1 Pilihan Hidup

Bab 1 Pilihan Hidup

Tak tak tak

Suara sepatu pantofel yang beradu dengan lantai marmer terdengar semakin nyaring kala sesosok pria paruh baya masuk ke dalam rumah diikuti seorang tangan kanan dan dua orang body guard-nya.

"Selamat sore tuan," sapa seoarang kepala pelayan betubuh besar dengan perut yang terlihat sedikit membuncit.

"Mun, dimana Attaya?" tanya Arya dengan sorot mata yang tajam.

"Nona Aya belum pulang tuan," jawab Mun sembari menunduk.

"Ckk anak itu benar benar harus diberi pelajaran," gerutu Arya. "Mun pangil Nyonya kemari" perintah Arya kepada pak Mun.

"Baik tuan." Pak Mun berjalan cepat menuju halaman belakang tempat dimana Mona sedang bersantai menikmati senja.

Langkah Mun terhenti tepat dihadapan sesosok wanita paruh baya yang sedang duduk sembari meminum teh herbal favoritnya. Dengan hati hati Mun mulai membuka suara.

"Selamat sore Nyonya," sapa Mun santun.

"Sore Mun, ada apa? Apakah ada yang ingin kau bicarakan?" tanya Mona seolah mengerti arti raut wajah Mun.

"Bu-bukan Nyonya, bukan saya," jawab Mun sedikit gugup.

Mona meletakkan tehnya lalu menegakkan tubuhnya bersiap mendengar jawaban Mun selanjutnya. "Lalu?" tanya Mona menyelidik.

"Tu-tuan besar memanggil nyonya. Beliau sepertinya sedang marah nyah" jelas Mun dengan suara bergetar.

"Ada apa lagi ini," desis Mona sembari memijit pelipisnya dengan kedua tangannya. "Baiklah dimana dia sekarang Mun?" tanya Mona kemudian.

"Tuan berada di ruang tengah nyonya."

"Oke. Ayo kita ke sana." Mona segera beranjak dari tempat duduknya dan berjalan menuju ruang tengah. Sementara Mun berjalan menunduk di belakang Mona.

Mona menarik nafas panjang kala langkahnya mulai memasuki ruang tengah ia memasang seyuman manis untuk menutupi rasa takutnya.

"Sayang, kau sudah pulang hemm?" sapa Mona lembut.

"Ya. Baru saja. Dari mana saja kau? Mengapa lama sekali?" tanya Arya dengan suara yang terdengar mengandung emosi.

"Aku duduk di taman sayang mencari angin segar sembari minum teh untuk menghilangkan penatku," papar Mona jujur.

"Jo bawa kemari mapnya." Tak menanggapi ucapan sang istri. Arya justru meminta meminta sang Asisten mengambilkannya sebuah map.

Jo mengeluarkan sebuah map dari balik jasnya lalu memberikannya kepada Arya. "Ini tuan," ucap Jo sembari menyodorkan sebuah map.

Tanpa basa basi Arya melempar map tersebut ke meja tepat di depan sang istri. Dengan hati hati hati Mona meraih map tersebut lalu melihat apa isinya. Mona membelalakkan matanya kala melihat isi map tersebut. Kali ini ia mengerti mengapa sang suami benar benar marah.

"Pa, ini salah mama. Mama yang terlalu memanjakan Aya. Tolong jangan hukum dia yang berlebihan ya," bujuk Mona.

"Papa sudah mengingatkannya berulang kali ma, dia harus dikasih pelajaran," ucap Arya dengan nada penuh emosi.

"Pa, kendalikan emosi papa. Kita bicarakanini baik baik ya," ucap Mona lembut mencoba meredakan emosi sang suami.

Pucuk dicinta ulam pun tiba, tak lama setelahnya Aya datang dengan wajah tanpa dosa. Ia menyapa kedua orang tuanya dengan wajah ceria namun diabaikan oleh keduanya yang membuat Aya bertanya tanya apa yang sedang terjadi.

"Yuhuuu… Aya pulang," seru Aya yang berjalan masuk ke dalam rumah.

"Sore ma pa, Aya pulang" sapa Aya ramah.

Aya mengernyitkan dahinya kala tak mendapat tanggapan dari orang tuanya. Ia lantas bergerak mendekat. "Ma pa ada apa? Mengapa kalian diam saja?" tanya Aya heran.

Arya sudah tidak tahan lagi. Emosinya sudah tak bisa ia bending lagi. Tanpa basa basi ia langsung saja melemparkan map yang berisi laporan pengeluaran kepada depan Aya.

"Pa apa ini?" tanya Aya terkejut.

"Baca!" seru Arya murka yang membuat nyali Aya menciut.

Aya membuka map tersebut. Ia tak menyangka jika kekhilafannya kemarin membuat tagihan sebanyak itu.

"Pa Aya minta maaf, Aya bisa jelasin semuanya," ucap Aya mencoba membela diri.

Arya diam tak merespon permintaan maaf sang putri karena ia sudah dikuasai amarah.

"Attaya, berikan kepada papa semua kartu kreditmu, papa akan mencabut semua fasilitasmu!" seru Arya dengan nada marah.

"Ta-tapi pa," sanggah Aya yang tak dihiraukan oleh Arya.

"Jo... Ambil tas itu dan bawa kemari," perintah Arya kepada Jonathan asistennya.

Dengan gerak sungkan lelaki yang akrab dipanggil Jo tersebut mengambil tas yang saat ini sedang dipakai oleh Aya lalu menyerahkan tas tersebut kepada tuannya. Sementara itu Aya hanya pasrah, saat ini Jo mengambil tasnya dan memberikannya kepada sang papa.

"Semuanya papa sita. Silahkan kamu berfikir dan memperbaiki diri," ucap Arya berlalu pergi.

Sama halnya dengan sang ayah yang marah, Aya yang saat itu masih remaja pun juga marah karena ia berfikir jika sang ayah kejam padanya. Meski pada kenyataannya dia lah sendiri yang salah. Aya diam diam pergi meninggalkan rumah tanpa membawa uang sepeserpun. Ia hanya membawa sebuah koper yang berisi baju dan dua buah tas serta ponsel miliknya.

Aya menghubungi Kinan. Ia meminjam uang kepada Kinan untuk ongkos naik taksi dan juga menyewa sebuah kamar kost. Beruntungnya Kinan adalah sahabat yang baik. Ia langsung memberikan pinjaman kepada sang sahabat tanpa mempermaslahkan kapan mengembalikannya dan untuk apa uang tersebut.

"Oke Aya ini pilihan hidup yang sudah kamu pilih dan kamu harus membuktikan kepada mereka jika kamu bisa bertahan hidup tanpa bantuannya" ucap Aya sebelum memejamkan matanya.

Tiga tahun Kemudian

Seorang gadis cantik duduk sendirian di kafe yang terletak di depan kampus, ia nampak sedang mengaduk aduk jus-nya menggunakan sedotan namun pikirannya menerawang jauh entah kemana hingga sebuah seruan mengagetkannya.

"Woiii…. Lu ngapain bengong sih" seru Kinan sahabat Aya yang setia menemani Aya saat masa masa sulitnya.

Aya memutar bola matanya malas dan berdecak kesal karena minuman yang berada di depanya hampir saja tumpah jika tangannya tak sigap. "Ckk lu bisa gak sih Nan gak ngagetin orang gitu?" sungut Aya kesal.

"Hei… Gue uda panggil panggil lu ya tadi. Tapi lu-nya aja yang gak denger malah asik ngaduk-aduk jus sembari bengong. Ish" Adu Kinan tak terima.

"Oke baiklah gue minta maaf… gue lagi kepikiran mama" tutur Aya yang membuat sang sahabat menoleh dan memperhatikan wajahnya.

"Kenapa lagi sih Ay? Lu berantem lagi sama bokap lu? Atau lu ada masalah?" Tanya Kinan berentetan.

"Gue rindu mama Nan. Dan gue pengen gitu jalan jalan sama mama kaya dulu lagi, curhat curhatan dan manja manja sama mama" beber Aya sembari mengingat masalalunya bersama dengan sang ibu.

Kinan menghembuskan nafas panjeng lantas memeluk sahabatnya itu. "Gue tahu bagaimana perasaan lu sekarang Ay… Jangan bersedih" bisik Kinan sembari mengusap lembut punggung Aya.

Ya… Pelukan dan support Kinan adalah obat mujarab untuk menenangkan hati Aya selama ini ketika ia merasa sedih dan terpuruk. Kinan mengendurkan pelukannya lalu menghapus jejak air mata yang jatuh dipipi Aya.

"Ayo kita temui tante besok? Gimana? Kita jalan bareng. Gue, lu sama tante Mona? Kita traktir tante Mona makan direstoran tempat biasa kita makan kita ajak tante jalan jalan ke tempat tempat yang biasa kita kunjungi. Gimana?" usul Kinan yang mebuat Aya terssenyum lalu mengangguk setuju.

"Nanti gue aja yang telpon tante… kamu tinggal terima beres" ucap Kinan yang mendapat balasan pelukan oleh Aya.

"Kinan…. Lu emang terbaik…" ucap Aya girang.

"Eh iya sampai lupa…" ucap Kinan yang sembari melepas pelukan Aya.

"Ada apa Nan?" Tanya Aya sembari mengernyitkan dahinya.

Kinan tidak menjawab Ia sibuk mengorek ngorek isi tasnya mencari sesuatu yang harus ia berikan kepada Aya. Sementara Aya menatap penasaran kea rah sang sahabat.

Bersambung…

Heihooo…. Kira kira apa ya yang akan diberikan Kinan kepada Aya sampe ngorek ngorek tas gitu? hehe

Ayo dong tinggalkan review kalian dikolom komentar ...

avataravatar
Next chapter