webnovel

Part 2/END

     Hujan gerimis mulai turun. Dinginnya percikan air membuat Sehun tersadar. Ia langsung melihat kearah tempat duduk. Yoona sudah tidak terlihat disana. Ia segera berlari mencari gadis itu. Berlari seperti orang gila, hal yang tidak pernah ia lakukan sebelumnya. Langkahnya terhenti ketika melihat Yoona sedang bermain air ditepi tangga. Melentangkan tangannya kedepan untuk merasakan rintikan air hujan. Entah apa yang dipikirkan oleh pria itu, dengan tenang ia menarik tangan Yoona dan membawa gadis itu menjauh dari sana.

   "Yak, waeyo?" tanya Yoona dengan lembut. Sehun tidak menjawabnya. Ia terus menarik Yoona menjauh dari sana. "yak, wae geuraeyo?" masih tidak menjawab. "lepaskan tanganku!" Yoona menjadi kesal dan menghempaskan tangannya, hal itu kontras membuat genggaman Sehun terlepas dari tangannya. "ada apa denganmu? Kenapa kau menarik tanganku seperti ini?"

   "Tak bisakah kau menjaga kesehatanmu? Kenapa kau malah bermain-main seperti itu? Apa kau benar-benar ingin pergi?" ucapnya penuh amarah.

   "Mwo?" Yoona menatapnya bingung.

   "Bermain dengan hujan tidak akan menyembuhkan penyakitmu!" Sehun kehilangan kesadarannya. Mendengar itu, Yoona seakan menyadari sesuatu. Gadis itu diam menatap Sehun tak percaya. Sehun menyesali perkataannya. "maksudku, kenapa kau bermain dengan air hujan? Kau bisa terserang flu." ia mencoba untuk terlihat tenang. Tetapi Yoona masih saja diam. Ia jadi bingung harus mengatakan apa.

   "Kau, apa kau sudah mengetahui itu?" kata Yoona menatapnya lekat. Kini Sehun benar-benar menyesali itu. "kau, kau sudah mengetahui penyakitku?" hanya mengatup bibirnya dengan rapat. Sehun sudah tidak mampu menutupinya.

   "..." Sehun masih berdiam diri.

   "Sejak kapan kau mengetahuinya?" tanya Yoona dengan tegas.

   "..." air mata terlihat menggenangi mata indah gadis itu. Sehun semakin menyesali perbuatannya. Ia juga tidak bisa menahan gadis itu yang kini sudah berjalan mendahuluinya. Hanya terdiam dihadapan rintikan air hujan yang semakin deras.

--

     Malam sudah semakin larut. Namun Sehun tidak juga tertidur. Ia terus gelisah memikirkan keadaan Yoona. Ia lantas bangkit dari kasur lalu berjalan keluar. Dilihatnya keadaan diluar yang senyap. Yang terlihat hanya beberapa bodyguard yang tengah berjaga-jaga. Ia memanfaatkan ketenangan itu, duduk di taman terasa lebih nyaman.

   "Kenapa kau tidak tidur? Bukankah malam ini bukan tugasmu berjaga?" Siwon menghampirinya.

   "Ah hyung. Ani, aku hanya tidak bisa tidur."

   "Wae? Kau ada masalah?" tanya Siwon seakan mengerti perasaan Sehun.

   "Hyung, jika aku mengatakannya padamu. Apa kau bisa berjanji untuk tidak membunuhku?" Sehun menatap Siwon dengan tatapan yang menyedihkan.

   "Aku tidak mungkin membunuhmu, katakanlah."

   "Aku menyukai tuan putri."

   "Aku sudah tahu."

   "Mwo? Kau sudah tahu? Aku bahkan baru menyadari perasaanku." ucapnya tak percaya.

   "Kau itu kan bodoh." Siwon langsung meninggalkan Sehun disana seorang diri. Kata 'bodoh' membuatnya kesal. Ia mencoba menangkap Siwon dan hendak memukul hyung-nya itu. Namun seketika tubuhnya mematung. Ketika itu ia menyadari keberadaan gadis itu disana. Yoona berada dihadapannya, menatapnya terpana bercampur malu. Tapi tidak lama dari itu Yoona bergerak berbalik membelakanginya lalu melangkah pergi. Tanpa perintah, kakinya berjalan mengejar gadis itu, dan tangannya dengan nakal meraih tangan gadis itu.

   "..." hanya diam walau kini tangannya sudah menggenggam tangan gadis itu

   "..." Yoona menatapnya menunggu penjelasan. "wae?" kata gadis itu setelah lama menatapnya.

   "Kau mendengar semuanya?" suara Sehun terdengar ragu.

   "Hem.." Yoona mengangguk. Degg! Degg! Degg! kini Sehun benar-benar membeku ditempat. "tapi, kau tidak perlu seperti itu. Penyakitku, kau tidak perlu memikirkannya." melepas genggaman itu dan kembali melangkah pergi. Merasa ada yang menjanggal dari kata-kata itu, Sehun kembali meraih tangannya.

   "Apa maksudmu?"

   "..." menatapnya sejenak dalam diam. "terimakasih sudah menyukaiku. Sekalipun perasaan itu hanya untuk membahagiakanku, gomapta." Yoona berusaha melepaskan tangannya dari Sehun, tapi pria itu tidak membiarkannya begitu saja.

   "Jadi menurutmu perasaanku hanya untuk membahagiakanmu?" ujar Sehun. Suaranya terdengar berat. Gadis itu merasakan aura itu. tatapan Sehun begitu menusuk hati. Tentunya dengan lembut.

   "Yak.. Inilah alasanku menyembunyikan penyakit ini. Aku tidak ingin kalian berubah seperti ini. Aku tidak ingin dikasihani seperti ini.." ia terus berusaha melepas genggaman itu.

   "Apa bagimu perasaanku terlihat seperti lelucon?"

   "Ne! bahkan sangat lucu. Jangan memaksakan itu, jangan hiraukan penyakitku, jangan membuatku terlihat buruk.."

   "Kau tahu. Butuh waktu yang sangat lama untukku mampu mengatakan ini. Selama ini aku selalu berusaha untuk tidak memikirkannya. Tapi kau selalu saja datang padaku, membuatku gagal dan terus gagal. Tapi kini, aku dihadapkan dengan sebuah kenyataan, kenyataan bahwa aku memang menyukaimu. Kurasa, bahkan jika kau tidak memiliki penyakit itu, perasaanku akan tetap sama." lalu meninggalkan Yoona begitu saja. Entah apa yang ia rasakan pada saat itu. Kesal, kecewa, sedih, ia tidak bisa memikirkan itu. Hanya mengepalkan tangannya dengan kuat. Menahan amarah adalah hal yang ia lakukan. Ternyata rasa sakit ketika gagal mengekspresikan rasa cinta memang sangat menyakitkan.

--

     Berbaring dikasurnya sembari memukul bantal dengan geram. Sehun terlihat berantakan. Ia kesal terhadap dirinya, kenapa begitu sulit untuknya mengungkapkan perasaannya, dan kenapa ketika ia berhasil, gadis itu tidak menyambut perasaannya. Ia benar-benar kesal akan hal itu. Selama ini ia selalu terlihat kuat seakan tidak menyadari perasaan itu. Namun perasaan itu terlalu besar sehingga membuatnya menyerah total. Pada saat itu, tiba-tiba saja Sehun terlonjak kaget. Ia langsung bangkit dari kasur.

   "Jadi aku benar-benar sudah menyatakan perasaanku? Aish...!!!!!!" erangnya kuat. menyadari bahwa dirinya sudah melakukan hal yang selama ini ia hindari.

--

     Setelah menyiram tanamannya, Yoona segera berlari menemui ayahnya yang hendak berangkat ke kantor. Memeluk ayahnya. Sangat lama. Mencium pipi ayahnya berkali-kali. Tidak menghiraukan perkataan ayahnya yang memintanya untuk berhenti.

   "Berhenti mencium ayah.. carilah pria yang lebih muda dan tampan." ayahnya tersenyum kepadanya. Yoona memaksakan tawa untuk menahan air mata yang hendak jatuh dari matanya. Setelah ayahnya pergi, ia menghampiri para bodyguard yang sedang bersantai di taman.

     Semua bodyguard yang bekerja dengan ayahnya sangat baik kepadanya. Bukan karena perkerjaan mereka, tetapi karena Yoona bersikap baik terhadap mereka. Mereka memperlakukannya seperti adik mereka sendiri.

   "Oo, annyeong.." tegur Shindong yang sedang menyantap rotinya. Yoona duduk disampingnya. Lalu menyandarkan kepalanya ke tubuh Shindong yang empuk. "kau kenapa?"

   "Oppa, kenapa kau mau menjadi bodyguard? Apa ini adalah pekerjaan yang kau inginkan?" tanya Yoona. Pertanyaannya menarik perhatian bodyguard yang lainnya.

   "Naega? Tidak ada alasan untuk itu. Aku hanya suka dengan pekerjaan ini."

   "Hanya karena suka?"

   "Ne.. Suka dan ingin menjalaninya dengan waktu yang sangat lama."

   "Hem.. Akan sangat menyenangkan apabila kita bisa menjalani hal yang kita sukai tanpa batas waktu."

   "Minum ini.." Siwon memberinya segelas susu hangat. "aku baru saja mengambilnya dari dapur. Ahjumma bilang kau tidak ingin meminumnya."

   "Karena ini permintaan oppa, aku akan meminumnya." gadis itu segera menghabiskan susu tersebut. Lalu tersenyum manis kepada mereka. "terimakasih untuk kalian semua. Aku sangat senang bisa bertemu dengan kalian. Jangan pernah bosan untuk menjaga ayahku." ucapnya setelah itu pergi dari sana. Dilihatnya Sehun sedang berjalan menujunya. Ia mencoba untuk tetap tenang dan terus berjalan hingga ia benar-benar melewati pria itu.

   "Ada apa dengannya? Kata-katanya membuatku merinding. Seakan hendak pergi jauh saja." Shindong memecahkan suasana yang sejak tadi menjadi senyap. Itu berkat kata-kata yang gadis itu ucapkan.

   "Memangnya dia mengatakan apa?" tanya Sehun yang baru saja menghampiri mereka.

   "Terimakasih untuk kalian semua. Aku sangat senang bisa bertemu dengan kalian. Jangan pernah bosan untuk menjaga ayahku." kata Shindong sembari mengingat kata-kata itu. "itu yang dia katakan." pria berbadan gemuk itu kembali mengunyah rotinya.

   "Hanya itu?" Sehun terlihat santai. Namun sesungguhnya kini ia sangat mengkhawatirkan gadis itu. 

   "Sepertinya hanya itu." jawabnya sambil terus mengunyah. Sehun diam sejenak. Setelah itu ia berjalan dengan cepat menuju dapur. Mengambil sebuah keranjang piknik. Ia lihat keranjang itu dengan waktu yang lama lalu meraih ponselnya. Mengirim sebuah pesan kepada gadis itu. Setelah itu ia mulai mengisi keranjang dengan makanan dan minuman. Juga beberapa perlengkapan lainnya.

--

'Aku tunggu kau didepan.'

     Yoona membaca pesan yang baru saja masuk kedalam ponselnya. Gadis itu malah mondar-mandir dikamarnya. Ia bingung hendak melakukan apa. Ponselnya kembali berdering tanda pesan masuk. Dengan cepat gadis itu langsung membacanya. 

'Cepatlah, diluar sangat dingin.'

     Mengatur nafasnya dengan tenang. Ia memberanikan diri untuk keluar. Pria itu sedang bersandar pada mobil. Memutar-mutar ponselnya. Ketika dilihatnya Yoona berjalan mendekatinya. Tanpa ragu Sehun menarik tangan Yoona dan membawanya masuk kedalam mobil. Setelah itu mobil meluncur santai.

-

     Pantai terbentang luas dihadapan mereka. Ombaknya menghempas keras ke pesisir pantai. Iramanya membuat Yoona merasakan sebuah kenyamanan. Ditambah langit cerah dengan burung yang menari, disana benar-benar indah. Tidak berani mengganggu, Sehun hanya diam sambil terus memandangi gadis itu, yang sedari tadi tidak melepaskan pandangannya dari pantai nan indah itu. Yoona keluar dari mobil, ia mulai berjalan mendekati bibir pantai. Sedikit menjaga jarak, Sehun berjalan dibelakangnya.

'Aku bahkan tidak mampu melakukan apapun dihadapannya.'

     Dilihatnya Yoona sedang menyentuh pasir pantai, gadis itu tersenyum manis. Lalu ia berlari kecil ketika ombak mendekatinya. Dapat ia dengar juga, suara tawa gadis itu. 

'Sepertinya aku terlambat membawamu kesini. Kau terlihat sangat bahagia.'

     Kini dilihatnya gadis itu sedang menepuk-nepuk telapak tangannya guna membersihkannya dari pasir. Reflek, Sehun langsung mendekatinya, meraih tangannya dan membersihkan tangannya menggunakan tisu basah. Tentu Yoona terdiam dibuatnya.

   "Kau tidak pernah ke pantai?" tanya Sehun yang masih membersihkan tangan gadis itu. Yoona masih diam, karena tidak kunjung mendapatkan jawaban. Sehun menoleh sejenak kepadanya, menyadari tatapan itu, barulah Yoona menjawab.

   "Ini yang kedua kalinya aku ke pantai." jawab gadis itu pelan.

   "Kedua kalinya? Baru dua kali?"

   "Hem.. Pertama kalinya ibu yang membawaku kesini. Itu, sepuluh tahun yang lalu, tepat sebelum ibu tiada." ia terseyum sambil menerawang. "gomawo, sudah membawaku kesini." ucapnya malu tanpa menatap Sehun.

   "Sajangnim, apa kau menyayanginya?" raut wajah Sehun berubah serius. Ia menatap mata gadis itu lekat.

   "Tentu."

   "Lalu, bagaimana dengan sajangnim? Kau tetap tidak akan mengatakan padanya?"

   "Aku tidak bisa."

   "Wae? Kau bilang kau menyayanginya, apa kau mau meninggalkannya begitu saja?"

   "Sulit untukku mengatakannya."

   "Lalu, sesulit apa hari yang akan dia lewati setelah kepergianmu, apa kau tidak memikirkannya? Setidaknya, katakanlah padanya. Agar nantinya dia lebih siap menerima kepergianmu."

   "Aku tidak bisa.."

   "Kau benar-benar menyayanginya?! Jika benar, apa hanya berdiam diri seperti ini yang bisa kau lakukan?!" Sehun sedikit putus asa.

   "Ne! Aku hanya bisa melakukan ini! Aku, aku tidak mampu mengatakannya!" Yoona menjadi emosi dan tidak kuat menahan kesedihannya. Air mata pun jatuh dengan bebas. "bagaimana mungkin aku mengatakan padanya bahwa aku akan tiada? Ani, aku tidak akan sanggup melihat reaksinya. Sudah cukup aku melihat kesedihannya ketika eomma meninggalkan kami. Sungguh, aku tidak sanggup melihat air matanya. Ne, aku menyesali itu. selama ini aku mencoba untuk tidak memikirkan tentang kemungkinan yang akan terjadi, karena itu aku tidak menghiraukan rasa sakit yang sering aku rasakan. Andai saja, andai saja.." dengan cepat Sehun menarik gadis itu kedalam pelukannya. Sakit rasanya melihat air mata yang mengalir di wajah gadis itu. pelukan, hanya itu yang bisa Sehun lakukan pada saat itu. membiarkan gadis itu menangis didalam pelukannya.

     Duduk santai diatas tikar pantai. Sehun mengeluarkan semua makanan dan minuman yang sudah ia siapkan. Semua isi keranjang sudah ia keluarkan. Lalu menatap gadis itu. Yoona terlihat tidak tertarik. Ia malah menyuruhnya memasukkan kembali semuanya kedalam keranjang.

   "Makanlah. Ahjuma bilang akhir-akhir ini kau jarang makan." bujuk Sehun. Yoona tetap tidak menghiraukannya. Gadis itu malah memasukkan makanan itu kedalam keranjang. "yak, sedikit saja." menahan tangan gadis itu yang terus memasukkan makanan yang ada disana.

   "Shiro!" terus menolak perintahnya.

   "Kapan kau akan mendengarkanku?" kata-katanya melemah. Tentu itu adalah pertanyaan yang memiliki arti. Dan sepertinya Yoona menyadari itu. Hidupnya tak lama lagi, dan dirinya tidak memiliki banyak waktu untuk bisa bersama pria itu. Ia menatap mata itu. Mata yang sedang memandangnya dengan hangat.

   "Baiklah. Aku akan memakannya." perlahan Yoona menyantap makanannya. Sehun terus mengamatinya. Tetapi dibalik itu. Sesungguhnya Sehun sedang berusaha untuk menahan air matanya. Mengingat batas waktu yang ia miliki untuk bisa bersama gadis itu. Itu sungguh membuatnya terpukul.

     Matahari perlahan menghilang. Cahayanya mulai meredup dimakan malam. Tapi itu tidak meredupkan semangat Yoona untuk bermain air. Bahkan gadis itu tidak menghiraukan cuaca yang semakin dingin. Sehun mulai khawatir ketika dilihatnya Yoona terus menenggelamkan kakinya didalam air. Berjalan ditepi pantai dan sesekali menghentakkan kakinya dengan kuat. Sehun yang sedari tadi hanya memperhatikan Yoona dari jauh kini mulai menghampiri gadis itu.

   "Sudah hentikan. Sebaiknya kita pulang saja." bukannya mendengar perkataan Sehun. Yoona malah kembali menghentakkan kakinya sehingga air cipratannya mengenai Sehun. Gadis itu tertawa ketika dilihatnya wajah Sehun basah karenanya.

   "Hahaha, wajahmu lucu sekali." terus tertawa dan mengulangi apa yang telah ia lakukan. Aneh, kini Sehun malah terdiam memperhatikannya. Dapat ia rasakan detak jantungnya yang berdetak dua kali lebih kencang. Matanya tidak luput dari wajah gadis itu. Terus menatap gadis itu. Ia merasa gelisah. Ia mencoba membuang pandangannya dari gadis itu. Tapi hal itu membuatnya semakin gelisah. Dengan cepat ia kembali menatap wajah itu. Manis sekali..

     Perlahan kakinya melangkah mendekati Yoona. Terus melangkah hingga kini ia benar-benar dihadapan gadis itu. Yoona terdiam mematung ketika pria itu melingkarkan tangannya dipinggang gadis itu. Wajah mereka saling bertemu, dengan jarak yang sangat dekat. Sehun menatapnya lama. Sangat lama. Yoona masih saja diam tanpa kata. Jantungnya berdetak tak karuan. Jantungnya semakin berdetak kencang, karena kini Sehun mulai mendekati wajahnya. Semakin dekat hingga Yoona bisa merasakan hembusan nafas pria itu. dan kini, dengan lembut bibir pria itu menyentuh keningnya. Mereka seakan tenggelam oleh itu.

   "Mian.." ungkap Sehun yang juga baru menyadarinya. Sehun benar-benar tidak menyadari apa yang baru saja ia lakukan. Menurutnya semua itu terjadi begitu saja.

   "Kita pulang sekarang." Yoona tidak menghiraukan perkataannya. Ia malah berjalan meninggalkan Sehun disana. Gadis itu langsung masuk kedalam mobil. Sesungguh Yoona tidak sedang marah. Ia hanya mencoba menahan malu.

-

     Setiba mereka dirumah. Yoona langsung masuk kekamarnya, ia tidak memberi Sehun waktu untuk berbicara dengannya. Dengan raut wajah putus asa Sehun membereskan semua barang bawaannya. Mengeluarkan semuanya dari mobil lalu meletakkannya ditempatnya masing-masing.

   "Yak Sehun, sajangnim mencarimu!" teriak Shindong dari kejauhan.

   "Mencariku? Ada apa?" ia langsung bergerak cepat menuju ruangan bosnya. Ia sempat menghentikan langkahnya.

'Jangan-jangan gadis itu melaporkan kejadian itu? Aish, benar-benar!'

     Ia mulai sedikit gugup. Mengetuk pintu yang ada dihadapannya pelan. Tidak ada jawaban. Ia kembali mengetuknya kali ini dengan kuat.

   "Tak perlu mengetuk pintu segala, masuklah." kata seseorang dari dalam. Tentu Sehun mengenal suara itu. Ia buka pintu tersebut. "kenapa kau lama sekali?" kata bosnya. Ayah Yoona terlihat akrab dengannya. Terlihat dari cara bicaranya dengan Sehun.

   "Maafkan aku sajangnim, tadi.."

   "Sudahlah. Kau ikut denganku ke Tokyo. Bawa pakaian yang banyak, kita akan menetap disana selama sebulan."

   "Ne sajangnim." setelah mengiyakan. Sehun baru menyadari itu, kata 'Sebulan' membuatnya tersentak kaget. "sajangnim, apa tadi anda mengatakan sebulan?"

   "Aish kau ini, sudah cepat bereskan pakaianmu!"

   "Tapi sajangnim, benarkah sebu--"

   "Ia sebulan! Cepat bereskan pakaianmu, malam ini juga kita berangkat." ucapnya dengan geram. Sehun keluar dari ruangan itu dengan langkah berat. Tapi ia tidak langsung kekamarnya, melainkan kekamar Yoona.

     Yoona tidak juga keluar dari kamarnya. Sudah berkali-kali Sehun mengetuk pintunya, Yoona tetap tidak memberikan respon. Sehun mencoba menelepon Yoona, juga tidak ada jawaban. Akhirnya ia hanya mengirimkannya sebuah pesan lalu pergi kekamarnya.

     Berat rasanya untuk memasukkan pakaiannya kedalam koper. Sebulan dia harus meninggalkan rumah ini. Sebulan juga dia harus menahan diri untuk tidak melihat gadis itu. Tetapi, bukan hal itu yang membuatnya tak bersemangat seperti ini. Waktu gadis itu, gadis itu juga hanya memiliki waktu sebulan lagi. Dan, jika ia meninggalkannya, bagaimana dengan gadis itu.

     Semua barang bawaannya sudah ia siapkan. Bosnya juga sudah siap untuk segera berangkat. Sehun memasukkan kopernya kedalam bagasi mobil. Matanya terus mencari sosok Yoona. Gadis itu tetap tak terlihat disana. Sehun mencoba menghubungi gadis itu lagi. Tetap tidak dijawab.

   "Yak, kau sedang apa? Cepat masuk, sajangnim sedang buru-buru." tegur seorang bodyguard. Tidak bisa membantah. Ia hanya bisa mendengarkan perintah itu. Akhirnya ia masuk kedalam mobil dan tidak lama dari itu mobil menghilang dari balik gerbang.

--

'Mianhae, aku telah berbuat salah. Tapi, bisakah kau keluar sebentar? Ada yang ingin aku bicarakan padamu.'

     Yoona terus-terusan membaca pesan itu. Tetapi ia tidak juga keluar dari kamarnya. 

'Kumohon, aku tidak memiliki banyak waktu.'

     Walaupun ia sangat gelisah. Ia tetap menahan dirinya untuk tidak menemui pria itu. 

'Aku akan pergi dengan ayahmu ke Tokyo selama sebulan.'

     Air mata mulai mengalir diwajahnya. Ia tidak ingin pria itu pergi dari sisinya. 

'Jika kau merindukanku, bisakah kau menghubungiku? Aku akan langsung menghampirimu. Aku berjanji.'

     Yoona berlari kearah pintu, ia hendak membuka pintu, namun ketika ia kembali membaca pesan tersebut. Tubuhnya kembali kaku dan hanya diam dihadapan pintu yang menjulang tinggi itu. 

'Baiklah jika kau tetap tidak ingin keluar. Kalau begitu aku pergi dulu. Aku tunggu itu.'

     Air mata kembali mengalir dengan bebas. Matanya memerah. Tidak tahu harus berbuat apa. Setelah lama berdiam diri dikamar. Kini ia tidak bisa menahannya lagi. Yoona pun berlari keluar dari kamar, mencoba menghentikan Sehun. Namun sayangnya pria itu sudah tidak terlihat lagi disana. Ia baru menyesali itu. Tidak, hal yang ia sesali adalah ketika ia mengijinkan ayahnya membawa Sehun ke Tokyo. Karena sebelumnya ayahnya telah menghubunginya, itu tepat ketika ciuman itu selesai. Yoona menerima panggilan itu disaat ia sedang berada didalam mobil seorang diri sementara Sehun tengah membereskan barang bawaan mereka di pantai.

     Karena tahu bahwa Sehun adalah bodyguard favoritnya, maka itu ayahnya meminta ijin kepadanya. Tidak yang seperti ayahnya duga. Yoona mengijinkannya begitu saja. Tetapi kini gadis itu benar-benar menyesalinya. Tangannya mulai mencoba menghubungi nomor Sehun. Namun ia menghentikan itu, ia semakin gelisah. Ia mencoba menghubungi ayahnya, tepat disaat ia hendak menekan tombol call, ia kembali menghentikan itu. Ia langsung memasukan ponselnya kedalam saku bajunya. Ani, aku tidak boleh begini. Akan lebih baik jika aku pergi tanpa mereka.

     Ia mencoba menahan air mata yang hendak jatuh. Mendongakkan kepalanya keatas. Mengatup bibirnya rapat. Ia tak tahu harus berbuat apa. Karena sesungguhnya ia sangat takut akan hari itu. Hari dimana dirinya harus meninggalkan dunia.

   "Kau sedang apa?" tegur Siwon yang sedang berjalan mendekatinya. Bukannya menjawab, Yoona malah memeluknya, lalu menangis kencang. Siwon terdiam kaget. Karena ini pertama kalinya Yoona menangis seperti itu dihadapannya. Yoona juga tidak mengatakan sepatah katapun. Setelah ia puas menangis. Ia melepaskan pelukannya dan segera pergi dari sana. Masuk kekamarnya dan memaksa dirinya untuk tidur.

--

     Tiga minggu sudah berlalu. Yoona tetap tidak menghubunginya. Sehun mulai tidak bisa menyimpan kegelisahannya. Ia ingin sekali segera kembali ke Seoul. Namun itu tidak mungkin terjadi, tugasnya di Tokyo sangat padat, ditambah ia tidak mungkin meninggalkan bosnya. Ia terus gelisah memikirkan gadis itu. Bagaimana keadaannya disana, apakah dia sehat? Ia terus memikirkan itu.

   "Ada apa dengan ekspresi wajahmu?" suara itu mengagetkannya. Ia yang sedang duduk dibalkon kamarnya pun terlonjak kaget.

   "Oo, sajangnim!"

   "Wah, tempat ini enak juga." ayah Yoona duduk dikursi yang ada disampingnya. "apa kau sedang memikirkan putriku?" tentu Sehun kembali kaget mendengar itu. "aish, kau tidak perlu memandangku seperti itu, aku tidak akan memecatmu."

   "Sajangnim, jongmal mianhaeyo. Saya tidak bermaksud.."

   "Gwenchana.. Jinja, gwenchana." pria tua itu tersenyum ramah. Melihat senyuman itu, lantas membuat Sehun kembali teringat dengan gadis itu. "Sehun-a, apa yang harus aku lakukan? Sesungguhnya saat ini aku sedang bersedih." kata pria itu, sorotan matanya mulai melemah.

   "Apa yang membuatmu bersedih?"

   "Seharusnya aku tidak boleh meninggalkan putriku seorang diri." katanya dengan raut wajahnya yang suram. "disaat ia akan pergi meninggalkanku, tentu aku harus menemaninya sampai hari itu tiba." Sehun kaget tak percaya. Ternyata bosnya sudah mengetahui itu.

   "Kau sudah mengetahui itu?"

   "Tentu saja, bagaimana mungkin aku tidak menyadari itu."

   "Lalu kenapa kau meninggalkannya seorang diri disana?" suara Sehun mulai meninggi. Ia bangkit dari duduknya. Sepertinya ia lupa sedang berbicara dengan siapa. "jangan-jangan kau sengaja pergi kesini untuk menjauh darinya?"

   "Aku melakukan apa yang dia inginkan."

   "Mwo?!"

   "Dokter yang merawatnya menceritakan semuanya padaku. Bahwa Yoona tidak ingin seorang pun mengetahui penyakitnya, terutama aku. Ia tidak ingin aku meratapi kepergiannya, ia tidak ingin melihat air mataku." terduduk lemas mendengar pernyataan itu. "Sehun-a, apa yang harus aku lakukan? Apa aku harus tetap seperti ini? Aku benar-benar gelisah. Ditambah Siwon memberi kabar bahwa kini ia sedang koma dirumah sakit. Aku tidak sanggup melihatnya, rasanya aku ingin mati saja." jantungnya seakan berhenti berdetak. Sehun tak mampu bernafas. Ia baru mendengar itu, bahwa Yoona sedang koma.

   "Sajangnim, apa yang baru saja kau katakan? Dia.. koma?" matanya mulai memerah, bosnya tidak menjawab. Tetapi perkataannya telah dijawab oleh air mata yang mengalir diwajah bosnya. Ia rasakan sendi kakinya terasa nyeri, ia mencoba bangkit dari duduknya, tapi ia kembali terduduk karena masih terlalu lemah. Ia terus berusaha bangkit hingga akhirnya berhasil.

     Berjalan gontai kearah lemari baju. Menghiraukan air mata yang mulai mengalir diwajahnya. Juga menghiraukan isakan tangis bosnya yang terdengar jelas olehnya. Ia terus memasukkan pakaiannya kedalam koper. Yang kini ia pikirkan hanya satu. Ia harus berada disisi gadis itu. Ia harus kembali ke Seoul. Hanya itu.

--

     Dilihatnya dari jauh para bodyguard sedang duduk berdampingan. Ada yang berdiri mondar mandir. Ada yang menutup wajahnya dengan tangan. Yang jelas, mereka semua terlihat gelisah. Dapat Sehun lihat sebuah pintu yang terletak tidak jauh dari mereka, yaitu pintu ruangan dimana Yoona berada. Ia segera melangkah cepat menghampiri mereka.

   "Sehun-a, wasseo?" sapa Shindong yang menyadari kedatangannya.

   "Hyung, ada apa denganmu? Ada apa dengan kalian? Kenapa raut wajah kalian.."

   "Dia sudah pergi." Sehun menatap hyungnya diam. "baru saja, dokter mencabut alat ditubuhnya." kata-kata itu mengalir ditelinganya tanpa sempat ia cerna. "sajangnim yang memintanya." tubuh Sehun merosot kelantai. "Sehun-a.."

   "Ini terlalu cepat, hyung, katakan padaku bahwa kau sedang bercanda! Katakan padaku hyung!" menarik kerah baju Shindong dengan kuat.

   "Yak, sadarlah! Kita harus bisa menerima kepergiannya." sambung Siwon yang mencoba menenangkannya.

   "Hyung, aku.. Aku mencintainya.." tangisnya pun pecah. Tidak hanya dirinya. semua bodyguard yang ada disana juga terpancing sehingga tidak mampu menahan airmata. Siwon langsung memeluknya. Ia dapat mengerti itu.

--

     Duduk dihadapan bunga mawar yang sedang tumbuh dengan indah. Ia menghabiskan sebotol air mineral dalam sekali teguk. Dan kembali mengamati bunga mawar yang baru saja ia sirami dengan air. Ia tersenyum pahit. 5 bulan sudah berlalu, namun ia tidak juga bisa hidup dengan tenang. Gadis itu selalu mengantui pikirannya. Tentu itu dikarenakan perasaannya yang tidak juga berubah.

   "Baiklah, karena ini adalah yang terakhir, aku akan memberikan kalian air yang lebih banyak." katanya pelan dan kembali menyirami mawar yang ada disana.

     Setelah selesai menyiram bunga, ia melangkah menuju kamarnya. Ia keluar dari kamarnya berserta dengan kopernya. Menyeret kopernya pelan. Walau berat, ia tetap harus pergi dari sana.

   "Sehun-a.." seseorang memanggilnya. Ia membalikkan tubuhnya. Pria tua itu menatapnya prihatin.

   "Sajangnim.."

   "Kau benar-benar akan pergi dari sini?"

   "Maafkan aku sajangnim."

   "Seharusnya aku yang meminta maaf padamu. Aku juga bersalah."

   "Ah ani.. Aku dapat mengerti itu."

   "Hem.. Sebelum kau pergi, pergilah kekamarnya, ada yang harus kau lihat." bosnya memberikannya sebuah kunci. Yaitu kunci kamar gadis itu.

     Sehun membuka pintu kamar itu. baru saja ia melangkah masuk. Kakinya langsung mematung disana. Menatap yang ada dihadapannya tak percaya. Fotonya terpajang disetiap sudut kamar itu. dari yang terkecil hingga yang terbesar. Ia menghampiri setiap foto itu. Ternyata itu adalah foto dirinya yang diambil secara diam-diam.

     Ia terus mengamati foto-foto yang ada disana. Hingga langkahnya terhenti dihadapan sebuah foto. Sebuah foto yang tertuliskan sebuah kata. 'saranghae' . ternyata selama ini Yoona tidak hanya menyembunyikan penyakitnya, tetapi ia juga menyembunyikan perasaannya terhadap Sehun, dan menyamarkan perasaan itu dengan menyebutkan bahwa Sehun adalah bodyguard favoritnya. Gadis itu melakukan itu agar ia bisa dengan nyaman meninggalkan pria itu.

     Tentu sakit melihat itu, tetapi paling tidak kini ia mengetahui itu, bahwa sebenarnya gadis itu menyambut perasaannya. Gadis itu mencintainya. Bahkan melebihi cintanya kepada gadis itu.

`

`

`

`

--The End-

`

`

`

`

Baca Sequelnya ya kak..

Judulnya Forgetting You.