1 Pertemuan Pertama

"Ya! Aku terlambat." Suara teriakan terdengar dari sebuah kamar.

Dia adalah Kim Haewon, gadis yang kini tengah terburu-buru untuk pergi ke rumah sakit karena dia kesiangan. Gadis itu adalah seorang psikiater anak di rumah sakit universitas Seoul.

"Aku sudah membangunkanmu ribuan kali Haewon-a," ucap Seongeun. Sahabatnya yang sudah seperti kakak bagi Haewon.

"Kenapa eonni masih ada di rumah?" tanya Haewon sambil sibuk memakai kaus kaki sambil berdiri.

"Kau lupa? Aku resign dari pekerjaanku kemarin," ucap Seongeun sambil mengiris daun bawang. Sedangkan Haewon ber "oh" sambil membereskan beberapa berkas.

Gadis itu lalu mengambil sepotong roti yang telah disiapkan oleh Seongeun kemudian bergegas menuju pintu.

"Ya! Kau akan sakit perut jika makan dengan terburu-buru seperti itu Haewon-a…" kata Seongeun ketika melihat gadis itu tengah berpacu dengan waktu.

"Jangan menghawatirkanku… aku pergi dulu eonni…" ucap gadis itu seiringan dengan tertutupnya pintu apartemen mereka.

Ya, begitulah keseharian seorang Kim Haewon. Gadis itu sungguh beruntung karena tinggal bersama Baek Seongeun. Dia selalu membangunkan Haewon setiap pagi dan tak lupa menyiapkan sarapan untuknya, selayaknya seorang kakak pada adiknya.

Sekarang Haewon tengah berlari menuju halte bus sambil memakan sepotong roti yang tadi dia bawa dari rumah. Gadis itu gelisah, dia bahkan tak bisa duduk di bangku halte. Namun, betapa terkejutnya dia saat melihat jam tangannya.

Ya, jam itu menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Padahal dia tadi melihat jam dinding menunjukkan pukul setengah delapan pagi. Masih tak percaya dengan apa yang dia lihat, gadis itu mengambil ponselnya dan membukanya. Benar saja, jam yang ada di layar itu menunjukkan pukul setengah tujuh pagi.

Benar, itu adalah ulah Seongeun yang sudah kesal melihat Haewon kesiangan. Dia akhirnya memutar otak dan mengubah semua jam di rumah menjadi lebih cepat satu jam. Sekarang rasanya Haewon ingin berteriak. "Tunggu saja nanti ketika aku pulang, Baek Seongeun," batinnya. Sedangkan Seongeun tengah tergelak melihat Haewon yang terburu-buru.

Akhirnya gadis itu duduk dan memakan sisa rotinya sambil menunggu bus datang. Awalnya semua baik-baik saja, sampai matanya menangkap sosok anak kecil yang tengah berjongkok di tengah keramaian orang yang akan menyebrang, kedua tangannya menutup telinganya. Anak itu nampak ketakutan di tengah keramaian kota.

"Dimana orang tuanya?" gumam Haewon sambil melihat ke sekeliling.

Tak bisa diam saja, gadis itu segera beranjak dan berlari ke arah anak itu. Haewon memeluk anak laki-laki itu dan berkata, "tidak apa-apa, kamu aman bersama kakak." Dia terus mengulang kalimat itu sambil mengusap punggung bocah itu. Setelah cukup tenang, Haewon membawanya ke tempat yang tak terlalu banyak orang.

"Dimana ayah atau ibumu?" tanya Haewon. Namun bocah itu tak merespon dan hanya menunduk.

"Kakak tidak akan menyakitimu, kakak akan mengantarkanmu kembali pada ayah atau ibumu," ucap Haewon.

Bocah itu lalu mengeluarkan sebuah papan dan alat tulisnya. Lalu dia menuliskan kata 'papa' di sana.

"Eoh… kamu kehilangan papamu?" tanya Haewon.

"Eung." Bocah itu menganggukkan kepalanya.

Haewon berpikir ada yang aneh dari anak ini. Kenapa dia tak mau berbicara, pikirnya. Gadis itu bingung harus bagaimana jika bocah di hadapannya ini tak mau berbicara. Tak lama seorang pria berjas bersama beberapa orang di belakangnya datang menghampiri mereka.

Pria berjas itu lalu menggendong anak itu. "Oh, ini rupanya ayahnya," batin Haewon.

"Apa yang kamu inginkan dengan mengambil Seunghan?" ucap pria itu.

'Apa? Dia bilang aku mengambil anaknya? Ya! Harusnya dia berterimakasih karena aku telah menyelamatkan anaknya,' batin Haewon.

"Maaf, tapi saya hanya melihatnya sedang ketakutan di tengah kerumunan orang yang akan menyebrang jalan. Saya menghampirinya dan membawanya ke tempat yang lebih nyaman untuknya. Bukankah seharusnya anda lebih memperhatikan anak anda?" Haewon berusaha untuk tetap sopan walaupun pria di hadapannya itu membuatnya kesal.

Tiba-tiba saja bocah dalam gendongan pria itu mengeluarkan secarik kertas bertuliskan "penyelamat".

'ah, begitu rupanya cara dia berkomunikasi dengan orang sekitarnya. Bocah ini cukup pintar untuk anak seusianya,' batin Haewon.

"Apa kakak ini menyelamatkanmu Seunghan-a?" tanya pria yang merupakan ayahnya itu.

"Eung." Bocah itu kembali mengangguk, lalu mengeluarkan kertas lain bertuliskan, "terimakasih" dan memperlihatkannya pada Haewon.

"Tidak apa-apa, lain kali kau harus lebih berhati-hati ya… jangan sampai kehilangan ayahmu lagi." Haewon tersenyum sambil mengelus kepala bocah itu.

"Kalau begitu saya pamit dulu. Lain kali tolong lebih perhatikan anak anda," ucap Haewon sebelum akhirnya berlari menuju bus yang telah berhenti di halte.

Di sepanjang perjalan Haewon masih terus memikirkan bocah tadi, mengapa anak itu tak mau berbicara bahkan pada ayahnya? Apa ada kelainan bicara pada anak itu? "Siapa namanya tadi? Seunghan? Bocah yang lucu, tapi ayahnya sangat menyebalkan," batinnya.

Bus yang dinaiki Haewon akhirnya sampai di halte rumah sakit universitas Seoul. Gadis itu bergegas turun dan langsung berjalan memasuki gedung rumah sakit. Tujuan pertamanya ialah cafe rumah sakit, dia ingin membeli satu cup ice americano untuk menyegarkan pikirannya.

Setelah mendapatkan kopinya, dia lalu menuju ke bagian psikiatri, dia masuk ke ruangannya dan memakai jas putihnya. Masih ada waktu sebelum praktek klinik dimulai. Gadis itu memutuskan untuk membaca beberapa berkas pasien sambil meminum kopi yang tadi dia beli.

Setelah selesai membaca beberapa berkas, gadis itu keluar dari ruangannya dan berjalan menuju klinik psikiatri anak yang jika dilihat rasanya tak seperti klinik, tapi seperti taman bermain. Banyak mainan yang ditata rapi di sana, mainan yang bisa melatih motorik anak, dan juga untuk melengkapi sesi terapi bersama anak.

"Aaaaa!"

Betapa terkejutnya Haewon ketika mendengar suara teriakan dari salah satu ruang terapi. Gadis itu buru-buru menghampiri ruangan itu, dan mendapati anak laki-laki yang pagi tadi ia jumpai.

"Seunghan-aa… ada apa?" tanya Haewon yang masih mengingat nama bocah itu.

Haewon melihat Seunghan ketakutan, dan menyadari bahwa ia tak ingin ada mainan mobil di dekatnya. Gadis itu langsung menyuruh terapis pendampingnya untuk menjauhkan mainan itu.

"Seunghan-aa, mau ikut aku bermain di sana?" Tunjuk Haewon ke luar ruangan, dan Seunghan langsung mengambil tangan Haewon.

Mereka pergi ke tempat bermain itu sambil bergandengan tangan. Haewon dan Seunghan duduk di bangku kecil yang letaknya sedikit di pojok. Karena Haewon tau bahwa anak ini tidak nyaman dengan keramaian.

Haewon lalu merogoh kantong jasnya dan mendapati lima buah permen susu di dalamnya. Dia memberikannya pada Seunghan. Anak itu tampak senang dan menuliskan di papannya "aku menyukaimu."

"Kau menyukaiku?" Haewon terkekeh sambil mengelus rambut Seunghan.

"Baiklah, mulai sekarang kita adalah teman?" Haewon mengajukan jari kelingkingnya dan langsung disambut oleh Seunghan.

avataravatar
Next chapter