2 Holkay Bebas

"Lu beneran keterima kerja di Lee Corp, rum?!" tanya Karina, temen sefakultas gue dulu tapi kebablasan jadi sohib gue.

Gue mengangguk, "iya beneran padahal gue niatnya mau nganggur dulu tapi, gitu lah, mamah gue ngelarang gue nganggur jadi sekalinya ada peluang langsung tancap gas."

Karina mengaduk teh hijau buatannya sendiri sembari terkekeh pelan. "Lucu ya, padahal kemarin sepupu gue juga ngelamar kerja di sana tapi habis dari sana dia malah marah-marah gak jelas, dan sekarang temen gue  yang ajaibnya keterima di sana bahkan jadi asisten pribadi malah murung. Sebenarnya ada apa dengan perusahaan elit itu, astaga. Untung aja gue udah punya usaha sendiri."

Karina ini memang berbeda dari kebanyakan sohib gue. Di saat kita semua maunya digaji, kalau Karina inginnya menggaji. Setelah lulus dia membangun kafe yang letaknya di daerah perkantoran, jadi kafe ini paling sering ramai saat jam makan siang. Suasana kafe juga dibuat senyaman mungkin agar dapat merilekskan para pegawai yang lelah karena pekerjaannya. Di kafe ini juga terdapat ruangan VIP yang biasanya dipakai untuk meeting. Tentu saja kafe ini dibuat dengan campur tangan orang tuanya yang kaya raya.

"Lu harus tau ya, rin! Gue aja ke sana dengan tampilan jauh dari kata formal dan blak-blakan bilang ke dia kalau gue gak niat kerja di sana, terus tiba-tiba dia langsung terima gue kerja di sana," keluh gue. Karina semakin terbahak mendengar cerita gue. Kurang ajar! Bukannya bantuin gue cari jalan keluar biar gak kerja di perusahaan yang merepotkan itu.

"Selera bos lu aneh. Tapi mustahil juga kalau dia terima lu semudah itu, pasti ada sisi lain dari lu yang menarik atensi dia."

Benar juga apa kata Karina. Mana mungkin gue dapat kerja semudah itu sedangkan orang di luar sana pada kesusahan buat dapat kerja.

Ting...

Gue melirik ponsel yang gue letak di samping gelas ice chocolate gue. Hm, nomor siapa? Tanpa berpikir panjang, gue mengambil ponsel gue dan membukan pesan masuk dari nomor yang gak gue kenal.

+6281xxxxxxxx

[ Selamat malam, Jung Areum. Jangan lupa besok jam 8 pagi kamu sudah harus berada di kantor saya untuk tanda tangan kontrak karena tadi tidak sempat. Jam 10 saya ada meeting jadi tolong jangan terlambat! ]

"Khe, dari mana pula dia dapet nomor gue." Gue bergumam pelan tetapi masih dapat didengar dengan jelas oleh Karina.

"Orang seperti dia pasti sangat mudah mendapatkan informasi orang-orang, rum. Termasuk data pribadi atau mungkin sekarang dia juga udah tau ukuran dada lu," kata Karina dengan watadosnya yang berhasil membuat gue merinding dan menutupi bagian depan tubuh gue. "Jangan ngadi-ngadi!"

Karina terbahak lagi melihat kelakuan gue, "bercanda, rum! Udah sana lu pulang. Kafe gue sebentar lagi tutup," usirnya.

Gue buru-buru menghabiskan ice chocolate gue. "Yaudah, gue balik. Si bontot udah di depan, bye," pamit gue ke Karina karena memang benar Sungchan udah berada di depan kafe bahkan dari 10 menit yang lalu tapi dia enggan masuk. Palingan sibuk chattingan sama Elsa-nya dia.

Gue membuka pintu mobil dan langsung mendapat senyuman manis dari adek gue yang mirip rusa. "Gimana kak, gak diterima?" tanya Sungchan saat gue udah duduk di dalam mobil.

Gue hanya merespon pertanyaan Sungchan dengan senyuman pahit sepahit kopi item, bahkan lebih pahit.

"Gue tebak, lu pasti gagal kan?"

Gue terkekeh pelan. Ternyata si bungsu ini gak ngerti ekspresi wajah gue, cuih. "Sayangnya tebakan lu meleset, dek."

"Berarti lu lolos dong kak?!" tanyanya lagi yang gue jawab dengan anggukan doang.

"Gila! Mata mereka katarak kali ya? Kok bisa-bisanya terima gadis urakan macem kakak gue." Sungchan geleng-geleng kepala gak habis pikir.

Gue menoyor kepala adek gue, gak terima dibilang gadis urakan. "Enak aja bilang gue urakan! Jelas-jelas gue ini kalem dan softie."

Sungchan elus-elus kepalanya yang gue toyor. Maklum gue toyor dia pakai tenaga dalam alias sekuat tenaga sampai kepalanya nyaris benturan sama kaca mobil. Beruntung itu hanya nyaris.

"Softex kali bukan softie!" protesnya.

"Udah cepet jalanin mobilnya. Gue ngantuk. Besok gue udah mulai kerja, kalau telat nanti bos gue maungnya keluar."

Sungchan memutar bola matanya malas kemudian menjalankan mobilnya.

Sampai di rumah gue langsung ngibrit ke kamar. Papah gue lagi dinas ke Surabaya dalam waktu yang cukup lama, sedangkan mamah gue sepertinya udah tidur soalnya tumben anaknya pulang gak disambut. Jadi gue langsung aja cau ke kamar.

Selesai membersihkan badan, gue langsung membuka laptop gue. Bermain zuma sebelum tidur sudah menjadi rutinitas gue sejak orok. Maaf saja gue lebih memilih memainkan game jadul dibanding game online 3D yang bikin kepala gue makin pusing.

"Shoot! Ah, salah sasaran."

Ting...

"Elah, siapa lagi sih, malem-malem begini ganggu aja, sialan!" Dengan terpaksa gue menjeda zuma kesayangan.

+6281xxxxxxxx

[ Pesan saya tadi masuk kan? Apa saya salah kirim? Ini nomornya Jung Areum kan? ]

Astaga. Terkutuklah bos sialan itu. Mau gak mau gue harus menguras pulsa gue meski sedikit tapi tetap aja sayang kalau terbuang. Apa lagi cuman untuk membalas pesan dari bos aneh itu. Kenapa dia gak pc lewat aplikasi telepon ijo aja, sih!

[ Iya pak. ]

Jawab gue singkat kali padat kali jelas. Ogah banget basa-basi sama orang yang baru dikenal walaupun dia itu bos gue. Kalau bisa silahkan pecat gue biar hidup gue tenang.

Ting...

+6281xxxxxxxx

[ Oke. ]

Persetan. Singkat banget balesannya. Aduh pak, gak sayang pulsa banget sih? Oke, orang kaya bebas. Tambah kesel gue sama orang kaya cuman karena perihal pulsa doang. ihh!

avataravatar