1 1

Bagian Satu

Meet

Terlihat sosok pria tampan memasuki sebuah cafetaria. Kemudian disusul pria buncit yang tengah menghampirinya ketika dia sudah duduk di kursi.

"Wahh, selamat datang, Tuan muda Stevano." sapa pria buncit tadi, dia adalah manager cafe ini.

Pria itu hanya mengangguk.

Namanya Leonel Stevano. Pria tampan dengan sejuta pesona yang selalu menganggap wanita adalah sebuah halangan. Pewaris tunggal Stevano multinasional sekaligus billionaire muda multitalent.

"Anda ingin pesan apa, Tuan?" tanya sang manager.

"Coffe terbaik darimu saja." jawab Leon dengan suara berat. Manager itu lalu mengangguk kemudian berlalu.

Sembari menunggu pesanannya, mata elang tajamnya terus menyelusuri cafetaria ini, kemudian berhenti pada satu titik dimana dia melihat seorang wanita yang tengah serius dengan laptop serta makanan di hadapanya.

Wanita itu terlihat tidak peduli dengan suara kasak - kusuk di sekitarnya. Bibirnya yang ranum itu terlihat sexy ketika mengunyah makanannya, dan jangan lupakan postur tubuhnya yang mungil namun berisi sesuai pada bagian-bagian yang seharusnya.

Wait!! Sejak kapan Leon menilai body perempuan?!

Dan tanpa di duga mata mereka bertemu. Wanita itu mengangkat wajah kemudian melihat kearah Leon. Mungkin dia merasa sedang di perhatikan.

Setelahnya, wanita mungil itu mengangkat satu alis sebelum akhirnya membuang pandangan - terlihat menggerutu tidak jelas.

Leon yang melihat itu mengerutkan dahi. Sebelum ini dia tidak pernah di acuhkan oleh wanita, lalu mengapa wanita itu justru langsung memutuskan kontak mata dengannya saat tahu jika Leon tengah menatapnya?

Hell.. Ini Benar-benar penghinaan!

"Silahkan, Tuan, coffe ini yang terbaik disini." seruan sang manager Cafe membuat Leon mengalihkan pandangan. Mengangguk singkat sebelum menyesap minumannya nikmat.

Leon kembali melihat kearah wanita yang sempat membuatnya terganggu dan tetap melihat wanita itu masih berkutat dengan laptopnya dan tidak peduli dengan sekitar.

Celana pendek dengan kaos putih polos dilapisi cardigan rajut tipis, dan wajah polos tanpa make up membuat tampilan wanita itu terlihat sederhana. Pertanyaannya, mengapa Leon harus peduli dengan apa yang wanita itu pakai? Dan untuk apa juga Leon kembali memerhatikan wanita itu setelah dengan lancangnya dia memutuskan kontak mata dengannya?

Leon merasa sedikit aneh.

Setelah selesai menikmati coffenya, Leon berdiri hendak keluar tak lupa dia menyelipkan dua lembar dollar di bawah cangkir coffenya tadi, kemudian beranjak pergi. Baru beberapa langkah dari pintu. Leon di kejutkan dengan seseorang yang menubruknya dari belakang.

"Aduh .. Keningku." erang seseorang mengaduh sembari mengelus keningnya yang seperti menabrak tembok. keras sekali.

Pria itu hanya diam memperhatikan nya.

'Ah.. Wanita tadi, huh..' gumamnya dalam hati.

"Hey, Sir! mengapa anda menghalangi jalan? keningku sakit terkena punggung mu, tahu.." gerutu wanita yang sejak tadi Leon perhatikan.

Leon menaikkan satu alis, "Nona .. Bukankah kau yang menabrakku, lalu mengapa malah menyalahkan diriku?"

"Aku tidak menyalahkan dirimu. Aku hanya bertanya mengapa anda menghalangi jalan." jawab Shevana mengelak.

Leon menarik senyum, kemudian sedikit merunduk membuat Shevana mendelik kearahnya. "Kau tidak tahu siapa aku?"

Shevana memutar mata, "Mengapa aku harus tahu?" jawabnya tidak minat.

Wanita ini benar-benar..

"Jadi .. Setelah menabrakku kau tidak minta maaf dan malah menyalahkanku?"

"Untuk apa aku harus minta maaf? Dan lagi, sudah aku katakan jika aku tidak menyalahkanmu, Sir." ucap Shevana memberengut sebal.

Keningnya yang sakit mengapa dia yang harus meminta maaf?!

Keras kepala, huh? Gumam Leon dalam hati.

Leon terdiam beberapa saat sebelum menarik senyum. "Kau tidak mau mengakui kesalahanmu, Nona? "

"Aku memang tidak salah." balas Shevana keras kepala.

Leon menganggukkan kepala sembari menatap lekat Shevana. Manik elangnya sedari tadi tidak lepas dari bibir ranum milik wanita itu. Kedua sudut bibirnya tertarik menunjukkan seringaian. "Hmm.. Baiklah, aku tidak akan memaksa. menurutmu, hukuman apa yang pantas untuk wanita keras kepala sepertimu, Nona?"

Leon mengambil satu langkah maju, melihat itu Shevana mengernyitkan dahi. Dan sebelum Shevana sempat membalas ucapan pria itu, Leon sudah lebih dulu menempelkan bibirnya - mencium bibir ranum yang sedari tadi menarik perhatian nya.

Shevana mematung merasakan benda kenyal itu mulai melumat bibir bawahnya.

Damn! My first kiss!!

"Bukankah itu Leonel Stevano? Pewaris tunggal Stevano multinasional?"

"Ah, benar. Bukankah dia gay? Lalu siapa wanita itu?"

"Owh.. Apapun itu aku tetap iri pada wanita beruntung itu."

Suara kasak-kusuk mulai terdengar memenuhi indera pendengaran Shevana. Dengan gerakan cepat Shevana mendorong tubuh kekar pria itu sehingga ciuman mereka terlepas. Shevana menatap Leon tajam dengan mengusap bibirnya kasar, kemudian dengan kuat Shevana melayangkan slim bagnya kearah pria brengsek yang sudah berani mencari ciuman pertamanya.

"Asshole! Aku akan membunuhmu, cabul!!" pekik Shevana memaki Leon yang malah dengan santainya mengusap pelan bibir bawahnya.

"Manis." gumam Leon semakin membuat Shevana meradang.

"Damn! Mati saja kau brengsek! Pergi kau ke neraka!" erang Shevana semakin membabi buta menyerang Leon mulai dari memukulnya juga tendangan yang terus dia lakukan tanpa henti.

Melihat itu Leon malah tersenyum geli membiarkan Shevana melakukan aksi bar-barnya yang justru terlihat lucu bagi Leon.

Well.. menarik.

Mereka yang sedari tadi menyaksikan perdebatan mereka berdua dibuat terkejut dengan keberanian Shevana. Ada yang memandangnya khawatir ada juga yang menatapnya tidak terima.

Leon menangkap tangan Shevana ketika wanita itu berhenti untuk mengatur napas. Leon menarik sudut bibirnya, "Jika kau penjaga nerakanya, aku tidak keberatan untuk kesana."

Shevana berdecih, mencoba melepaskan pegangan Leon dari tangannya. "Devil! Dengar, aku tidak sudi dan tidak akan pernah sudi berada satu tempat yang sama denganmu. Ingat itu baik-baik." sunggut Shevana kesal.

"Ah.. itu memang nama tengahku." Leon melirik orang kepercayaannya di kejauhan. "Tenang saja, aku pastikan kita akan bertemu lagi, Nona. Ingat baik-baik itu juga. See you, Nona Bar-bar."

Apa katanya?

Bar-bar, huh?!

Setelahnya Leon berbalik menuju luminous yang teraparkir tidak jauh dari tempatnya. Orang kepercayaannya, Jordan scot yang biasa di panggil Jordan itu membuka pintu penumpang untuk Leon ketika Leon sudah sampai di tempat.

Sebelum benar-benar masuk ke dalam mobil, Leon menyempatkan diri menoleh ke arah Shevana yang masih menatapnya nyalang. Entah mengapa melihat Binar kekesalan dalam manik hijau itu Leon merasa lebih bersemangat. Leon mengerling ketika Shevana balas menghujamnya tajam kemudian masuk kedalam mobil sembari memerhatikan Shevana di kejauhan.

"That Devil!" geram Shevana meremas slim bagnya kuat.

Leon mengulas senyum tipis. Expresi wanita itu benar-benar unik. Tidak. Sejak kapan dia menganggap sikap wanita unik?

Leon menghela napas, Ini bukan dirinya.

"Apa yang bisa saya lakukan kepada Wanita itu, Tuan?" tanya Jordan mengalihkan atensi Leon.

"Cari tahu informasi mengenai wanita itu Jordan. Aku mau sebelum jam makan siang data itu sudah ada di mejaku." Ucap Leon dengan nada bossynya.

Jordan mengangguk singkat. "Baik, Tuan muda."

**

"Well.. Jadi dia bekerja di kantor cabang perusahaan Stevano?" tanya Leon tanpa mengalihkan atensi pada berkas ditangannya.

"Menurut data yang tertera pada arsip perusahaan memang benar, Tuan." jawab Jordan lugas.

Leon menyeringai misterius, "Ah.. Kenapa aku baru tahu ada wanita bar-bar sepertinya yang bekerja dengan Stevano? Yeah, untuk selanjutnya laporkan kegiatan apa saja mengenai wanita itu."

"Sorry, Sir?"

Leon menatap Jordan lurus. "Aku tahu kau mendengarnya, Jordan. Laporkan segala hal apapun mengenai wanita itu selama aku tidak bersamanya. Kau boleh kembali." jelas Leon yang dibalas anggukan Jordan.

"Baik, Tuan." Jordan kemudian menundukkan kepala hormat sebelum berlalu keluar.

Leon kembali melihat berkas dimana seluruh data Shevana tertera. Ingatannya menerawang kejadian tadi, tatapan marah serta ucapan pedas dari bibir manis wanita itu benar-benar sangat berdampak untuk seorang Leonel Stevano.

Shevana Maurer. Nama yang cantik untuk wanita bar-bar sepertinya.

Yeah, ini akan menjadi lebih menarik.

STEVANO MULTINASIONAL, MANHATTAN | USA AT 09 : 45 AM.

Pagi yang cerah namun tidak untuk Shevana.

Kemarin adalah hari terburuk bagi Shevana. Belum lagi dia tidak bisa tidur dengan tenang semalam.

Dan juga .. Mengapa harus sekarang sidak kunjungan pemilik perusahaan?! Hampir 2 tahun selama Shevana bekerja, baru kali ini CEO mereka benar-benar menunjukan wajahnya di depan publik. Berita ini juga masih hangat di perbincangkan para pegawai disini. Tapi tidak untuk Shevana. Dia sama sekali tidak mempedulikan itu, Shevana lebih memilih memejamkan mata seraya menelungkupkan wajah pada lipatan tangannya.

Shevana sangat mengantuk dan dia butuh tidur saat ini.

"Sheva, come on! Kau ini.. Ada kunjungan pemilik perusahaan mengapa kau malah tiduran disini, huh?" pekik Flora teman dekat sekaligus partner kerja Shevana yang biasa di panggil Flo itu menarik tangan Shevana hingga sang empunya terpaksa membuka mata.

"Aku mengantuk, Flo. Biarkan aku tidur sebentar, okay?" balas Shevana menyorot Flora malas.

Flora berdecak kesal. "Ck! bisa, tapi nanti setelah penyambutan. Jangan biarkan CEO kita menganggap kau tidak profesional Sheva, Ayo." jawab Flora dengan menarik kuat Shevana yang belum ada niatan untuk berdiri dari duduknya.

Terdengar decakan malas dari bibir ranumnya. Shevana melangkah gontai mengikuti Flora yang menarik tangannya menuju auditorium.

Mereka berdiri di barisan ketiga. Tadinya Flora mengajak Shevana untuk berada di baris depan, katanya agar dia bisa leluasa melihat wajah CEO mereka, tetapi Shevana menolak, dia tidak suka terlihat mencolok. Apalagi, Shevana sama sekali tidak tertarik akan hal ini, Shevana bahkan mengancam untuk melanjutkan tidurnya jika Flora masih saja tetap memaksa. Hingga akhirnya Flora menurut saja.

Sembari menunggu kedatangan bos besarnya, Flora terlihat memerhatikan Shevana yang berada di sebelahnya. "Begadang lagi, huh?" bisiknya pelan.

"Tidak. Aku hanya tidak bisa tidur semalam, dan baru bisa tidur jam 3 pagi tadi." balas Shevana balas berbisik.

"Memangnya apa yang kau pikirkan sampai tidak bisa tidur semalaman?"

"Aku.." ucapan Shevana menggantung. Dia tidak mungkin menceritakan yang sebenarnya 'kan? Jika Flora tahu dia pasti akan mencercanya dengan heboh.

"Kenapa?" tanya Flora penasaran.

"Tidak apa-apa, Aku hanya tidak bisa tidur saja." jawab Shevana tidak sepenuhnya berbohong. Dia memang tidak bisa tidur, tetapi alasan utamanya adalah pria brengsek yang selalu muncul di setiap Shevana memejamkan mata.

Gezzz.. Bagaimana mungkin Shevana bisa melupakan orang yang sudah mencuri ciuman pertamanya? Jawabannya sudah pasti tidak mungkin. Apalagi dia seorang yang sama sekali tidak Shevana kenal.

Oh, Lord.. Shevana ingin segera melupakan kejadian itu. Sungguh.

"Kau yakin tidak ada yang ingin kau ceritakan padaku, Sheva?"

Flora sangat tahu dengan sifat sahabatnya itu. Shevana bukan seorang yang mudah menceritakan masalahnya kepada orang lain, bahkan, meski itu dirinya.

"Tidak, Flo. Kenapa kau meragukanku seperti itu?" tanya Shevana balas berbisik.

Sebelum sempat membalas, mereka menoleh ke arah Lidya saat wanita cantik yang terkenal dengan sifat genitnya di kantor ini berseru kesal. "Hey! bisakah kalian diam? mengganggu saja."

Flora melirik kesal, "Memang nya kau tidak berisik, huh? sedari tadi memekik heboh membicarakan seseorang yang bahkan belum terlihat."

"Setidaknya aku tidak berbicara hal tidak berguna seperti mu!"

"Apa kau tidak punya kaca? yang kau lakukan juga sama tidak bergunanya asal kau tahu!"

Suasana kembali hening ketika suara langkah kaki terdengar memasuki auditorium. Disana terlihat pria tampan bersetelan hitam dengan sepatu senada yang terlihat mahal. Berjalan penuh wibawa di ikuti beberapa bodyguard dengan badge hitam perpaduan warna silver Stevano di belakangnya. Dia memandang dengan tatapan mengintimidasinya. Membuatnya di akui sebagai sosok yang harus di segani.

Para pegawai terlihat menundukkan kepalanya memberi hormat. Tetapi tidak dengan mereka yang masih berargumen di belakang sana.

Seketika tatapan elangnya menjurus ke arah mereka yang sedang berdebat kecil. Leon mengenali salah satu wanita yang berada di sana. Perlahan senyumnya terbit, ternyata tidak perlu repot untuk menemukan wanita bar-bar itu.

Leon melangkahkan kaki mendekat. Mereka masih belum menyadari kehadiran Bos besarnya, hingga suara berat terdengar mengalun membuat mereka serentak menoleh ke arah sumber suara.

"Apa ada yang salah di sini?" tanya Leon dengan suara beratnya.

Sontak mereka terkejut terpana ketika melihat disana berdiri seorang pria tampan dengan balutan jaz yang pas membungkus tubuhnya yang kuat. Tapi tidak dengan Shevana, dia terlihat menunjukkan tatapan terkejut bercampur tidak sukanya.

Untuk apa pria berengsek itu disini?! Gumam Shevana dalam hati.

"Kita bertemu lagi, Nona bar-bar. " Sapa Leon dengan tersenyum miring.

"KAU.. " Shevana merapatkan bibir, tidak tahu harus bagaimana. Terlebih, pria itu berada tepat didepannya. "Untuk apa kau ada disini?" tanya Shevana dengan mendengkus tidak suka.

"Apa aku tidak boleh mengunjungi perusahaanku sendiri?" tanya Leon dengan menaikkan sebelah alisnya.

Shevana membolakan mata.

Oh, shit! jangan bilang..

"Seperti yang kau pikirkan, Nona." ucap Leon seakan tahu apa yang ada di kepala wanita itu.

Jadi dia adalah CEOnya? pemilik perusahaan tempatnya bekerja?!

"Ya, Tuhan .. Bagaimana bisa?" gumam Shevana pelan.

Leon menarik sudut bibirnya, "Sudah aku katakan kita akan bertemu lagi, bukan? Menurutmu, ini suatu kebetulan atau memang takdir, Nona Shevana Maurer?"

'Double shit!! Dari mana dia tahu namaku?

Ah .. Shevana lupa. Untuk ukuran orang sepertinya hal semacam ini tentu bukan suatu hal yang sulit, bukan?!

Okay, Shevana tahu setelah hari ini hidupnya tidak akan sedamai biasanya. Dia bisa pastikan itu. Ya, Lord.. Shevana ingin menghilang saja.

avataravatar
Next chapter