webnovel

Pingsan di Pelukannya

Mobil sedan hitam membelah jalanan besar dengan tancapan gas yang sangat cepat. Ia terus melajukan mobilnya hingga tidak peduli dengan kendaraan lain yang menggunakan jalan ini. Ia menepikan mobilnya di pinggir jalan.

"Malam ini ada meeting, anda di mana, CEO Surya," suara panggilan dari sekertaris Lois di sana membuat Surya cepat melihat jam tangannya dan benar sepuluh menit lagi ia ada meeting.

"Kak, bisa cancel aja meeting hari ini, gue lagi ada urusan lain," ucap Surya menyenderkan tubuhnya pada jok mobil itu.

Suara berisik di ruangan sebrang sana yang di mana Lois berada di sana. Sudah pasti mereka yang akan meeting bersama Surya sudah menunggu dirinya.

"Semua orang sudah di sini untuk rapat, anda datang, CEO?"

Surya berdecak kesal. Sudah pasti Lois berada di tempat orang banyak sehingga dirinya memakai bahasa formal.

"Tunggu gue tiga puluh menit lagi. Kalau gue gak dateng sampe menit itu. Cancel," ucap Surya lalu mematikan panggilan itu.

Surya menyalakan mobilnya dan melaju cepat kembali membelah jalan besar. Ia berhenti ketika lampu merah, sebenarnya dirinya bisa saja menerobos tapi ia melihat banyak pejalan kaki yang melintas. Lamanya menunggu lampu merah membuat Surya membuka pintu mobil sebentar.

Tiba-tiba pintu mobilnya dibuka paksa dan dirinya dikeluarkan dari mobilnya. Segerombolan orang membawa dirinya dengan mobil hitam yang berada di samping mobilnya. Mobilnya dibawa orang lain dari mereka.

Surya memberontak melawan tapi dengan cepat mereka membius dirinya.

Sampainya di kawasan kumuh, bangunan besar tidak berpenghuni. Surya di lempar begitu saja ke lantai. Dirinya yang tengah pingsan, tersadar saat itu juga merasakan sakit pada tubuhnya. Salah satu dari mereka membuka penutup wajah dan mulut Surya. Saat itu juga Surya melihat banyak orang yang memakai pakaian hitam di depannya.

Apa semua ini?

Salah satu dari mereka membuka ikatan tangan Surya. Surya pun berdiri. Ia tidak mengerti dengan ini. Mengapa mereka membawa dirinya yang menurut dirinya pun tidak ada masalah dengan siapapun. Kalau menurut penglihatan Surya, mereka berjumlah empat puluh orang.

Bggruuhh

Surya mendapat satu pukulan tiba-tiba di perutnya membuat dirinya langsung meringis.

Bggruuhh

Bggruuhh

Surya tidak bisa diam saja. Kalau ia diam dipukuli dirinya yang akan menjadi kemenangan mereka.

Surya menendang orang yang berada di samping. Lalu menonjok mereka yang maju duluan.

"Hajar anak itu!!" suara perintah yang membuat Surya berhenti sesaat dan melanjutkan menghajar orang-orang itu.

Braakk

Bggruuhh

Bggruuhh

Braakk

Hanya membutuhkan sepuluh menit untuk menghajar dua puluh orang di sana. ia terus melakukan perlawanan. Ia tidak menyangka bila dirinya akan mendapat serangan sekali banyak seperti ini. Ia juga tidak tau kenapa lawan-lawannya ini sangat lemah dan tidak tau titik kelemahan saat berantem. Hanya membutuhkan sepuluh menit untuk menghajar sisanya.

"Lawan dia, sekarang!"

Sekitar delapan orang maju dari balik tembok. Surya menatap orang-orang itu dengan amarah. Ia terus menendang dan memukul orang-orang yang mengganggu ketenangannya.

Sampai akhirnya semua terkalahkan. Lalu suara motor bunyi dari belakang sana. Tentu saja dari mereka ada yang kabur. beberapa orang ada yang mati karena pertarungan itu dan ada yang merasakan sakit.

Surya menginjak kepala orang yang tadi mau memukulnya "Siapa yang nyuruh kalian?" ucap Surya.

Orang itu menggeleng tidak tau. Tangan orang itu yang tadi ingin mengambil kayu di sana tapi Surya hentikan karena kepala orang tadi ia injak.

"Siapa yang nyuruh lo?" teriak Surya.

"Sakittt - ampun," Orang itu meringis kesakitan.

"Siapa yang nyuruh?!" Surya lagi-laya menanyakan tapi belum ada respon dari orang itu.

"Ampunn, saya tidak tau siapa yang nyuruh saat saya menjalankan perintah" Ucap orang itu. Surya menjatuhkan kakinya dari kepala orang itu lalu Surya menarik rambut orang itu.

"Kalau lo gak mau bilang siapa dalang semua ini, semua orang di sini gak ada yang bisa keluar hidup-hidup."

"Saya gak tau, ampunin saya," ucap orang itu dengan nada menangis.

Surya melepaskan tangannya terus berdiri. Ia mengambil korek api di kantongnya, membuka-tutup korek api itu berulang kali. Ia melihat semua orang tergeletak di sana.

"Katakan halo pada api," ucap Surya datar.

Surya berjalan pergi keluar gedung itu. Ia terus membunyikan tutup korek api.

C'TLLEK

Korek apinya ia jatuhkan di situ, lalu beberapa menit gedungnya terbakar. Surya berjalan tidak peduli untuk menoleh ke belakangnya. Ia meraih ponselnya di kantong celana.

"Sekretaris Lois, gue masih ada waktu lima menit kan?!" ucap Surya.

° ° ° °

"Lo tau cowo ini?" tanya Jesin memperlihatkan poto dari Cesa dari ponselnya.

Cesa memperhatikan poto itu. Orang yang menurutnya tidak asing. Ia mencoba mengingat dan ternyata cowo itu yang bertemu dengannya di koridor kelas XII dan yang menolongnya saat itu.

"Gue yakin lo gak kenal. Dia kakel kita kelas xii ipa 2, ini gue gak sengaja ambil poto asal, dia masuk jepretan gue. Ganteng banget ya," ucap Jesin mengagumi foto cowo yang sedang berjalan di ponsel Jesin.

Cesa mengambil cepat paperbagnya. Ia membuka isi paperbagnya. Baju seragam sekolah yang sewaktu itu ia ambil ketika cowo itu membuang, ia sudah mencuci bersih dan menyetrika baju itu dengan wangi. Ia melihat kembali bed nama itu.

"Nama kakel ini. Surya. Ganteng banget," seru Jesin.

Setelah Cesa mendengar Jesin, ia semakin yakin kalau baju ini milik cowo yang bertemu dengannya kemarin di koridor kelas XII. Cesa menatap lurus ke depan, ia akan kembalikan ketika pulang sekolah nanti.

Ketika bell pulang berbunyi. Buru-buru ia membereskan bukunya dan keluar kelas cepat. Cesa melangkahkan kakinya menuju gedung A khusus kelas XII. Ia menatap gedung itu. Lalu menginjakkan kaki di gedung itu kembali. Semoga perkiraannya benar kalau cowo - kakak kelasnya itu kelas XII IPA 2. Ia menaiki tangga menuju kelas XII IPA 2. Lalu lalang kakak kelas lainnya membuatnya harus menyingkirkan dirinya takut tersenggol kakak kelasnya dan mendapat masalah.

BRRAKK

Usaha menghindar dari tubrukan menjadi sia-sia. Ia terjatuh di sana di pertengahan tangga. Kepalanya terbentuk pot bunga besar berbahan dasar semen kokoh itu. Keningnya berdarah.

Yang melihat itu tidak ada yang menolong Cesa sama sekali karena orang yang mereka takuti ada di sana, di depan Cesa. Cesa memegang keningnya dan melihat darah ketika melihat tangannya. Cesa menoleh, tatapan pertamanya pada baju seragam yang dipakai orang di depannya itu, sudah pasti ia kelas XII karena bajunya berbeda dengan kelas XI dan X. Matanya melihat bed nama orang itu Elisa Isabera, ia menatap orang di depannya itu.

"Lo kalo jalan yang bener. Jalan ngelawan arah yang salah ya lo," sarkas mulut cewe itu.

"Silakan lo lapor guru atau keluarga lo," ucapnya.

"Kak, El?!" Cesa menoleh juga ketika suara yang tak asing itu mendekat. Nesly ada di sana bersama mereka. Terlintas di kepalanya kalau cewe yang menabraknya - Elisa Isabera termasuk golongan kelompok Nesly.

"Why, kak?" tanya Hana Nazz di sana.

Mereka adalah sekelompok perempuan yang memiliki kuasa di sini. Tergolong dari keluarga kaya yang bisa mempermainkan atau memperbudak siapa saja yang berani melawan mereka. Sekelompok yang isinya enam orang. Kelas XII - hanya dua orang dan kelas XI - tiga orang dan kelas X - satu orang. Tradisi yang dipertahankan sampai sekarang harus beranggotakan enam orang, tidak peduli dalam angkatan berapa isinya yang penting anggota harus enam orang. Kelas XII - berhak menghakimi semua angkatan. Kelas XI - hanya berhak menghakimi kelas XI dan X. Kelas X - hanya berhak menghakimi kelas X

Satu sekolah ini khususnya perempuan menulikan pendengaran mereka untuk tidak berurusan dengan Nextsix. kaum cowo juga begitu mereka males berhadapan dengan cewe yang memiliki kekuasaan di sekolah ini.

Hana mengeluarkan uang sekitar satu juta dari dompetnya "Ini buat lo berobat" Hana melempar uang itu ke arah wajah Cesa.

Nesly mengambil dagu Cesa "Gak luka besar kok, tinggal ke rumah sakit aja bentar udah baikan," ucap Nesly.

"Kalau kurang pake uang gue juga," Anca - seangkatan Nesly dan Hana termasuk Nextsix memberikan lembaran merah ke Cesa.

"Kak, El, kita gak ada waktu lagi kalo masih di sini. Kak Nao udah di mobil katanya," ucap Nesly.

Elisa jongkok di hadapan Cesa lalu menampar Cesa "Lo gak minta maaf ke gue, gak masalah. Besok-besok kalo jalan pake tangan aja ya," ucap Elisa lalu berdiri.

Nextsix lalu pergi meninggalkan Cesa di sana. Tamparan Elisa membuat Cesa diam membatu. Cesa menahan sakit hati yang dalam, ia menahan sakit tamparan itu dan sakit bagian keningnya yang berdarah. Cesa merasakan hangatnya darah itu mengalir ke pipinya. Ia buru-buru mengelap darah itu. Ia beranjak berdiri mengambil paperbag yang sudah jatuh ke bawah tangga.

Ia naik kembali menuju kelas cowo itu. Ia membiarkan uang yang mereka tebarkan untuknya tergeletak di sana, ia tidak mau mengambilnya dan memilih pergi. Cesa menuju kelas XII IPA 2 ternyata kosong kelasnya dan kelas lainnya juga kosong. Ia turun kembali dari koridor kelas IPA itu. ia tidak tau di nama Surya - cowo yang menyelamatkannya itu. Darah yang terus mengalir dan dirinya terus menghapus darah itu. Ia melihat wastafel lalu membersihkan darah di keningnya itu dengan air mengalir.

Tiba-tiba dirinya mimisan saat itu juga. Ia mengeluarkan mimisan itu dengan air. Tapi terus saja keluar dan tidak mau berhenti. Ia memilih pergi dan menutup hidungnya dan sesekali kepalanya mendongak ke atas supaya darahnya tidak mengalir.

Baju yang sudah banyak bercak darah yang walaupun sudah ia bersihkan darahnya dengan air tetap saja warna merah masih menempel. Ia terus mencari keberadaan Surya. Di lapangan basket dan lapangan utama sekolah tidak ada Surya di sana. Di kantin pun tidak ada. Sampai ia menunggu di depan toilet cowo sampai mereka melihat ke arahnya dengan tatapan bertanya.

pilihannya terakhir tempat parkiran. Bila ia tidak melihat sosok Surya di sana. Ia akan menyerah dan memberikan baju itu besok hari.

Matanya melihat sosok Surya di sana yang tengah berjalan bersama temannya. Cesa mengelap kembali darah pada hidung dan keningnya. Ia merekahkan senyumannya karena benar kalau cowo itu adalah Surya.

Cesa berlari membawa paperbag itu dan dibiarkannya darah itu mengalir dari hidung dan keningnya.

"Kak Surya.. Kak Surya," teriak Cesa memanggil Surya.

"Kak Surya!" panggilnya kembali.

Surya yang merasa namanya dipanggil lalu menoleh bersama Arven secara bersamaan. Dua cowo berbadan tinggi itu melihat Cesa yang tengah berlari ke arah mereka dengan penampilan yang terbilang banyak darah. Cesa berhenti di hadapan Surya dan Arven.

Mereka melihat Cesa dengan jelas. Hidung dan kening berdarah. cewe di depan mereka menunjukkan paperbag dengan senyuman yang manis.

"Aku mau kemba- kembaliin baju kakak, nama ka-kakak kak Sur ~" Belum juga cewe di depan mereka menyelesaikan ucapannya. Cewe itu lebih dulu pingsan dan Surya menangkap tubuh Cesa secara reflek.

Surya menangkap tubuh Cesa yang tiba-tiba pingsan. Cewe itu pingsan dalam pelukannya.

"Ha? Cewe ini kenapa woy?!" Saat itu juga Arven panik.

"Surya, lo apain cewe ini?" tanya Arven.

"Pingsan sendiri," ucap Surya.

"Anjir yang bener," ucap Arven.

"Liat sendiri kan tadi," ucap Surya datar.

"Ini siapa lo. Lo kenal dia gak? Dia kenapa tiba-tiba pingsan, gila ini bener-bener gila."

Arven langsung meraih ponselnya "Gue telepon suster cantik sekolah ini dulu, tapi UKS masih buka? -- gak penting, yang penting gue telepon dulu, ck," ucap Arven yang akhirnya kesel dan dia buru-buru menelpon suster sekolah.

"Nomornya gak aktif," ucap Arven.

"Cewe ini siapa lo, wahai Surya?" tanya Arven.

Surya yang posisi tidak berubah. Ia melepaskan tas Cesa dan mengambil paperbag dari tangan Cesa lalu melemparkan pada Arven.

"Bawa itu," ucap Surya.

Surya membenarkan posisi cewe itu. Ketika tubuhnya juga seimbang. Ia memegang pinggang cewe itu dengan satu tangan dan tangan satunya meraih ponselnya di saku.

"Bawa mobil ke sekolah sekarang, sekarang!" ucap Surya menelpon lalu mengakhirinya.

Ia melihat cewe di pelukannya itu dengan darah di wajahnya. Darah yang tentunya sudah menempel pada bajunya juga. Surya mengangkat tubuh Cesa dengan bridal style. Dengan tangan kokohnya ia membawa ke parkiran mobil. Dimana mobilnya akan datang.

"Sur, bawa ke rumah sakit," Saran Arven mengejar langkah Surya.

"Gak."

"Terus lo mau bawa ke mana?" tanya Arven.

"Gak tau," ucap Surya.

Ketika mobilnya datang. Surya memasukkan tubuh cewe itu pelan-pelan di bagian belakang dan tasnya juga.

Surya melemparkan kunci motornya pada orang yang membawa mobilnya itu "Bawa motor gue."

"Sur, gue ikut," ucap Arven.

"Gak, Lo di sini," ucap Surya lalu masuk ke mobilnya.