41 Sadewa (Chapter 41)

Hari ini, rombongan para murid itu hendak pulang ke Jakarta. Rekreasi menyenangkan yang mereka semua impikan, justru berakhir dengan kenangan pahit. Kecelakaan itu menimbulkan kenangan pahit bagi semua orang. Terutama bagi Dewa. Ia tak masalah jika semua orang sangat membencinya. Namun, ia masih sangat menyesalkan kegagalannya dalam menyelamatkan semua orang.

Dewa dan Benny pun telah melakukan check up dari hotel. Benny mencoba untuk menghibur Dewa dengan cerita-cerita lucu. Namun, laki-laki yang ia hibur itu hanya menanggapinya dengan senyum paksa.

"Woy, Wa! Jangan sedih terus dong, kan gue jadi ikutan sedih," ujar Benny sembari memanyunkan bibirnya. Dewa pun mengembuskan napas panjang, dan menatap langit-langit di dini hari.

"Daripada merasa sedih, gue justru berdosa," sahut Dewa. "Di hari itu, harusnya gue nggak ninggalin mereka. Seharusnya, gue berusaha buat nyelamatin mereka sampai mereka mau menyelamatkan diri,"

Benny sedikit kesal mendengar ucapan Dewa. Ia merasa bahwa laki-laki itu terlalu berlebihan, sampai-sampai menyalahkan diri sendiri. Kenapa dia selalu seperti ini?

"Dewa, please. It's not your fault! Itu karena mereka semua nggak mau dengarin elo!" seru Benny. "lo harus bisa merubah mindset lo, jangan lo merasa kalau semua ini gara-gara elo. Ini udah takdir, Boy,"

Dewa terdiam. Memang benar yang dikatakan oleh Benny, semua yang terjadi adalah takdir. Namun, tetap saja ia tak bisa begitu saja menghilangkan perasaan itu...

*****

Semua orang telah siap. Mereka semua hendak menaiki bis pariwisata. Namun sebelum menaiki bis, tiba-tiba para siswa-siswi itu berkata kepada Dewa.

"Ngapain lo ikutan? Lo mau bikin kita semua celaka lagi?" celetuk Shinta. Benny dan Amor sangat terkejut mendengar ucapan perempuan itu. Sedangkan Dewa hanya bisa diam. Ia sama sekali tak berminat untuk berbicara kepada orang-orang yang seperti ini.

"Tau tuh. Sana, lo cari kendaraan lain. Kita nggak mau ada orang pembawa sial ikut sama kita!" seru salah seorang siswa yang disetujui oleh murid-murid lainnya. Amor tak bisa berbuat apa-apa. Yang bisa ia lakukan sekarang hanyalah menggenggam tangan Dewa dengan erat, agar laki-laki itu bisa kuat menghadapi orang-orang itu.

Mendengar ucapan para murid itu, Benny sangat geram hingga ia mengepalkan tangannya dengan sangat kuat. Ia tidak rela melihat orang yang pertama kali tulus bersedia bersahabat dengannya dihina-hina seperti itu.

"Kalian itu kenapa sih? Kalian bertingkah, seolah-olah ini semua adalah salah Dewa. Kalian salah! Nggak ada yang namanya anak pembawa sial, ini semua udah takdir!" seru Benny. "Rezeki, hidup, mati, semua itu udah rencana Tuhan, bukan karena Dewa!"

"Lo, Shinta. Harusnya elo berterima kasih karena Dewa udah nyelamatin elo. Kalo enggak, elo pasti udah jadi abu sekarang!" seru Benny. Sedangkan yang dinasehati justru memalingkan wajahnya.

"Kalian semua juga harusnya berterima kasih sama Dewa. Karena dia udah berusaha semaksimal mungkin berusaha buat nyelamatin kita semua," lanjut Benny.

"Apa? Berusaha buat nyelamatin? Lo nggak lihat kalau teman-teman kita banyak yang mati gara-gara dia nggak mau nolongin?!" seru Shinta. Benny hendak menjawabnya. Namun, Dewa menyuruh Benny untuk menghentikan itu dengan aba-aba. Sebelum berbicara, Dewa mengembuskan napasnya yang berat.

"Kalau kalian merasa gue seperti itu, gue minta maaf," ucap Dewa sembari menatap mereka semua.

"Dan kalau kalian mau pulang tanpa gue, silakan aja. Karena, gue bisa pulang sendiri," lanjutnya. Laki-laki itu meninggalkan semua orang begitu saja, disusul oleh Benny dan Amor.

*****

Setelah melaksanakan ibadah shalat subuh, mereka pun menunggu pesawat di ruang tunggu sebelum memasuki jalur pemeriksaan.

"Kenapa sih lo tadi ngelarang gue buat ngomong? Gue kesal banget sama cewek itu, sumpah!" Benny mengomel-ngomel dengan sendirinya. Dewa pun tersenyum mendengar omelan Benny.

"Karena itu semua percuma. Otak mereka udah ditutupi sama rasa benci mereka terhadap gue. Jadi, nggak bakalan mempan meskipun lo ngomong sampai ratusan kali," sahut Dewa.

"Aduh, lo tuh jadi orang sabar banget sih? Kalau gue mah boro-boro," ucap Benny.

"Harusnya, kalian nggak usah ngikutin gue. Ntar kalian juga dijauhin sama mereka," ujar Dewa. Amor pun menggenggam tangan laki-laki itu dan menatapnya sembari tersenyum.

"Karena, kita nggak butuh orang-orang munafik kayak mereka. Bener nggak, Ben?" ucapnya, gadis itu pun mengalihkan pandangannya pada Benny.

"Bener!" seru Benny. Entah kenapa, Dewa merasa sangat terharu dengan sikap kedua orang ini. Tak salah jika dirinya menjadikan Amor dan Benny sebagai orang-orang yang penting dalam hidupnya. Dewa bisa merasakan bahwa Benny dan Amor adalah orang-orang yang tulus terhadapnya. Dewa pun merangkul kedua orang itu.

"Makasih ... Makasih banget. Karena, kalian udah hadir dalam hidup gue ..."

***** TBC *****

avataravatar
Next chapter