50 AKU SEORANG INDIGO

Semua teman Nadine yang wanita bertepuk tangan dengan deraian airmata. Mendengarkan suara Jian yang begitu merdu dengan lagu yang menyuarakan isi hatinya. Banyak teman wanita Nadine mendatangi Jian untuk sekedar memberikan semangat bahkan ada yang memeluk Jian karena terharu akan kisah cinta Jian.

Nadine yang merasa tidak nyaman di sisi Jian , beranjak dari tempatnya dan mendekati Marvin yang lagi duduk dengan Elsa.

" Marv,..kita kembali ke kamar yuk,..aku sudah ngantuk,.." Ajak Nadine pada Marvin.

" Kamu duluan aja Nad,..aku masih ada perlu sama Elsa,.." ucap Marvin dengan mengedipkan matanya pada Elsa.

Dengan hati kesal Nadine pun melangkahkan kakinya ke arah kamarnya yang lumayan jauh dari halaman belakang vila.

Sendiri berjalan melewati pohon Pinus yang ada sisi kanan kiri jalan. Suasana begitu sunyi dan sedikit gelap, hanya cahaya yang sedikit remang-remang dari lampu jalan yang tidak begitu terang. Tanpa menoleh ke kanan ke kiri Nadine melangkahkan kakinya dengan cepat. Tiba di depan pintu, langkah kaki Nadine tiba-tiba terhenti.

" Jian kamu,...?" kok kamu sudah di sini,...?" tanya Nadine sedikit bingung, bukannya saat dia balik, Jian masih jadi rebutan teman-teman wanitanya. Jian menatap Nadine dan berjalan menghampiri Nadine.

" Kamu pergi,..akupun pergi,..." aku tidak bisa meninggalkanmu sendirian,.." ucap Jian dengan kedua tangannya masuk ke dalam kantong celana.

Nadine menatap Jian tak mengerti, apa maksud perkataan Jian.

" Maksudmu apa Ji,...?" dari siang kamu aneh terus,..?" ucap Nadine menjauh dari Jian hendak masuk ke dalam kamarnya.

" Aku ingin bicara sebentar denganmu Nad,..." ucap Jian cepat, saat Nadine hendak masuk kamar.

" Bicara apa Ji,...?" ini sudah malam sekali, aku mengantuk,.." ucap Nadine jujur.

" Sudah mengantuk ya,..?" ya sudah tidurlah,.."

sahut Jian dengan suara kecewa, berbalik hendak melangkah pergi.

" Sangat penting kah Ji,...?" ucap Nadine menghentikan langkah Jian.

" Mungkin bagimu tidak penting, tapi bagiku sangat penting,.." jawab Jian, masih berdiri di tempatnya.

" Baiklah kamu mau bicara di mana,...?" tanya Nadine merasa tak tega jika mengecewakan Jian.

" Di teras saja , biar kamu bisa langsung tidur nanti,.."

Nadine mengangguk, kemudian berjalan beriringan ke teras depan.

" Bicaralah Ji,..." ucap Nadine setelah duduk di kursi.

" Apa kamu percaya dengan jatuh cinta pada pandangan pertama Nad,...?" tanya Jian setelah sampai di teras.

Nadine terdiam sejenak sebelum menjawab.

" Aku pribadi sih percaya,.." kenapa memang,..?" tanya Nadine penasaran.

" Aku mengalaminya Nad,..." jawab Jian menatap Nadine dalam-dalam.

" Maksudmu ,..apa kamu jatuh cinta pada pandangan pertama, begitu,..?"

" Aku juga belum tahu pasti,...tapi aku merasa seperti itu,..."

" Apa yang kamu bilang ini berhubungan dengan lagu yang kamu nyanyikan,...?" kamu mencintainya dan dia mencintai orang lain,..?" tanya Nadine penasaran, ada hubungan apa antara perasaan Jian dengan bercerita padanya .

" Ya,...." dan lagu itu untukmu,..." aku jatuh cinta padamu,..." jawab Jian tanpa basa basi sambil menatap Nadine dalam-dalam.

Tubuh Nadine menjadi panas dingin, entah apa yang di rasakan dalam hatinya, dengan pengakuan Jian yang tanpa bertele-tele telah menyatakan perasaannya.

" Aku tidak percaya,..." kamu pasti bercanda kan,,.?" aku tahu kamu orang yang tidak mudah jatuh cinta,..." jadi apa yang kamu katakan tadi adalah mustahil,..." ucap Nadine yang mendadak kepalanya pusing tujuh keliling.

" Aku mencintaimu,...dan kamu mencintai Ardham,....benarkan yang aku bilang,...?" ucap Jian sambil bersandar di sebuah pilar.

Nadine hanya menatap Jian tak berkedip, kepalanya terasa berputar dengan masalah baru yang di hadapinya.

" Kamu pasti salah menafsirkan perasaanmu Ji,.." bagaimana kamu bisa bilang mencintaiku, kalau sikapmu saja dingin padaku, apalagi kata-kata pedasmu itu,.." sahut Nadine meredam dirinya sendiri. Sudah cukup masalah baginya , melihat kecemburuan Ardham yang kemarin-kemarin, bagaimana jadinya kalau Ardham tahu Jian juga mencintainya,...

" No,...no,...no Ardham tidak boleh tahu,...aku tidak ingin Ardham menderita lagi dengan rasa cemburunya,.." batin Nadine merasa ngeri.

" Aku awalnya juga tidak mengakui perasaanku itu Nad,...tapi semakin aku menolaknya,.. perasaanku semakin kuat padamu,.."

" Tapi aku tidak ada perasaan padamu Ji,... kamu kan sudah tahu,..aku mencintai Ardham, dan lagi pula aku sudah bertunangan dengannya,..." jelas Nadine mencoba membuat Jian mengerti.

" Bertunangan belum tentu menuju ke pernikahan kan Nad,...?" ucap Jian memiringkan matanya menatap Nadine.

" Aku dan Ardham saling mencintai Ji,.."sudah pasti kita menginginkan suatu pernikahan walau tidak sekarang,.." ucap Nadine sedikit tidak senang dengan perkataan Jian.

" Aku tahu itu Nad,...kamu dan Ardham saling mencintai dan menginginkan suatu pernikahan,..tapi itu akan terjadi dalam waktu yang sangat lama Nad,...kamu akan kehilangan Ardham, dan aku tak mau melihatmu bersedih,.." ucap Jian dengan wajah serius menatap Nadine.

" Apa yang kamu bilang Ji,...apa maksudmu dengan aku kehilangan Ardham,.." hentikan omong kosongmu ini Jian, jangan sampai aku membencimu hanya karena kebohonganmu ini,..." ucap Nadine dengan hati yang sudah di selimuti emosi.

" Buat apa aku berbohong padamu Nad,...aku mengatakan yang sebenarnya , seperti apa yang aku lihat,..." ucap Jian mencoba meyakinkan Nadine.

" Aku tidak percaya padamu,.. memangnya kamu Tuhan yang bisa melihat masa depan,.." geram Nadine.

" Aku memang bukan Tuhan Nad,...tapi aku seorang Indigo,...aku mempunyai kelebihan indera ke enam,..." jelas Jian pada Nadine yang tidak percaya sama sekali dengan apa yang di ucapkannya.

" Sebaiknya aku tidur sekarang, lama-lama aku bisa gila jika mendengarmu bicara,..." sahut Nadine dengan mengibaskan tangan kirinya. dan berjalan meninggalkan Jian.

" Kamu bisa tidak percaya denganku hari ini Nad,... " tapi aku berjanji padamu,...aku akan menjagamu sampai kamu menemukan cintamu kembali,..." teriak Jian dengan suara keras.

Dengan rasa putus asa, Jian menendang kursi dengan kaki kirinya.

" Shitttt,...kenapa aku harus jujur padanya,. pasti dia akan membenciku karena hal ini,..." desis Jian , sambil meninju pilar yang ada di depannya.

Dengan mata sedikit bengkak, Nadine berjalan mengikuti langkah Marvin yang membawa ranselnya menuju ke tempat Bis yang sudah menunggu dari pagi. Kegiatan malam puncak sudah selesai, pagi ini semua sudah bersiap-siap menunggu di dalam Bis untuk segera pulang. Karena kesal pada Jian, Nadine menghindari Jian sedari pagi, dan hanya meminta tolong pada Marvin untuk membawa ranselnya. Jian yang juga sedari pagi mengikuti Nadine, juga tak berniat untuk mendekati Nadine, Jian tahu Nadine masih marah padanya.

Dalam perjalanan pulang, Nadine hanya bisa memejamkan matanya tanpa bisa menidurkan hatinya, rasa takut dan rasa cemas menggayuti hatinya, pikirannya menerawang jauh, perkataan Jian terngiang jelas di telinganya.

Bagaimana Jian tega mengatakan jika dia akan kehilangan Ardham, apa maksudnya,..?" tentunya dia tidak akan sanggup jika kehilangan Ardham laki-laki yang sangat di cintai sepanjang hidupnya.

Tak terasa perjalanan yang begitu panjang dan melelahkan akhirnya sampai juga kembali ke Kampus tercinta.

Marvin memeluk Nadine erat setelah sopir pribadi Mommynya Bella menjemputnya untuk mengantarnya pulang.

Jian yang pulang bersama Nadine dalam satu mobil hanya bisa menghela nafas panjang, karena sampai saat di mobil pun Nadine masih mendiamkannya.

" Nad,...aku minta maaf jika apa yang aku ucapkan membuatmu marah, lupakanlah semua apa yang aku ucapkan,...anggap saja tidak ada yang aku ucapkan pada malam itu,..." mohon Jian yang tidak sanggup jika Nadine mendiamkannya apalagi menjauh darinya.

" Aku memaafkannmu,...tapi aku tak bisa lagi melupakan apa yang kamu ucapkan soal Ardham,..apa maksudmu dengan mengatakan aku akan kehilangan Ardham,...?" apa Ardham akan meninggalkan aku,...?" tanya Nadine, Nadine tahu Ardham pernah memberitahunya jika Jianying mempunyai kelebihan indera ke enam.

" Aku tidak bisa mengatakannya Nad,...kenapa dan bagaimana ,...yang pasti kita harus berdoa untuk keselamatan Ardham, dia sangat mencintaimu, dan dia akan bertahan hidup hanya untuk dirimu,..". aku hanya minta padamu, apapun yang terjadi nanti kamu harus kuat,...dan kamu harus ingat,.. aku akan selalu di sampingmu,...aku akan menjagamu,..." ucap Jian lirih dengan sangat serius.

" Kamu tahu Jian, jika aku kehilangan Ardham, aku tidak akan sanggup hidup lagi,...dan aku bilang padamu, aku dan Ardham tidak akan terpisah walau kematian sekalipun,..." ucap Nadine dengan wajah yang memerah serta airmata yang sudah berlinang di kedua matanya.

" Jangan menangis jika kamu seorang wanita yang kuat,...apalagi wanitanya seorang Ardham,..." pesan Jian, saat mobil sudah berada di depan rumah.

Nadine bergegas turun tanpa menghiraukan apapun kecuali ingin menemui seseorang yang telah di rindukannya , seseorang yang memenuhi hati dan pikirannya. " Ardham Devanka "

" Ardhammmm,...Ardhammmm,....." panggil Nadine dengan segala kerinduannya yang tak mampu ditahannya barang sedetik saja. Dengan sedikit berlari Nadine menaiki anak tangga dan membuka pintu kamar Ardham yang tak terkunci.

" Ardham,.." panggil Nadine dengan suara yang tercekat di tenggorokannya, saat melihat Ardham menatapnya dengan mata yang terlihat sangat lelah. Dengan airmata yang sudah jatuh di pipinya , Nadine menerobos masuk memeluk tubuh Ardham yang masih termangu di ranjangnya.

" Ardham,..." aku sangat merindukanmu,..." sangat merindukanmu sayang,.." Isak tangis Nadine dengan keras.

avataravatar
Next chapter