webnovel

11 : Home

Mungkin dirimu yang dapat membuatku merasa kaya, kaya akan cinta. Dimanapun.. ditempat mewah sekalipun, akan terasa hampa. Bersamamu... diujung duniapun terasa seperti dirumah. Ketahuilah diriku hingga yang terdalam.

_____________________________________________________________________________________

Hari menghitung hari dan membuat semuanya berjalan semakin cepat. Toko buka terasa lebih cepat. Para pekerja seakan-akan berlari sembari membawa gelas minuman, para wanita muda makan dengan lahap. Itu semua berlaku hanya untuk Hye Jin. Dunia berputar jauh lebih cepat baginya hingga sekarang ia benar-benar tidak ingin beranjak dari tempat tidurnya.

Tubuh Hye Jin kelelahan mengejar semua persiapan. Mencoba gaun, makanan, melihat gedung pernikahan. Hye Jin bahkan tidak sempat menyiapkan mentalnya sendiri sehingga setiap pagi ia merasakan hal yang tidak nyaman ketika pertama kali ia membuka mata.

Terbesit dalam benak Hye Jin pergi ke rumah dimana ia hidup. Hye Jin beranjak dari tempat tidurnya. Sudut matanya melirik handphone yang tergeletak dimeja riasnya. Ia yakin banyak panggilan dari Jimin atau Joonie Oppa yang kelewat semangat mempersiapkan semuanya hingga ia akan menanyakan setiap detailnya. Ia sangat berusaha membuat Hye Jin menyukai yang ia pilih dan jika Hye Jin tidak suka, ia tidak akan kehabisan akal untuk mencari jalan keluar. Joonie Oppa benar-benar seperti Ayah dan Jimin terlihat menghargainya walaupun ia tetap tidak banyak bicara.

Hye Jin sudah selesai mandi dan sekarang ia sedang bersiap-siap untuk menaruh perlindungan wajahnya. Ia duduk didepan cermin dimeja riasnya. Handphone yang sudah ia silent berkedip-kedip dan memunculkan nama Jimin. Hye Jin tidak ingin lelaki itu tiba-tiba ada disofa ruang tamunya lagi jadi Hye Jin mengangkat telfonnya.

"wae?", ujar Hye Jin dengan nada tidak mencerminkan besok mereka akan menjadi suami istri.

"Joonie Oppa mencarimu. Tolong jangan menghilang", jawab Jimin yang sudah frustasi karena terror dari Nam Joon.

"Aku ingin pergi sebelum besok kita ..." Hye Jin tidak ingin melanjutkan kalimatnya.

"Kemana?".

Hye Jin mengernyit, "Apa kau tidak membaca fikiranku?".

"Kita ribuan mil dan aku tidak ingin menguras tenagaku. Cepat katakan".

Hye Jin menghela nafasnya, "Ke panti asuhan tempat ku tinggal dahulu".

Jimin tidak bersuara.

"Perlukah ku temani?", suara ditelinga Hye Jin sangat lembut.

"Tidak. Aku ingin pergi sendiri. Ku tutup ya. Sampai jumpa besok".

Hye Jin buru-buru menutup handphonenya dan menekan power off. Ia ingin merasa nyaman sebelum ia merasa terlalu bodoh saat esok hari.

.

.

.

Langit yang sangat cerah menemani Hye Jin berjalan disebuah pedesaan tempat ia dibesarkan oleh seseorang yang memiliki panti asuhan kecil. Tidak banyak anak yang ia hidupi dirumah mungil itu namun kasih sayang beliau sangatlah berbekas pada ingatan Hye Jin. Walaupun mereka harus bergotong royong demi membantu menyiapkan makanan, berkebun, mencuci pakaian dan lain sebagainya.

Hye Jin sangat ingat bagaimana ia menjalani kehidupannya sebagai seorang anak yatim piatu. Disepanjang jalan ia menitikkan air mata mengingat kehidupan masa kecilnya hingga sekolah menengah atas. Hye Jin ingat bagaimana ia menangis saat ia memutuskan untuk merantau ke Seoul demi bekerja. Pada saat itu Hye Jin dipanggil untuk interview oleh Taehyung di Seoul. Ia dibekali uang oleh Eomoni. Perempuan baik itu bernama Young Ae Eomoni.

Sudah lama Hye Jin tidak dapat menghubunginya. Karena kesibukkannya di Magic Shop Hye Jin tidak sempat untuk berkunjung. Terlebih rasa sedih yang sekarang ia rasakan yang membuatnya tidak kuat menginjakkan kaki disini. Terlalu banyak kisah pahit setelah ia ditinggal orang tuanya. Hye Jin selalu merasa kesepian karena dipanti mereka memiliki umur yang jauh berbeda.

Hye Jin menyeka matanya saat kakinya sudah sampai didepan rumah tua. Namun ia merasa kejanggalan pada rumah yang dulu terlihat sangat asri sekarang terlihat kumuh dan juga gersang. Hye Jin masuk kedalam halaman yang dulu tempatnya menjemur pakaian sekaligus tempat bermain para adik angkatnya. Halaman itu sangat kotor dengan sampah dan juga salju menumpuk.

Rumah ini terlihat sangatlah kosong dan juga kotor. Hye Jin mengetuk pintu dan tidak ada respon. Ia mengetuk semakin keras. Ada perasaan yang semakin menyekiknya. Seorang ahjumma datang tergopoh-gopoh.

"Ada butuh apa kau datang kesini?", tanya Ahjumma.

"Apa anda tahu dimana Young Ae Eomoni?", tanya Hye Jin.

"Beliau sudah lama meninggal dan semua anak dipanti ini di pindahkan di panti asuhan dikota. Apa kau tidak tahu?".

Seperti ada badai salju didalam diri Hye Jin. Ia terjatuh duduk pada tangga kecil dan membuat sang Ahjumma khawatir.

"Apa kau tahu dimana kuburannya?".

"Sebelum meninggal, ia berwasiat untuk menuangkan abunya dilaut jadi tidak ada yang tersisa", jelas Ahjumma dengan wajah yang mengkhawatirkaan gadis didepannya, "Ayo kerumah Ahjumma. Disini dingin".

Hye Jin menggeleng, ia semakin tidak kuat berada disini..

Ahjumma memaksanya namun Hye Jin bersih keras tidak ikut dan akhirnya Ahjumma menyerah karea ia sudah terlalu tua untuk menahan hawa dingin dan ia meninggalkan Hye Jin yang masih terduduk dengan air mata mengalir.

Hye Jin mengutuk dirinya sendiri tidak mengetahui apapun mengenai panti asuhan ini. Ia merasa seperti manusia paling egois dan tidak tahu terima kasih. Hye Jin berusaha menguatkan dirinya. Ia menangis dengan keras sembari menyusuri jalan.

Seseorang memperhatikannya dengan sorot mata yang khawatir dan juga terlihat lelah. Hye Jin membersihkan linangan pada matanya dan ia menangkap Jimin berjalan kearahnya. Sepersekian detik Hye Jin didekap dengan erat. Tidak ada suara dari bibir Jimin. Hye Jin menyerah, ia menangis sejadi-jadinya. Tidak mempedulikan seberapa banyak Jimin membaca fikirannya kali ini. Ia tidak lagi dapat menutupi apapun pada Jimin termasuk hal ini karena Jimin sudah terlanjur masuk kedalam hidupnya.

Jimin semakin mendekap erat Hye Jin. Walaupun ia merasa lelah karena berusaha mencari tahu apa yang Hye Jin fikirkan. Ia merasa ada yang salah karena selama Hye Jin pergi, fikirannya semakin merana dan menunjukkan kesedihan dengan semua kenangan-kenangan yang seharusnya manis namun perempuan itu membuatnya menjadi rasa sakit dan kesepian yang amat dalam.

Jimin melepas pelukannya, ia membalikkan badannya, "naiklah ke punggungku".

Hye Jin kebingungan. "untuk apa?".

"Aku tidak membawa mobil dan disini pasti sangat dingin. Aku akan membawamu ke tempatku. Apa kau tidak tahu? Rumahku berada dihutan yang tidak jauh dari sini".

Hye Jin masih tidak paham, "aku bisa berjalan".

Jimin membalikkan badannya dan menyentil jidat Hye Jin, "itu terlalu lama dan kau bisa mati membeku. Cepat!".

Hye Jin tidak dapat lagi berdebat maupun menolak. Ia mematuhi ucapan Jimin dan memejamkan matanya.

*

*

*

>To Be Continue<