4 Mulai mengenal

Sudah beberapa hari Algis tinggal di rumah Panji semua berjalan baik, tidak ada drama seperti yang Algis bayangkan sebelumnya. Semua penghuni rumah bersikap baik padanya bahkan para pelayan pun juga ramah pada Algis. Malam ini Algis berencana ingin menemui dan bicara pada Panji. Sejak tinggal di kediaman rumah Pak Suryadi mereka berdua tidak ada interaksi yang berarti. Panji selalu berangkat pagi pulang sore kadang malam hari.

Mereka bertemu hanya ketika pagi hari saat sarapan. Algis membuka pintu kamar saat akan keluar kamar ia berpapasan dengan Panji yang saat itu akan masuk ke kamarnya.

"Baru pulang ya Mas Panji?" tegur Algis.

"Iya ... kamu belum tidur?"

"Mau ambil minum dulu di bawah." Algis menunjukan tempat air minum berbahan beling yang kosong di tangannya.

"Eummm ..." Hanya gumaman dan anggukan kepala dari Panji. Ia membuka pintu lalu mendorong pintu kamar. Namun, langkahnya terhenti ketika mendengar kembali suara Algis.

"Ada yang mau Algis omongin Mas."

Panji menoleh ke arah Algis. Menunggu kalimat Algis selanjutnya.

"Besok Algis pengen pulang ke rumah dulu, karena lusa Algis harus masuk kuliah lagi dan ada sesuatu yang mau Algis ambil di rumah."

"Ya udah besok pagi biar di antar sama sopir," jawab Panji.

"Iya mas ..." kata Algis sambil menganggukkan kepala. Ia menutup pintu lalu berjalan meninggalkan Panji yang masih berdiri di depan pintu kamarnya.

"Algis ..." Suara Panji menghentikan langkah Algis. Dia menoleh ke belakang dan melihat ke arah Panji.

"Besok biar aku aja yang antar. Aku gak kerja besok."

Algis mengulas senyum manis tanda ia setuju.

Esok harinya di pagi hari yang cerah Panji dan Algis sudah bersiap untuk pergi ke rumah orang tua Algis. Sesuai dengan apa yang mereka rencanakan semalam.

Pak Suryadi dan Bu Rina tidak ada di rumah, mereka berdua pergi pagi-pagi sekali ada urusan penting di luar kota untuk beberapa hari ke depan.

"Udah siap Gis?" tanya Panji sambil menyambar kunci mobil di atas meja ruang keluarga.

"Udah mas." Algis berdiri tepat dihadapan Panji. Pemuda manis itu memakai kemeja longgar dengan motif garis garis biru. Dua kancing atas terbuka memperlihatkan sedikit dada putih dan mulus miliknya.

"Ayok jalan."

Panji berjalan ke arah mobil diikuti Algis di belakangnya. Mereka berdua bergegas masuk ke dalam mobil. Tak lama Panji menghidupkan mesin mobil. Pintu gerbang terbuka secara otomatis dan perlahan mobil Panji meninggalkan pelataran rumah.

Di dalam mobil tak ada obrolan di antara mereka keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing. Panji fokus menyetir mobil sedangkan Algis hanya diam menikmati pemandangan luar sambil sesekali mengikuti alunan lirik lagu pleas dont go by joel adams.

"Now ... pleas dont go, most nights i hardly sleep when iam alone."

Tanpa sadar Algis ikut melantunkan lagu yang di putar Panji. Kepalanya manggut-manggut mengikuti musik.

"Suka sama lagunya Gis?"

Algis menoleh ke arah Panji, dia tersenyum.

"Kenapa ketika tersenyum seperti itu dia manis sekali," batin Panji.

"Enak lagunya Mas, Algis suka. Semua lagu Algis suka asal enak di dengar."

"Oh ya lagu baby shark  juga suka dong, itu juga enak di dengar iramanya" kata Panji sambil sedikit menoleh ke arah pemuda manis yang duduk di kursi penumpang di sampingnya.

mendengar itu Algis terkekeh, mata Algis terlihat begitu bening dan bersinar. Wajahnya tampak berseri.

"Ya boleh juga itu Mas, baby shark...doo...doo...doo...doo..dooo baby shark doo..dooo baby shark..." Algis

menyanyikan lagu baby shark dengan ekpresi wajah imut serta senyum terus mengembang di bibirnya yang ranum dan lembab.

Panji terseyum melihat tingkah Algis, sekali lagi ia menoleh ke arah pemuda manis di sampingnya. Setelah beberapa hari tinggal bersama baru kali ini Panji memperhatikan wajah pemuda itu dengan seksama.Wajah Algis putih bersih, bibir mungil dan penuh. Mata bulat serta hidung bangir, jika terseyum dia sangat manis menawan.

Tanpa sadar panji gemas melihat Algis. Biasanya ia tak memperhatikan karena kesibukannya oleh perkerjaan. Dia pun tidak tau apa yang dilakukan Algis ketika di rumah. Papa dan Mama selalu sibuk dengan urusan mereka yang tak ada habisnya.

Sebagai anak tunggal Panji bisa merasakan di rumah besar seorang diri itu tidak enak. Apa karenana ini Algis minta berkunjung ke rumah orangtuanya. Apa dia kesepian dan homesick.

"Oh ... ya kamu kuliah di mana?"

"Algis kuliah di univesitas xxx, ambil jurusan seni rupa. Algis suka melukis Mas."

"Oh anak seni, biasanya anak seni itu penampilannya nyentrik. Kok kamu justru seperti idol?"

"Gak semua anak seni berpenampilan nyentrik Mas, ada yang kayak Algis kok."

"Kapan-kapan bisa ya lukis aku."

Algis menoleh ke arah Panji. Memastikan dia tidak salah dengar.

"Dengan senang hati kalau Mas Panji mau."

"Ya kapan-kapan saja, sekarang lagi sibuk banget urusan kerjaan. Belum lagi mama yang nyuruh ini dan itu buat urusan resepsi pernika ...."

Panji menggantung kalimatnya. Ada rasa tak nyaman di hatinya jika melanjutkan kalimat itu. 

"Tenang aja Mas, kak Ajeng pasti sudah kembali pulang sebelum resepsi pernikahan."

"Ehmm ... iya" sahut Panji seadanya. Raut wajahnya berubah seperti hari-hari sebelumnya. Suasana kemudian menjadi canggung tak ada obrolan atau bercanda lagi setelah itu. Keduanya diam membisu hingga mereka sampai di rumah orang tua Algis.

Panji dan Algis sudah sampai di depan rumah Pak Prayitno. Algis bergegas keluar dari mobil, ia berlari kecil menuju pintu rumahnya. Dia sudah tidak sabar ingin segera bertemu dengan kedua orang tuanya.

Tak lama pintu terbuka, dari balik pintu keluar Bu Ambar. Wanita paruh baya itu terkejut melihat putra kesayangannya tiba tiba ada di depan rumah.

"Ibu ... Algis kangen ... " Algis berhambur memeluk tubuh ibunya.

Bu Ambar membalas pelukan Algis dibelainya surai hitam itu dengan penuh kasih. Wanita itu pun sangat merindukan anak laki-laki kesayangannya.

"Kok gak telpon kalau mau ke sini Gis ...?" Bu Ambar melepas pelukan Algis.

"Emang kenapa harus telpon dulu? Apa Algis gak boleh pulang?" jawab Algis dengan bibir manyun cemberut. Tentu saja ia tak sungguh-sungguh merajuk.

"Uhhh ... anak ibu ini." Bu Ambar mencubit sayang hidung Algis.

"Ya udah ayuk masuk."Bu Ambar mengajak Panji dan Algis masuk kerumah.

Panji duduk di ruang tamu sementara Algis pergi ke kamarnya mengambil sesuatu yang dia butuh kan untuk mulai kuliah  besok.

Algis kembali keruang tamu dengan membawa sebuah buku dan tabung lukis miliknya.

"Bapak mana Bu? Kok gak ada?"

"Bapak kerja dong Gis, ini kan hari kerja.Coba tadi telepon dulu Bapak kan bisa izin gak masuk."

Mendengar penjelasan ibunya Algis menoleh kenarah Panji. Algis baru sadar hari ini memang bukan hari libur lalu kenapa Panji tidak masuk kerja apa dia sengaja tidak pergi kerja untuk mengantarnya pulang.

"Kalian santai di sini dulu ya, Ibu ke dapur siapin makan siang buat kalian" kata Bu Ambar sebelum meninggalkan anak dan menantunya untuk kembali tenggelam di dapur menyipakan hidangan makan siang.

"Mas panji sengaja gak masuk kerja ya hari ini?" tanya Algis.

"Aku bosnya, kerja ataupun gak itu gak masalah."

"Kok gitu Mas ... kan Algis bisa sama sopir atau naik taxi aja tadi."

"Pak Tori antar Mama dan Papa ke bandara pagi-pagi sekali."

"Kalau gitu bisa naik taxi."

"Gak bisa bahaya!" tegas Panji.

Algis mengerutkan kening.

"Bahaya kenapa Mas?"

"Nanti diculik sama sopir taxi."

Algis mengulum senyum mendengar Panji mulai mau bercanda lagi.

"Ngada-ngada aja Mas Panji ini ...."

"Lagi pula sudah jadi tugas suami buat antar istrinyakan" kata Panji santai, tanpa ekpresi. Berusaha tetap pasang wajah cool.

Semburat rona merah di pipi Algis, pemuda manis itu tidak tahan untuk menahan senyum entah senyum untuk rasa yang bagaimana senangkah dia, tiba-tiba hatinya menghangat. Algis sadar kata-kata Panji hanya godaan seperti saat Panji memintanya membuatkan kopi dan sarapan sebagai tugas seorang istri di hari pertama pernikahan mereka.Tapi entah kenapa kali ini ada rasa aneh yang Algis sendiri tak mengerti.

xxxx

Drrrtt drrttttt ....

Suara getar handphone di atas nakas tempat tidur mengejutkan Algis yang baru saja akan bersiap untuk tidur. Tertera nama Mama memanggil, Algis menekan yes telpon pun tersambung.

"Hallo ... Algis, belum tidur kan?" tanya suara di sebrang telpon.

"Belum Ma, ada apa Ma?"

"Mama Papa besok belum bisa pulang masih ada urusan. Tolong kamu jaga Panji ya ... bangunkan dia tiap pagi pastikan dia pulang tepat waktu. Gak apa apa kan Algis?"

"Iya Ma, besok Algis akan bangunin Mas Panji."

"Oh ya besok kamu mulai kuliah kan, minta antar sopir atau bareng Panji kalo gak kepagian."

"Baik Ma ...."

"Ya sudah kalau begitu, kamu istirahat. Jaga diri baik-baik ya Gis. Selamat malam."

"Selamat malam Ma."

Tut...tut... tut...

Sambungan telpon terputus. Algis meletakkan handphonenya kembali di atas nakas. Diraihnya jam weker lalu ia setel di angka pukul 05.00. Dengan begitu Algis tidak akan telat bangun esok pagi.

xxxx

Kriiiiiiiiingggg....

Algis terbangun dari tidurnya di luar masih sedikit gelap Algis beranjak dari tempat tidur berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan diri lalu bersiap-siap.

tepat pukul 06.00. Algis ke kamar Panji. Ia berdiri di depan pintu kamar.

"Tok...tok..tok...." Algis mengetuk pintu,

tak ada sahutan. Di ulang lagi mengetuk pintu namun masih tetap tak ada sahutan dari dalam.

Algis meraih kenop pintu lalu perlahan ia buka pintu, pintu tidak di kunci. Sehingga Algis bisa masuk ke kamar Panji. Kamar panji sedikit gelap hanya penerangan lampu tidur.

Di atas tempat tidur, Panji masih tertidur lelap sambil memeluk guling erat. Algis tak habis pikir padahal sudah ada pendingin ruangan tapi kenapa Panji tidur tanpa pakai baju. Kalau dirinya yang seperti ini pasti sudah masuk angin.

" Mas ... Mas ... Mas Panji ...." Algis mencoba membangunkan dengan cara menggerak-gerakan kaki Panji yang tertutup selimut. Namun tak ada pergerakan dari Panji.

Algis mendekatkan wajahnya ke telinga Panji lalu berbisik, "Mas ... bangun ...."

"Eummmmm"

Panji bergerak tapi hanya pindah posisi tidur. Dia masih belum bangun. Panji sepertinya tidak mau tidurnya saat ini diganggu. Dia sedang bermimpi indah, dia sedang bersama seseorang yang sangat manis sosok itu memeluknya. Panji sangat senang dia balas memeluk orang itu, tubuhnya ramping baunya wangi manis. Sungguh membuat Panji ingin terus memeluk tubuh itu namun samar-samar Panji mendengar rontaan seseorang.

"Mas lepasin ...."

Saat ini tubuh Algis berada dalam pelukan Panji. Ia berusaha melepaskan diri, tapi Panji justru makin mengerat kan pelukannya.

"Mas ... panji lepasin Algis Mas...."ronta Algis.

Bukanya terlepas dari pelukan Panji. Tiba-tiba saja tanpa Algis duga Panji memutar posisi, dalam hitungan detik punggung Algis langsung bertemu dengan kasur. Tubuhnya di kungkung oleh Panji. Dalam keadaan kesadaran yang sepenuhnya belum kembali Panji berada di atas Algis.

"Mas panji ... lepasin."

Perlahan Panji membuka mata dilihatnya wajah Algis dihadapannya. Jarak wajah mereka hanya beberapa centi, hidung mereka hampir bersentuhan. Panji tertegun bingung. Kepalanya loading sesaat, kenapa Algis ada di kamarnya di tempat tidurnya dan di bawah tubuhnya.

"Mas ... itu ...."

Algis menunjuk dengan mata ke arah bawah milik Panji. Pipinya merona, dia bisa merasakan milik Panji mengeras. Panji mengikuti ke mana arah pandang mata Algis, menyadari sesuatu Panji buru-buru bangkit dari posisinya. Dia berdiri canggung garuk garuk kepala yang tak gatal. Algis bangkit dari kasur lalu membenahi pakaiannya yang sedikit berantakan.

"So-sorry, tadi aku mimpi."

"Dan yang ini bukan apa apa, biasa cowok hal alami kalo pagi." Panji terlihat salah tingkah.

"Algis tadi cuma mau bangunin Mas Panji, tapi Mas susah banget bangunnya."

"Maaf membuat kamu repot."

"Gak apa-apa Mas, ya sudah Mas mandi dan siap-siap."

Algis berjalan keluar dari kamar Panji. Wajahnya memanas jantung rasanya berdegup tidak karuan. Perasaan itu sangat asing buat Algis dia tak mengerti rasa apa ini, kenapa seperti ini. Bayangan kejadian beberapa menit yang lalu membuatnya malu gugup entah ada rasa apa.

Algis tidak bisa mendiskripsikan dia bukan anak ABG lagi, dia memasuki usia 20 namun Algis tidak punya pengalaman untuk urusan hati Algis belum pernah berpacaran dia pun tak punya banyak teman dia pemuda yang pendiam mudah gugup jika berhadapan dengan orang asing.

Panji menarik rambutnya sendiri dengan kedua tangannya. Dia menyesali apa yamg barusan terjadi, apa yang telah dia lakukan di mana akal warasnya kenapa dia tiba-tiba memeluk Algis begitu intim. Dan mimpi itu Panji tak mengerti kenapa dia tiba tiba mimpi seperti itu, Apa karenana sudah lama dia tidak menyalurkan kebutuhan biologinya. Ah Panji ingat sejak perjodohan dan pernikahan. Panji tak ada waktu untuk bertemu salah satu koleksi gadis miliknya yang siap ia gunakan ketika hasrat biologi membutuhkan pelepasan.

Panji dan Algis duduk berdua di meja makan. Keduanya terdiam suasana menjadi canggung. Panji menyibukkan diri memakan sandwich di tangannya.

"Mas ... Algis boleh ikut mobil Mas Panji kan. Telat gak ke kantornya kalauo harus anterin Algis dulu?" tanya Algis memecah kesunyian.

"Ahh iya gak apa-apa masih banyak waktu kok."

Ruang makan kembali hening keduanya melanjutkaan makan tanpa kata. Ada rasa sedikit tak enak di hati Algis. Baru saja kemarin saat mengantarnya pulang kerumah, Panji mulai banyak bicara padanya. Ada interaksi antara mereka tapi sekarang keadaan kembali seperti semula ada rasa canggung di antara mereka berdua. Wajah Panji kembali datar tenang dan Algis kali ini tak menyukai itu.

bersambung....

                

avataravatar
Next chapter