tertuju pada Fayra. Apalagi para pengunjung perempuan yang sejak tadi memperhatikan penuh minat ke cowok tersebut sejak ia pertama kali memasuki kafe. Menurut mereka, cowok tersebut sungguh objek yang sangat disayangkan untuk dilewatkan begitu saja. Sepertinya dari seluruh pengunjung perempuan di kafe itu, hanya Fayra dan kawan-kawanlah yang tidak menyadari kehadiran cowok tersebut.

Si cowok yang sepertinya seumuran dengan Fayra, bingung mendapat serangan mendadak tersebut. Ia baru saja sekitar lima menit yang lalu masuk ke dalam kafe ini, bahkan belum sempat memesan apa pun. Kenapa tiba-tiba saja didatangi cewek dengan ekspresi marah milik Fayra ini? Ia Iekas berdiri sambil mengelap wajahnya dengan tisu dan menatap tajam ke Fayra. Ia menatap wajah Fayra lekat-lekat dengan wajahnya yang masih belum terlalu bersih dari olesan cheesecake tadi.

Fayra sebenarnya getar-getir melihat tatapan tajam tersebut, tapi kan bukan Fayra yang salah, jadi dia balas menatap berani ke cowok tersebut dengan dagu yang terangkat tinggi. Tinggi Fayra apabila dibanding dengan cowok itu hanya sebatas dagunya saja.

Melihat Fayra yang siap membuat keributan kecil di tempat ramai ini, Chesta, Dira, dan Sisil segera beranjak menghampiri Fayra. Mereka berusaha menenangkan Fayra.

"Fay, ud–" Sebelum Chesta menyelesaikan kalimatnya, Fayra sudah memotong terlebih dahulu.

"Orang kayak ini nih gak usah dibelain, Ches. Lo apa-apaan sih? Kok malah belain dia?"

"Tapi, Fay–''

Lagi-lagi Fayra memotong perkataan Chesta, "Udah deh, lo diem aja."

Fayra kembali balas menatap tajam ke cowok tersebut sambil bertolak pinggang. Si cowok tentu saja dari tadi masih menatap Fayra. "Kenapa diam aja? Gak bisa melakukan pembelaan heh?"

Sudut kiri bibir cowok itu tertarik ke atas mendengar ucpan Fayra tadi. Ia hendak membalas ucapan Fayra. Tapi sebelum itu, perut Fayra mulai terasa mules lagi dan mengeluarkan suara kentut yang cukup besar. Hal tersebut tentu tak lepas dari penglihatan dan pendengaran hampir seluruh orang di kafe itu. Fayra yang menyadari hal tersebut merasa malu lalu bergegas membalikkan tubuhnya menuju ke toilet lagi. Tidak dihiraukannya suasana kafe yang mendadak hening.

''Awas ya lo, urusan kita belum selesai!'' teriak Fayra yang masih sempat-sempatnya menoleh ke belakang di tengah perjalanannya.

Si cowok tersebut menatap kepergian Fayra tanpa berkedip sampai Fayra hilang di belokan. Ia menggeleng pelan sambil tersenyum penuh arti. Ia lalu kembali duduk di kursinya. Cowok berbaju biru itu mengelap wajahnya yang masih terdapat beberapa krim sisa cheesecake tersebut sampai bersih.

Para pengunjung lain yang sempat menahan napas ingin melihat tindakan apa yang akan dilakukan si cowok, kini mengembuskan napas tak rela. Tak rela karena masalah tersebut belum selesai. Ada juga beberapa yang terkikik geli melihat tingkah Fayra. Ada juga yang masih setia menatap penuh minat ke cowok tersebut, tapi sama sekali tak dibalas oleh cowok itu. Kasihan.

Suasana pun kembali normal lagi. Ya walaupun masih ada yang berbisik-bisik mempertanyakan apa yang sebenarnya terjadi.

Teman-teman Fayra hanya menggeleng pasrah dan cepat-cepat meminta maaf kepada cowok itu. Dira menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Si cowok itu hanya diam sambil sesekali mengangguk mengerti akan penjelasan Dira tersebut, bahkan ia juga sempat tertawa kecil yang langsung membuat para kaum hawa di sekitarnya menahan napas.

Akhirnya dengan segala ucapan permohonan maaf dari ketiga cewek tersebut, si cowok pun memaklumi tindakan Fayra. Chesta dan Sisil meminta maaf kepada semua pengunjung kafe atas keributan kecil tersebut.

"Astaga, Fayra malu-maluin banget,'' ucap Dira frustasi sambil menutupi mukanya dengan sebelah tangan setelah duduk kembali di kursinya.

Dira tak menyangka reaksi Fayra akan seperti itu. Untung aja si cowok mau menerima permintaan maaf mereka dan tidak menuntut atas perilaku Fayra tadi.

"Tapi Fayra keren ih. Bisa menarik perhatian seluruh pengunjung kafe," ucap Sisil yang bertolak belakang dengan Dira yang langsung dibalas tatapan 'maksud lo?' dari Dira.

"Wah kalau diperhatiin lebih jelas tuh cowok ganteng banget, ya gak Sil?"

"Iya, Ches, benar banget. Sayang muka gantengnya harus dinodai oleh cheesecake 'hadiah' dari Fayra. Coba kalau enggak, kan lumayan bisa minta foto bareng sama tuh cowok. Oh iya, lo liat gak tatapan memuja dari hampir seluruh pengunjung cewek di sini? Kok gue gak liat ya pas dia datang tadi. Sayang tuh pemandangan indah dilewatkan begitu saja."

Dan berlanjutlah percakapan soal si cowok ganteng tersebut antara Chesta dan Sisil. Mereka tidak menyadari tatapan frustasi dari Dira. Bagaimana mungkin teman-temannya ini tidak merasa malu sama sekali atas kejadian tadi, dan malah sekarang bergosip ria tentang cowok 'korban' tersebut?

Sementara Fayra, akhirnya setelah cukup lama berada di dalam toilet dan merasa lega kembali, ia keluar dan berjalan kembali ke tempat duduknya. Tidak dipedulikannya tatapan ingin tahu, geli, bahkan ada juga yang menatap mencemooh ke arahnya. Oh tentu saja tatapan mencemooh itu dari pengunjung perempuan di sini. Ia duduk dengan lemas di atas kursinya tadi.

"Apa-apaan sih Fay tadi? Asal labrak orang aja. Lo kira tuh cowok ngapain?'' Dira yang pertama kali menyadari kedatangan Fayra, langsung mengomelinya, tapi tetap menjaga nada suaranya sehalus mungkin.

Chesta dan Sisil yang baru menyadari kedatangan Fayra setelah mendengar pertanyaan Dira segera berhenti bergosip ria dan memfokuskan pandangan mereka kepada Fayra dan Dira.

"Lho kok gue yang disalahin sih? Gue kan cuma mau kasih pelajaran ke tuh cowok kurang ajar. Berani baget colak-colek bokong Sisil," sahut Fayra setengah kesal, setengah lemas akibat diare tadi. Selama di dalam toilet tadi, ia keluar-masuk sendiri ke dalam salah satu bilik di toilet tersebut. Untung saja toilet tersebut sedang tidak ada orang.

Sisil yang menyadari dirinyalah penyebab tingkah konyol tadi, segera bersuara. Ia berusaha mengklarifikasi kejadian yang sebenarnya. "Aduh Fayra sayang, lo salah orang….''

"Hah? Maksudnya?" Fayra mengernyit tak mengerti.

"Makanya jangan asal ambil kesimpulan sendiri, Fayra…. Emang tadi ada cowok kurang ajar nyolek bokong seksi gue pas gue lagi jalan mau pesan makanan buat lo, tapi sekarang tuh cowok udah pergi setelah kita marahin bertiga. Kita juga tadi sempat bikin keributan kecil, tapi gak seberapa kalau dibandingkan dengan yang lo buat tadi. Dan asal lo tahu, cowok

yang lo marahin tadi, itu pengunjung baru yang kebetulan duduk di meja yang sama dengan si tersangka. Ngerti?" jelas Dira.

Wajah Fayra memucat. "Se-serius lo?" tanyanya gugup.

Dira mengangguk serius.

Seketika badan Fayra jadi lebih lemas. Ia merasa malu karena tadi sudah memarahi orang yang salah, malah pake labrak dengan cheesecake lagi, jadi tontonan seluruh pengunjung Kafe, dan parahnya lagi kentut depan umum! Denga suara yang cukup keras pula. Astaga.

Fayra menutup mukanya dengan kedua tangan. Ia bertanya frustasi, "Jadi gimana dong sama cowok yang gue marahin tadi?"

"Tenang Fay, berkat kecantikan kami bertiga, elo dimaafin," jawab Chesta asal yang langsung dihadiahi lemparan gulungan tisu oleh Dira dan Sisil.

"Iya, lo emang dimaafin, tapi itu berkat permohonan maaf kami dan penjelasan yang kami berikan,'' jawab Dira bijak tapi masih setengah kesal ke Fayra.

Dira ini tidak suka menjadi pusat perhatian. Lihat saja sekarang. Masih ada beberapa pasang mata yang memperhatikan gerak-gerik mereka ingin tahu, berusaha mencuri dengar apa yang terjadi. Keributan kecil yang sempat dibuat mereka tadi karena

memarah-marahi cowok yang mencolek bokong Sisil, sudah cukup membuat Dira risih. Apalagi tadi baru saja ditambah oleh kelakuan Fayra yang berlipat-lipat lebih heboh, uh rasanya Dira mau pergi begitu saja dari kafe ini kalau ia tidak memikirkan teman-temannya.

"Serius?" tanya Fayra yang sudah mulai membuka wajahnya dengan sebelah tangan.

Ia merasa seperti mendapat sedikit angin segar. Chesta, Dira, dan Sisil menangguk bersamaan. Baguslah kalau dia gak marah, batin Fayra. Tapi bagaimanapun juga, ia harus meminta maaf secara langsung.

Dilihatnya meja nomor dua belas, tempat cowok tadi berada. Kosong. Fayra pun menolehkan kepala ke kiri kanan mencari-cari cowok tadi. Matanya menjelajahi seluruh ruangan. Beberapa kali ia bertemu tatap dengan pengunjung perempuan lain yang masih setia berbisik-bisik tentang mereka, tapi sama sekali tak dihiraukan oleh Fayra.

Chesta yang melihat tingkah Fayra tersebut mengerti dan bersuara, "Si cowok ganteng itu udah pergi, baru aja. Ehm sayang gak sempat nanya namanya tadi. Kan lumayan buat ditambahin ke list para cogan di daftar kita."

Ucapan Chesta tersebut langsung dihadiahi tatapan laser dari Dira. Chesta menundukkan kepala dalam-dalam, gak berani balas menatap Dira. Dira itu suka nyeremin kalau udah kesal atau mau marah. Makanya Chesta lebih pilih diam aja. Sisil yang melihat itu berusaha sekuat tenaga menahan tawanya yang siap meledak. Ia juga gak mau dong kayak Chesta, ditatap penuh 'cinta' oleh Dira.

Berbeda denga Dira yang memandang dengan tatapan tajam ke Chesta, Fayra menatap Chesta dengan pandangan tak percaya. Serius? Tu cowok pergi begitu aja tanpa mau balik marah-marah ke dia?

Dan kenapa tiba-tiba teman-temannya ini menjadi diam? Seperti pertemuan kedua keluarga yang akan melaksanakan acara lamaran saja. Fayra bingung melihat itu. Pikirannya tidak terlalu fokus dengan tingkah teman-temannya tadi.

Sekarang, Fayra sibuk sendiri dengan pikirannya

'Gue harus ketemu lagi sama cowok itu, mau minta maaf. Eh, tapi kayaknya lebih baik gak usah deh, kan malu. Lagian tadi Dira udah jelasin apa yang sebenarnya terjadi kok. Mereka juga udah minta maaf kan sama cowok itu? Tapi kan yang buat salah gue, bukan mereka. Duh mendingan ketemu lagi apa enggak ya sama cowok itu? Kalau ketemu, tuh cowok pasti bakalan ngetawain gue. Kayaknya lebih baik gak usah ketemu lagi deh sama dia. Kalau pun ketemu, mendingan menghindar aja deh, atau enggak, pura-pura gak kenal aja. Ya, sepertinya itu pilihan terbaik,' perang batin Fayra.

avataravatar
Next chapter