26 NAFAS DI UJUNG SENJA

Maafkan paman." tangan Ardham jatuh terkulai seiring mata Ardham yang mulai meredup dan terpejam. Nadine menangis histeris dan memanggil nama Ardham.

"Pamannnn Ardhaaaammmmmm!"

Suara sirine ambulans memecah suasana yang tegang. Beberapa orang yang mengerumuni Ardham terpaksa di halau oleh beberapa petugas kepolisian.

Nadine hanya bisa menatap nanar kesibukan para medis yang tergopoh datang menghampiri Nadine dan Ardham.

"Nona! harap anda minggir sedikit, kita harus mengangkatnya secara bersamaan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan, melihat kondisi korban sampai mengeluarkan darah dari mulutnya. Isakan Nadine semakin pilu, menatap tubuh Ardham yang di angkat beberapa orang dan di letakkan di atas brankar, dengan sekali angkat Ardham di bawah masuk ke mobil ambulans. Nadine mengikuti dari belakang dan ikut masuk ke dalam mobil. Di samping Ardham, Nadine bergumam dengan beribu-ribu doa untuk keselamatan Ardham. Airmata tak berhenti mengalir deras dari sela kedua matanya.

"Ya Tuhan, selamatkan paman Ardham, jangan ambil paman dariku Ya Tuhan. Aku tidak ingin kehilangan lagi orang yang ku cintai, cukup sudah kedua orangtuaku yang telah Kau ambil. Beri aku kesempatan untuk membahagiakan dan mencintai paman Ardham Ya Tuhan." jerit hati Nadine berdoa untuk Ardham. Nadine menatap wajah Ardham yang sebagian darah telah mengering menempel di sana. Darah yang kering yang menempel di sela bibir Ardham di bersihkannya pelan dengan tissu basah yang selalu di bawahnya Wajah Ardham terlihat pucat.

Nadine terisak-isak tiada henti. Dengan tangan yang masih gemetar, Nadine menelpon Anna yang posisinya masih di luar kota.

"Hallo Bi An."

"Ya..hallo Nadine, kamu kenapa menangis sayang? ada apa?"

"Paman ardham, Bi An..kecelakaan. Sekarang Nadine bawa ke rumah sakit."

"Ya Tuhan Ardham! baru tadi pagi sekali dia menelpon Bi An, di rumah sakit mana Ardham di bawa Nadine?"

"Belum tahu Bi An, kalau sudah sampai Nadine beritahu."

"Ya...ya Nad, telpon Bi An jika terjadi apa-apa ya sayang, Bi An segera pulang hari ini."

Setelah memberitahu Bi An, Nadine juga menghubungi Bella juga Marvin. Bella yang tahu situasi yang memang sangat berbahaya segera memberitahu Abay.

Nadine masih berdiam di tempatnya, sambil mengemggam tangan Ardham untuk memastikan tangan Ardham masih hangat.

Sampai di rumah sakit, para medis membuka pintu ambulans dan kembali mengangkat tubuh Ardham untuk di pindahkan ke brankar dorong rumah sakit yang sudah di siapkan. Nadine pun turun dengan cepat.

Dalam keadaan bingung Nadine tak tahu lagi harus berbuat apa selain menangis melihat Ardham yang di tangani dokter dan para medis lainnya. Ardham yang berada di atas brankar nampak semakin terlihat pucat dengan matanya yang masih terpejam rapat.

"Nadi pasien sangat lemah, kita harus segera melakukan operasi besar ada indikasi luka benturan hebat di daerah perutnya, hasil awal bisa jadi hati dan ginjal yang terkena benturan hingga menyebabkan pasien muntah darah." ucap salah satu dokter.

Nadine yang mendengarnya serasa lumpuh pada kedua kakinya, Nadine tak sanggup lagi untuk berdiri. Bella dan Marvin terlihat datang dengan tergopoh-gopoh.

"Nadine kamu tidak apa-apa kan?" tanya Marvin meraba semua bagian tubuh Nadine.

"Aku tidak apa-apa Marv, hanya paman yang terluka parah." jawab Nadine dengan hati sedih. Marvin memeluk tubuh Nadine mencoba menenangkan hati Nadine.

"Bagaimana dengan Ardham? luka Ardham tidak parah kan?" tanya Bella pada Nadine.

"Paman di bawah ke ruang operasi tante,

katanya ada benturan yang keras yang menyebabkan hati dan ginjal paman bermasalah." cerita Nadine kembali dengan isak tangisnya, jika mengingat bagaimana saat tubuh Ardham terpental, dengan darah yang tak henti keluar dari mulut Ardham.

"Nad, apa kamu sudah memberitahu Anna?" tanya Bella

"Sudah Tante." jawab Nadine, seraya melepas pelukan Marvin.

"Terus apa katanya, apa dia langsung pulang?"

"Ya Te." jawab Nadine, pikirannya sama sekali tidak bisa mencerna dengan baik, hingga membuatnya sedikit malas untuk berbicara, pikiran dan hatinya hanya tertuju pada Ardham.

"Apakah di sini ada yang mempunyai hubungan lebih dekat dengan pasien?" tanya dokter yang barusan datang keluar dari ruang operasi.

Bella menatap Nadine.

"Ini Nadine dokter, ponakan pasien. Memang ada apa ya dok?" tanya Bella.

"MNKami membutuhkan tanda tangan dari keluarga pasien, karena kita harus melakukan operasi secepatnya,...hati dan ginjal pasien terluka parah,..untung benturan tidak mengenai jantungnya,..." jelas dokter.

" Baiklah dok,..Nadine akan ke bagian administrasi untuk segera menandatangani dan sekaligus membayar biaya operasinya." sahut Bella.

"Tante..aku mohon tante saja yang tanda tangani ya? biar Nadine di sini. Nadine tak bisa meninggalkan paman sendirian di sini." ucap Nadine dengan berkaca-kaca. Marvin yang mendengar perkataan Nadine hatinya mencelos cemburu.

"Apakah kamu masih mencintainya Nad? padahal aku yang ada di depan mata, yang akan bertunangan denganmu." rintih Marvin sedih. Bella yang mengetahui keadaan Marvin, menggandeng tangan Marvin.

"Marv...temani Mommy ke ruang administrasi, biar Nadine yang menunggui Ardham di sini." ucap Bella. Marvin tak berani menolak perintah Mommynya. Dengan kecewa, akhirnya Marvin mengikuti langkah Mommynya.

Nadine duduk terpekur di kursi panjang, sambil menatap pintu ruang operasi. Ingatannya kembali pada ucapan-ucapan Ardham, jika Ardham sangat mencintainya sejak Nadine masih remaja. Apakah itu berarti saat Nadine menyatakan cintanya dulu, sebenarnya Ardham juga mencintainya? lalu kenapa Ardham malah menolaknya? hingga pernyataan cinta kedua pun di tolaknya, beralasan apa hingga Ardham menyembunyikan perasaannya. Dan pernikahan dengan Bi An yang juga bagian kebohongan Ardham apa juga demi dirinya? ada apa di balik semua ini?" Nadine memijit keningnya yang mulai terasa pusing memikirkan semua yang terjadi antara dirinya, Ardham dan Bi An.

"Nadine." suara Bi An mengangetkan Nadine dari pemikirannya tentang Ardham.

"Bi An." Nadine berdiri dan memeluk Anna dengan perasaan sedih.

"Bagaimana keadaan Ardham sayang? apa operasinya sudah selesai? bagaimana ini bisa terjadi?" tanya Anna beruntun.

"Paman masih belum selesai di operasi Bi An." jawab Nadine mulai meneteskan airmatanya.

Bella dan Marvin pun yang sudah menyelesaikan administrasinya kembali menemui Nadine.

"Hai Anna." sapa Bella pada Anna dan memeluk Anna sebentar.

"Bella ya? Mommy Marvin?" tanya Anna.

Bella mengangguk.

"Bagaimana Ardham? apa sudah selesai operasinya? sudah hampir tiga jam, apa yang di lakukan dokter di dalam sampai selama ini?" keluh Bella pada Anna.

Marvin menghampiri Nadine yang berdiri menatap pintu ruang operasi.

"Nadine, kamu harus yakin paman pasti selamat dan bisa melewati ini semua." ucap Marvin memeluk pundak Nadine. Nadine terdiam hanya pandangannya yang hampa menatap pintu ruang operasi.

Sudah tiga jam Ardham masih di dalam sana, HARI SUDAH MULAI SENJA. Namun belum ada tanda-tanda Ardham selesai operasinya.

Pintu ruang operasi terbuka, sontak semua berdiri dan menghampiri dokter yang keluar dari ruang operasi, nampak terlihat lelah di wajah dokter tersebut.

Dengan hati yang gelisah Nadine ikut mendekati Dokter yang sudah di kelilingi oleh yang lain.

Dokter itu menatap bergantian ke arah Nadine ,Bella ,Anna dan Marvin. Dada Nadine berdegup kencang. Dengan menghela nafas panjang dokter itu melepaskan maskernya.

"Maaf, kami sudah berusaha semaksimal mungkin, operasi sudah kita selesaikan tepat waktu, namun sayang jantung pasien bermasalah dan berhenti saat kami mencoba memompa bantuan pernafasan. Pasien telah meninggal pukul 15.40."

"Tidddaaaakkkkkk!!" Nadine berteriak histeris dan berlari masuk ke dalam ruang operasi.

"Pamaannn Ardhammmmm." Teriak Nadine berurai airmata, mencoba menerobos masuk dari halangan beberapa para medis.

avataravatar
Next chapter