1 I'll Do It

Seorang gadis cantik yang berpenampilan begitu feminim menuruni tangga dengan anggunnya. Gaun merah setengah lutut yang melambai-lambai, begitu pun rambut panjang berwarna coklat yang ditata kepang dengan berbagai hiasan bunga yang mengelilinginya, ia berjalan dengan riang bak seorang putri yang ingin menyapa rakyatnya tercinta.

Gadis itu, Cho Miyeon memperlihatkan senyum indahnya, ia mulai berputar berharap ia segera mendapat pujian dari teman terdekatnya itu.

Suara tepukan tangan yang menandakan keinginannya akan terwujud beberapa detik lagi.

"Woaaah ini dia Princess Cho Miyeon, putri yang akan memimpin seluruh klan Cho dan akan membasmi seluruh makhluk dari bangsa jin kegelapan hahaha..." Canda Minhee sahabat Miyeon yang berangan-angan bahwa Miyeon adalah Princess Claudia dari novel kerajaan yang ditulis oleh Miyeon sendiri.

Miyeon berbalik menghadap cermin besar disebelah mereka "Tadinya aku sangat kelelahan sehabis menulis cerita panjang banget tanpa henti tapi karena pesananku sudah datang ah mataku jadi fresh lagi" Katanya, memang itulah kebiasaan Miyeon. Yaitu berbelanja.

"Memang yah sahabatku yang satu ini, belanja terus, belanja terus, apa kamu tidak ada keperluan lain selain pakaian, make up, feminim banget sih" omel Minhee yang selalu menjadi juri nomor satu dari dress-dress yang Miyeon beli.

Miyeon mendesah "Mau bagaimana lagi, inikan hobiku, aku juga pintar masak sendiri, soal belanja juga dari hasil karyaku kok jadi tidak ada yang melarang kan"

Tiba-tiba lampu diatas mereka mendadak mati.

"Miyeon ah, sudah bagus kau bisa mandiri tapi kau juga butuh seorang lelaki, karena tidak semua wanita bisa melakukan apapun, kita butuh tenaga lelaki, ayolah ikuti saja kata dokter Harin, kamu harus terapi yah, kamu harus sembuh, lihat tuh apa kamu bisa memperbaiki kekacauan itu sendiri?"

Miyeon hanya memutar matanya malas "Bisa kok, tinggal lihat caranya diinternet. Lagipula buat apa sih kamu bawa dokter Harin terus, akukan sudah nyaman hidup seperti ini."

"Beneran tidak mau keluar? Dunia luas loh, aku dirumah seharian pun anti banget, apalagi kamu sudah cantik banget masa sih kamu hanya memuaskan dirimu sendiri dan tidak memperlihatkannya pada orang-orang, bahkan dulu banyak yang menyatakan cinta padamu"

"Sudah yah, aku tidak mau membicarakan hal menjijikkan seperti itu, dan yah mereka tidak perlu melihat kecantikanku, kecantikanku ini milikku dasar dunia luar yang berbahaya, kau sudah terperdaya jangan menemuiku jika kau belum juga sadar" Dengan wajah juteknya pergi meninggalkan sahabatnya yang terperangah kaget setelah dibentak.

Sekitar 40 menit sudah berlalu, Minhee juga belum beranjak dari tempatnya seperti menunggu seseorang dan Miyeon tau itu. Tentu saja Minhee sedang menunggu dokter Harin untuk kembali mengontrol perkembangan sahabatnya.

Dan benar saja seperti dugaan Miyeon, dokter Harin datang dan mengetuk pintu yang sengaja ia tutup agar tak bertemu dengan dokter itu.

"Miyeon-ssi berhenti mengintip dan buka pintunya" Teriak dokter Harin setelah menangkap Miyeon dari balik jendela.

Tentu saja Miyeon pasti menolak, oleh sebab itu Minhee sudah menyiapkan kunci cadangan kamar itu yang ia curi sejak pertama kali Miyeon melakukan hal yang sama seperti saat ini tanpa sepengetahuan Miyeon. Setelah pintu terbuka, akhirnya mereka berhasil berkumpul diruangan itu dan beruntung Minhee selalu mengabari dokter sesuai jadwalnya.

"Miyeon-ssi apa kau tak pernah melakukan apa yang aku katakan? Mengapa tidak pernah ada perubahan sedikit pun padamu?" Tampak dokter Harin memijit pelipisnya sedikit pusing dengan pasiennya yang satu ini.

Tak ingin kalah Miyeon juga sedikit menaikkan suaranya "Kalian tidak akan pernah mengerti yang aku alami, kalian seharusnya tidak memaksa itu adalah kehendakku, mau diluar sana ataupun didalam sini itu pilihanku"

Baru saja Minhee ingin mengatakan sesuatu, dokter Harin dengan cepat memberi aba-aba agar terlebih dulu untuk menenangkan Miyeon.

Minhee menghela nafasnya mencoba menenangkan Miyeon yang memang sangat sensitif jika berbicara tentang penyakit mentalnya. Perlahan ia mengusap-usap bahu Miyeon lembut dan memeluknya agar ia sedikit tenang.

"Aku tau, tapi bisakah kau memikirkanku juga? Aku rindu saat-saat kita bersama, liburan bersama, aku sangat kesepian diluar sana tanpamu. Tidak hanya aku, teman-teman kita yang lain juga semua menanyakan keberadaanmu. Orang tua mu juga pasti mengkhawatirkanmu" Jelas Minhee panjang lebar.

Masih tak ada respon dari Miyeon, Minhee melepaskan pelukannya dan manatap sahabatnya itu yang ternyata sudah mengeluarkan air matanya setetes.

"Aku yakin kau juga pasti merindukan dirimu yang dulu. Itulah sebabnya kau harus sembuh yah. Ini semua demi kebaikan kamu. Aku tau ini berat, tapi kau pasti bisa. Ayo kita lalui bersama, aku akan disisimu sampai kau sembuh" Dengan suara lembutnya Miyeon tersentuh dan akhirnya mengiyakan permintaan Minhee.

"Baiklah, aku akan mencobanya tapi aku sendiri tak yakin pada diriku" Ragunya khawatir.

"Lakukan saja perlahan, jangan ragu lagi aku akan mendukungmu" Perkataan Minhee sepertinya bagaikan sihir untuk Miyeon.

Sejak saat itu, Miyeon akhirnya menuruti semua perkataan dokter Harin dan melakukannya semua kembali kelangkah awal.

Melakukan hal yang paling mudah yaitu melakukan hal disukai, untuk melupakan trauma yang mendalam itu ia harus mengalihkan pikirannya ataupun menyibukkan diri dengan hal disukai misalnya menulis cerita dan itu sudah ditangani oleh Miyeon bahkan ia sampai tak ingin lagi mengetahui dunia luar yang kejam.

Oke langkah pertama berhasil tapi juga gagal.

Kedua, berolahraga, dan juga cintai diri sendiri dengan memakan makanan yang menyehatkan. Tentu saja ia juga sudah menangani ini dari awal tanpa disuruh pun.

"Darimana lagi aku mendapatkan badan langsing nan seksi ini. Lihatlah otot lenganku, kalian tak perlu mengkhawatirkan itu" Bangga Miyeon pada dirinya sendiri.

"Tak perlu diragukan lagi soal olahraga tapi untuk makanan? Aku meragukan itu, baiklah aku akan keluar sebentar" Ucap Minhee kemudian berlalu tanpa memberitahu dia akan kemana.

Tak membutuhkan waktu yang lama, Minhee kembali membawa 2 kantong besar berisikan makanan yang menyehatkan untuk keseharian Miyeon.

"Apa ini? Mengapa kau menyingkirkan semua makananku?" Protes Miyeon tatkala melihat kekacauan didapurnya.

Minhee berbalik memperlihatkan 2 bungkus mie instan dengan rasa yang berbeda "Semua makanan instanmu ini akan aku taruh kelaci kosong yang disana itu. Mulai sekarang kau harus memakan makanan yang bergizi"

Miyeon bergerak membuka kulkasnya dan seperti yang ia duga, semua nya telah diganti menjadi daging segar, sayur-sayuran, telur, maupun susu segar. Bukan hanya itu, semua lemarinya juga terisi dengan roti, selai, beras dan semua yang berjenis makanan instannya dikumpulkan kedalam laci kecuali ice creamnya yang tetap berada di kulkas.

"Oh ya, disana juga ada buah-buahan, sekarang" Minhee menyatukan ujung ibu jari dan ujung jari telunjuknya memberi sebuah kode pada Miyeon.

"Haha, kau tahu maksudkukan" lanjutnya.

Miyeon hanya tertawa kecil kemudian memberinya beberapa lembar uang plus bunganya sebagai uang ganti.

1 Minggu telah berlalu, Miyeon pun dengan lancar melaksanakan kedua langkah sederhana itu. Memasuki Minggu kedua, seperti biasa dokter Harin (Psikiater pribadi Miyeon) kembali datang untuk memastikan dan mengontrol perkembangan yang terjadi. Namun, pada langkah berikutnya tidak segampang yang dipikirkan oleh Miyeon.

"Apa? Kau menyuruhku melakukan hal itu?"

avataravatar
Next chapter