webnovel

Mystic Boy

(50% horror/thriller, 50% romance) Sadewa Pamungkas, laki-laki tampan dengan penampilan urakan, serta suaranya yang keren. Namun, dia harus menerima kenyataan bahwa dirinya memiliki indera keenam yang tak pernah ia inginkan.

Roy_Kiyowo · Horror
Not enough ratings
84 Chs

Sadewa (Chapter 49)

"Ada apa, Nak?" tanya Yahya dengan penuh kekhawatiran kepada laki-laki itu. Dewa pun menatap Yahya dengan penuh kemarahan.

"SIAPA KAMU SEBENARNYA?!" tanya Dewa dengan matanya yang seolah-olah hendak keluar. Tentu saja hal itu membuat semua orang kebingungan.

"A-apa maksudmu, Nak?" tanya Yahya. Dewa pun menatap mata pria itu dengan sangat tajam.

"Katakan yang sebenarnya," gumam Dewa dengan tatapan matanya yang begitu mengintimidasi itu. "Kamu mengenal Rusdiana kan?!"

Pertanyaan Dewa membuat mata Yahya terbelalak. Ia tak tahu kenapa Dewa tiba-tiba menyebutkan nama itu.

"K-kenapa kamu bisa tahu? Siapa kamu sebenarnya?" tanya Yahya. Ia merasa bahwa dirinya tak pernah menceritakan soal itu kepada siapapun, termasuk kepada Mr. Yo.

"Aku? Aku adalah seorang anak yang paling tidak diharapkan oleh anda untuk lahir di dunia ini," sahut Dewa. "Anda tahu? Gara-gara anda, dia terbunuh!"

Yahya tersentak setelah mendengar ucapan Dewa, ia benar-benar tak percaya bahwa laki-laki yang di hadapannya itu adalah seorang anak yang berasal dari darah dagingnya.

"J-j-jadi ... kamu? Kamu ... anak Rusdiana?" tanya Yahya sembari berusaha menyentuh Dewa. Namun, laki-laki itu justru menepis tangannya.

"Nggak usah pegang-pegang. Aku nggak sudi disentuh oleh pria jahat seperti kamu," ucap Dewa dengan tatapannya yang mematikan. Ia pun menarik tangan Amor dan pergi dari tempat itu. Sementara Yahya masih tak bisa memercayai yang baru saja terjadi. Tubuhnya terasa lemas. Bahkan, Mr. Yo berusaha untuk membopong pria itu ke sofa.

"Jadi, Dewa adalah ... anakku?"

*****

Amor saat ini tengah berada di rumah Dewa. Ia sengaja tetap berada di sana. Sebab, ia tak bisa meninggalkan laki-laki itu, apalagi pada saat seperti sekarang ini. Laki-laki itu terlihat terdiam sembari memijit pelipisnya. Amor bingung, apa yang harus ia lakukan agar laki-laki itu tidak merasa sedih lagi?

"Maaf kalau aku mengganggumu. Tapi, apa kamu nggak mau cerita sedikitpun ke aku mengenai apa yang terjadi?" tanya Amor sembari menatap laki-laki itu. Namun, laki-laki itu menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Maaf, tapi ... aku masih nggak bisa cerita apapun," sahut Dewa. Amor memahami, pasti masalah itu lebih berat dari dugaannya.

"Kalau gitu, aku nggak bisa maksa. Tapi ..." gadis itu pun menghadapkan wajah Dewa ke wajahnya. "Kalau kamu mau menangis, menangislah sebanyak yang kamu mau. Kalau kamu marah, luapkan semuanya, jangan dipendam. Aku akan selalu ada buat kamu,"

Entah kenapa setelah mendengar ucapan Amor, Dewa merasa sedikit menemukan ketenangan. Ia pun memeluk tubuh mungil gadis itu dengan erat.

"Terima kasih, Amor. Terima kasih ..."

*****

Di malam hari, Dewa memimpikan sesuatu. Yaitu, sesuatu yang berhubungan dengan ayahnya, Yahya. Pria itu terbaring di rumah sakit. Ia mengalami koma akibat penyakit jantung yang diderita. Terlebih lagi, ia sangat terkejut setelah mendengar ucapan Dewa tadi siang.

Dewa pun terbangun dari mimpi buruknya. Napasnya tersengal-sengal dan merasa sedikit takut. Ia tak tahu, apa yang membuatnya merasa takut?

Beberapa saat kemudian, seseorang menelepon Dewa. Laki-laki itu pun mengambil ponselnya dan mengangkat telepon.

"Halo?"

"Halo? Dewa? Kamu ada di mana?" rupanya orang yang menelepon itu adalah Mr. Yo. Dewa pun menjawab dengan sedikit malas.

"Di rumah, ada apa?" Dewa pun balik bertanya kepada pria itu.

"Tolong, kamu harus ke rumah sakit sekarang juga. Ayahmu ... penyakit jantung ayahmu kambuh hingga membuatnya terbaring di rumah sakit. Dan sekarang, ia mengalami koma," ujar Mr. Yo. Dewa pun terdiam, rupanya mimpi itu benar-benar terjadi. Di satu sisi, ia merasakan kesedihan yang mendalam. Ia tak mau ayahnya sakit. Namun di sisi lain, Dewa tak peduli dengan apa yang terjadi kepada Yahya.

"Itu bukan urusanku. Aku nggak peduli lagi," sahut Dewa. Mr. Yo sangat terkejut mendengar ucapan Dewa. Ia seperti bukan Dewa yang biasanya.

"Aku tahu kalau kamu kecewa. Tapi, bukan berarti kamu harus membalas perbuatan ayahmu seperti ini. Kalau kamu kayak gini, apa bedanya kamu dengan ayahmu?" Mr. Yo berusaha menasehati Dewa. Sejujurnya yang dikatakan oleh Mr. Yo itu benar. Namun entah kenapa, ia merasa sangat berat untuk melakukan itu.

"Ya udah, terserah kamu mau jenguk ayahmu atau enggak. Yang penting, aku udah berusaha buat menyampaikan kewajibanku," ujar Mr. Yo. Tak lama kemudian, Mr. Yo pun menutup telepon itu. Sementara Dewa masih benar-benar bingung harus berbuat apa untuk saat ini.

Dewa pun melihat jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 23.30 WIB. Ia pun menelepon Amor. Tak lama kemudian, gadis itu mengangkat teleponnya dengan suara serak akibat baru saja bangun tidur setelah mendengar ponselnya berdering.

"Ada apa, Sayang?" tanya Amor. Laki-laki itu pun akhirnya menceritakan semuanya kepada Amor. Mendengar cerita Dewa, Amor pun tersenyum.

"Kamu tahu? Aku nggak bisa paksa kamu buat maafin ayah kamu. Karena memaafkan seseorang itu memang sulit. Tapi ... nggak ada salahnya kan kamu jenguk beliau?" ucap Amor. "Se'enggaknya, kamu masih bisa bertemu dengan ayah kamu,"

Benar, semua yang dikatakan Amor itu memang benar. Memaafkan seseorang itu memang sulit. Terlebih lagi jika orang tersebut melakukan kesalahan besar hingga membuat luka hati yang mendalam. Namun, bukan berarti perbuatan orang tersebut harus dibalas dengan perbuatan buruk juga bukan? Terlebih lagi kepada orang tua sendiri ...

***** TBC *****