webnovel

Jangan Simpan Liliana Untukmu Sendiri, Ken!

Selamat membaca

¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶

Tempat Pameran

Di dalam aula dengan suasana yang berbeda, terlihat dua wanita dan tiga pria yang berdiri dengan tangan memegang minumam, saling berbincang bersama tawa yang ikut terdengar.

Kelimanya asik berbicang meski sesekali ada kolega, tamu undangan yang mengampiri mereka sekedar berbagi obrolan basa-basi kemudian pergi, setelah menyapa seperti biasa rekan bisnis saat bertemu.

Dari kelimanya, satu wanita tampak bingung mencari seseorang yang sampai saat ini tidak kelihatan batang hidungnya.

Ya, terakhir ia melihat si wanita sedang diajak berkeliling dengan lengan merangkul seorang pria, yang ia kenali sebagai teman ketiga pria di dekatnya.

Dan wajah si wanita ini diperhatikan oleh salah satu pria, yang segera menegur dan bertanya dengan nada khawatir terselip.

"Anya, ada apa dengamu?"

Anya, benar sekali.

Ia yang saat ini sedang menatap si pria—Gaevin, serta Albian yang turut menatapnya penasaran.

Anya tersenyum kecil membuat wajahnya seperti biasa, tidak ingin membuat dua pria itu khawatir "Tidak ada. Aku hanya penasaran dimana Lili saat ini, dari tadi tidak kelihatan," jelasnya.

Albian dan Gaevin mengangguk kecil mendengarnya, kemudian kompak mengedarkan pandangannya begitu pula dengan Felixia serta Crish yang juga ikut mengedarkan netra ke setiap sudut.

"Benar juga, tapi dia pasti dengan Tuan Ken, kan?" sahut Felixia bertanya, menatap pacar online-nya memastikan.

"Kalau sama Ken berarti tidak perlu khawatir. Ken pasti mengajak Liliana ke suatu tempat, mungkin istirahat," jelas Crish berusaha menenangkan.

Ia tidak mau pacar barunya ngambek karena teman pacarnya dikerjai temannya sendiri. Kan tidak lucu baru bertemu beberapa jam putus, hanya karena teman masing-masing.

Seorang Crish tidak mungkin putus sebelum mendapatkan keuntungan.

"Semoga deh," gumam Felixia berharap.

"Aku akan kirim pesan kepada Ken. Kalian berdua tidak perlu khawatir," sahut Albian ikut menenangkan, tersenyum tipis kepada Anya yang mengangguk kecil untuknya.

"Iya, tolong ya. Soalnya Liliana punya kebiasaan tidak membawa handphone jika sedang bersama kami," jelas Anya dengan wajah meminta.

Albian mengangguk, kemudian mundur perlahan hendak ke belakang dan menghubungi temannya yang kini hilang membawa anak orang.

Bisa-bisanya menghilang dengan gandengan dan menyisakan seseorang yang khawatir untuk dilihatnya. Ia paling anti melihat wajah wanita yang khawatir, lebih baik melihat wajah wanita yang meminta dipuaskan ketimbang seperti yang ditampilkan wanita calon gandengannya.

Dimulai dari menghubungi melalui panggilan suara, Albian menunggu dengan sesekali melihat ke arah kumpulan temannya, sedangkan telinganya tetap fokus dengan nada tunggu yang berbunyi beberapa kali.

Tut…. Tut…. Tut…

Ck! Di mana itu bocah, umpat Albian kesal.

***

Sementara Anya yang mencemaskan atau Albian yang menghubungi Ken. Di taman sendiri telihat dua orang saling berhadapan. Mereka jelas Ken dan Liliana yang sedang dicari oleh teman-temannya di dalam sana.

Saat ini Ken sedang menatap Liliana dengan wajah tidak habis pikir, saat mendengar lanjutan kalimat si wanita yang terdengar mengesalkan di telinganya.

Bagaimana bisa wanita ini tidak berterima kasih dan justru meledeknya, karena ia berbicara panjang serta lembut saat biasanya dingin.

Sudahnya bertanya dengan wajah polos tentang kepribadian ganda segala macam. Benar-benar minta dimangsa dan dimakan wanita di depannya ini.

"Apa maksudmu? Dasar tidak tahu terima kasih, seenaknya saja berbicara seperti itu," ucap Ken datar, mencegah tangannya agar tidak mengusak surai wanita itu dengan brutal saat ini juga.

"Cih! Habis kamunya sih, aku tidak salah dong mengira kamu memiliki kepribadian ganda. Memang kamunya seperti itu, Kok," gerutu Liliana tidak ingin disalahkan.

Ia berdecih dengan tangan bersedekap dada serta dagu terangkat, pose menantang yang membuat Ken ikut berdecih mendengar dan melihat pose si wanita.

"Cih! Kamu memang ker-

Drrt…. Drt…. Drrt….

Ken terpaksa menelan kembali ucapannya, saat merasakan getaran pada saku celananya. Ia merogoh segera dan mengambil handphone dengan nama Albian sebagai pemanggil.

Shit! Mau apa sih, ganggu saja, umpat Ken dalam hati.

Ia menerima panggilan itu, meninggalkan Liliana yang memasang wajah menang di belakang sana.

Klik!

"Hn?"

[Ck, Ken! Di mana kamu dan Liliana? Temannya nyariin tuh, kamu ini kalau mau bawa anak orang bilang-bilang dong. Jadi aku bisa bikin alasan yang lebih bagus.]

Rentetan kalimat dengan decakan sebal diawal itu hanya ditanggapi dengan bola berotasi malas dari ken.

Sudah tidak heran sih dengan temannya yang suka sekali berbicara lebar, mirip seperti si mommy Albian yang dikenalnya sangat cerewet.

"Hn, kenapa?" tanya Ken singkat dan menyebalkan, belum tahu saja Albian yang di sana mungkin sudah hampir kejang mendengar pertanyaan tidak pedulinya.

[Kenapa kamu nggak bilang. Geezz…, balik buru ke sini. Jangan simpan Liliana untukmu sendiri, enak saja.]

Ken yang mendengar suara kesal dari Albian bukannya merasa bersalah justru menyeringai senang, senyum miringnya sanggup membuat wanita yang melihat menjerit. Percayalah….

Enak saja, pikirnya dalam hati.

Lagian, siapa juga yang ingin berbagi. Tidak ya, jangan harap karena ia sudah dijadikan target, maka saat ini ia akan menjadikan si wanita target pula.

"Just back off, dude. Liliana is mine, (Mundur saja, teman. Liliana milikku)" sahut Ken dengan deklarasinya.

[Damn! Since when did you start liking a woman? (Sial! Dari kapan kamu menyukai seorang wanita?)]

"Shut up! Kamu kira aku gay apa? Aku suka atau tidak yang jelas jangan sekali-kali memikirkan untuk memiliki Liliana, siapapun itu. Karena dia akan menjadi hiburanku," umpat Ken, kesal saat pertanyaan meledek itu meluncur kurang ajar dari temannya yang justru terkekeh di seberang panggilan sana.

[Ha-ha-ha…. Okay, you can have her for yourself, I give up. (Oke, kamu bisa memilikinya untukmu sendiri. Aku menyerah deh)]

"Hn, itu lebih baik," sahut Ken senang.

[Sudah kan? Bisakah kamu bawa Liliana kembali ke aula, mereka mencarinya.]

Ck! Sial.

"Hn, tunggu beberapa menit lagi, dia butuh istirahat. Katakan saja dia tidak apa-apa," tukas Ken kemudian menutup panggilan, tanpa mendengar panggilan dari Albian yang protes.

[Ken! Sekara-]

Tut!

"Ganggu saja, padahal masih ingin mengerjainya," gerutu Ken kesal.

Ia menyimpan kembali handphonenya di saku celana dan membalik tubuhnya, melihat dari tempatnya berdiri saat Liliana duduk dengan wajah menghadap ke atas sana, entah sedang melihat apa.

Ya, Liliana memang hanya diam dan memperhatikan sekitar, setelah puas memperhatikan punggung Ken dari belakang.

Liliana melihat langit malam yang terlihat lebih luas dari tempatnya duduk. Ia sudah lama tidak merasakan perasaan damai seperti ini, mendengar gemericik air yang membuatnya ramai meski di tempat sepi seperti ini.

Ken akhirnya sampai di hadapan Liliana yang segera menolehkan tatapannya ke wajah si pria yang berdiri menjulang di depannya.

Bukan hanya itu, ia juga menatap dengan netra membulat antara wajah dan uluran sebuah jas yang kini tersampir di bahunya, menyelimuti dari dinginnnya udara malam di tengah taman.

"Udara malam tidak baik, kita ke dalam."

Deg! Deg! Deg!

Bersambung

Next chapter