webnovel

My promise

Warning! 21++ konten mengandung adegan dewasa dan kekerasan, harap bijak dalam memilih bacaan! "kamu mau pergi meninggalkan ku disini?" tanya seorang gadis kecil berusia 5 tahun, matanya mulai berkaca-kaca. "Ya, aku akan pergi..tapi suatu hari, aku pasti kembali untuk mencarimu!" jawab seorang anak laki-laki berusia 6 tahun dengan yakin. "Benarkah?! berjanjilah nik.." ucap gadis polos itu sambil menujukkan jari kelingkingnya. "Janji! selamanya kita tetap bersama! tunggulah aku mil.." jawab anak laki-laki itu sambil menautkan jari kelingkingnya ke jari kelingking gadis manis di depannya. Janji sepasang anak kecil yang masih naif belum mengerti kerasnya kehidupan, keduanya berasal dari sebuah panti asuhan yang sama. Namun, naas keduanya terjebak di antara dendam dua buah keluarga. ***** Akankah waktu mempertemukan mereka? Dapatkah mereka bersama untuk memenuhi janji itu? Atau sang takdir memiliki rencana lain untuk keduanya? Hanya waktu yang mampu menjawabnya

lusy_gunadi · Urban
Not enough ratings
201 Chs

chapter 26

Happy reading,

Ting tong.. Ting tong..

Suara bel rumah berbunyi menandakan kedatangan tamu bagi tuan rumah.

" Hallo, Bibi Iori!!! " sapa Yuki ketika melihat pintu telah dibuka,

" Ah! Hallo nona Yuki" jawab Bibi Iori dengan hormat,

" Apakah Ritz ada di rumah, Bi? " tanya Kenta yang saat itu berada dibelakang Yuki sedang kerepotan membawa barang - barang.

" Ada Tuan, Mari masuk ke dalam. " sahut Bibi Iori sambil memberi jalan kepada Yuki dan Kenta untuk masuk.

Kenta dan Yuki terkadang sering datang mengunjungi sahabatnya, jadi seluruh pelayan di rumah tersebut sudah mengenal mereka. Kenta menyerahkan barang bawaannya kepada Bibi Iori, dia juga menceritakan maksud kedatangannya kepada Bibi Iori, agar Bibi Iori dan para pelayan membantu menyiapkan peralatan untuk acara malam nanti. Ketika Kenta sedang asyik berbicara dengan beberapa pelayan, Ritz melangkah menuruni tangga,

" Ada keperluan apa kau kemari? " tanya Ritz acuh tak acuh,

Saat ini ia mengenakan kemeja lengan pendek berwarna biru muda dengan dua buah kancing atas yang tidak terkait, memperlihatkan tulang selangkanya yang kokoh dan maskulin, untuk bagian bawahannya Ritz mengenakan celana jeans belel. Karena hari ini Ritz tidak berniat pergi kemana - mana.

Ia juga membiarkan rambutnya berantakan alami tanpa menggunakan minyak rambut.

" Hai Ritz! Makin ganteng aja " celetuk Yuki sumringah sambil memeluk tubuh Ritz saat Ritz sudah sampai di tangga paling bawah. Ia membalas pelukan Yuki dengan santai, namun dari arah lain terlihat wajah suram Kenta yang sedang mendengus.

" Uhuuk! Uhukkk!!"

" Sepertinya kau perlu mencari suami baru! Kelihatannya ia terkena TBC! Dan tidak lama lagi akan kremasi " ejek Ritz sambil menyerigai,

" Hm.. Boleh juga saranmu " canda Yuki dengan wajah polosnya

" Hah?!! Kau?!! Kau... Ah!! Kalian beraninya menyumpahiku!!! " teriak Kenta sambil melotot tidak puas kepada dua orang yang ada di hadapannya.

Yuki hanya cekikikan melihat suaminya yang sedang kesal.

" Sudah lama kami tidak kemari, jadi aku dan Kenta ingin mengadakan pesta barbeque di rumahmu, bolehkan?" tanya Yuki antusias,

" Hmm "

" Dimana gadis itu? " tanya Yuki penasaran,

Sedangkan Ritz melangkah menuju sofa dan duduk berseberangan dengan Kenta yang wajahnya masih di tekuk.

" Masih di kamar. " jawab Ritz sekenanya sambil mengotak- atik handphone miliknya.

" Dia sudah lama tinggal di sini, tapi kau tidak berniat sama sekali mengenalkanku! " cela Yuki terlihat cemberut dan memilih duduk di samping suaminya.

" ... "

" Bagaimana keadaannya? " tanya Kenta pada akhirnya memilih bersuara.

" Jauh lebih baik "

" Apakah dia selalu berada di kamar? Kenapa tidak turun - turun dari tadi? Dia tidak bosan mengurung diri terus? " tanya Yuki antusias karena penasaran.

" Tanyakan sendiri! " sahut Ritz karena merasa pusing dengan pertanyaan Yuki,

" Huft!! " gumam Yuki,

" Apa sebaiknya aku ke kamarnya?? Kamarnya berada di sebelah mana? " ucap Yuki sambil beranjak berdiri.

" Sayang.."

Kenta langsung meraih tangan Yuki karena ingin menahan istrinya, terkadang Yuki bisa cerewet dan sangat merepotkan jika rasa penasarannya tidak terpenuhi.

" Tunggu sampai Louise turun sendiri ya.. Sayang " tukas Kenta dengan hati - hati karena tidak ingin istrinya marah.

Melihat pasangan yang berada di hadapannya, Ritz hanya menggelengkan kepalanya. Tidak lama bibi Iori di temani salah satu pelayan pria membawa baki nampan yang berisi minuman dan beberapa cemilan. Yuki mencoba mendengarkan saran suaminya, ia kembali duduk dan mencoba puding peach almond yang baru saja disiapkan.

***

Louise pov

Ketika terbangun pagi tadi, aku memilih duduk termenung berjam - jam di atas kasurku, teringat kejadian tadi malam yang terus berputar puluhan kali dalam benakku. Dimana pria itu memeluk dan  menciumku. Tanpa ku sadari wajahku sudah memerah ketika aku menatap cermin di atas meja riasku. Masih terasa jejak yang ia tinggalkan membuatku menyentuh pelan bibirku,

" Ahh! Ini membuatku benar - benar gila!" gumamku,

Rasa malu ini terus menggodaku, aku bingung harus bagaimana jika kami bertemu lagi nanti. Jantungku masih terus berdetak sangat kencang hingga saat ini, merasakan geli saat kupu - kupu berterbangan di dalam perutku.

" Aish! Apakah aku sedang jatuh cinta? " bisikku sambil tersipu malu,

Tetapi bagaimana jika ia hanya mempermainkan perasaanku, aku tidak berani membayangkannya. Sangat mengerikan apabila ia hanya ingin bermain - main denganku, bukankah harusnya ia masih marah karena aku berniat menyerangnya. Semua terasa membingungkan bagiku untuk pertama kalinya.

Setelah berpikir selama setengah hari, aku memutuskan untuk membersihkan diriku terlebih dahulu. Ketika selesai dengan penampilanku, aku memilih memberanikan diri untuk keluar kamar. Perutku berteriak minta diisi, jadi aku melangkahkan kakiku perlahan ke arah tangga menuju ruang makan.

Sesampainya di anak tangga terakhir aku terkejut menyadari beberapa orang menatap kearahku dengan intens.

" Ahhh! Akhirnya kau turun juga " seru seorang wanita yang secara tiba- tiba berdiri dari sofa yang ia duduki lalu melangkah menghampiriku.

" Hai! Perkenalkan aku Yuki, kekasih Ritz " sapa Yuki ramah,

" Hah!? Hai! Louise " jawabku sedikit tersentak karena perkataannya.

" Louise! Senang bertemu denganmu " seru Yuki sambil tersenyum antusias,

sedangkan aku hanya menganggukkan kepala menanggapi perkataannya. Jujur aku merasa tidak nyaman sekali, namun sebisa mungkin untuk tenang.

" Yuki!!! Aku benar - benar akan membunuh suamimu! Jadi kau bisa mengatakan hal itu kepada semua orang!" sergah Ritz dengan tajam

" Huh!! Tidak seru! Kau tidak bisa di ajak bermain Ritz!" celetuk Yuki sambil memutar kedua bola matanya,

Lalu Yuki berbalik meninggalkanku yang terlihat bingung dengan perkataan Ritz. Yuki kembali duduk di samping Kenta dengan wajah cemberut.

" Kemarilah. " seru Ritz sambil menatapku,

Aku menghampirinya dengan ragu - ragu. ketika aku berada satu langkah lagi dari Ritz, ia langsung meraih tanganku kemudian menarikku dengan sekali sentak. Aku membelalakkan kedua mataku, ini benar - benar di luar nalarku karena saat ini aku berada di pangkuan Ritz.

Dengan salah tangannya yang melilit perutku, perlahan warna kemerahan menyebar dari telingaku lalu ke wajahku, karena ada orang lain di sini selain aku dan Ritz, aku memilih beranjak bangun dari pangkuan Ritz. Namun Ritz semakin mengeratkan rangkulannya.

" Cantik! "

" Ritz!" bisikku

" Ada apa hm?" gumam Ritz tepat di telingaku.

" Ritz! Please lepas.. " bisikku dengan lirih, karena tidak terbiasa.

" Anggap saja tidak ada orang! " ucap Ritz seenaknya,

" Ehem! Ehem! Serasa dunia milik berdua! " ejek Yuki sambil menggelengkan kepalanya.

" Aku baru tahu, kau bisa seperti ini juga.. Ku kira kau tidak tertarik dengan lawan jenis " kelakar Kenta sambil tersenyum.

" Pulanglah jika kalian terus menganggu! " seru Ritz acuh tak acuh,

" Ck.. Ck..ck.."

Sekali lagi aku mencoba bangkit berdiri dari pangkuan Ritz dan berusaha melepaskan tangan Ritz yang melilit perutku, namun usahaku kembali sia - sia karena tangan Ritz sekeras batu. Ritz tetap tidak bergeming dari posisinya sehingga aku hanya bisa menundukkan kepalaku menutupi rasa maluku.

Louise pov end