1 1

Aku mencoba melangkah masuk kedalam sebuah restoran yang telah di janjikan oleh beberapa teman lamaku. Namun lagi-lagi aku menghentikan langkah, aku ragu untuk masuk. Jantungku bergerak lebih cepat dari biasa, aku harus masuk dan menjelaskan pada mereka bahwa apa yang aku katakan bahwa aku sudah memiliki pasangan itu adalah bohong. Mereka benar bahwa aku tidak akan memiliki pasangan dan tidak akan ada yang mau mengencani wanita kuno seperti diriku.

Aku kembali melangkahkan kakiku selangkah demi selangkah, ini terasa semakin berat aku tidak sanggup untuk terus melangkah.

Kau pasti bisa, Tari. Berkali-kali aku terus menyemangati diriku sendiri.

"Tari." panggil wanita dari ujung ruangan membuat seluruh pandangan di sana menatap kearah ku.

Aku merasa sedikit aneh dan membuat senyumku terlihat kaku.

Aku menghampiri tiga wanita yang terlihat sangat girang melihat kedatanganku.

"Maaf aku terlambat." Ujarku membuat sebuah alasan. Dan mereka percaya.

"Tidak apa-apa. Kami tahu kau pasti sangat sibuk." Ujar wanita disebelah ku. Diana. Wanita berambut pirang sebahu.

"Apa kalian sudah memesan makanan?" sekali lagi aku mencoba basa-basi.

"Sudah kupikir sebentar lagi akan datang." jawab wanita didepan ku. Jane.

"Baguslah." aku mencoba menenangkan diriku.

"Jadi bagaimana kabarmu?" Aku menatap wanita disebelah Jane. Bella.

"Tentu saja sangat baik."

"Jadi, Tari mana pria yang kau maksud dalam grup?" Tanya Diana.

"Aku tidak melihatnya datang bersamamu?" tambah Bella.

"Kau tidak berbohong kan?" Jane menatapku intens. Aku merasa terintimidasi disini, oksigen disini seakan abis terhisap oleh ketiga temanku ini.

"Hahaha, tentu dia akan datang dia sedang ada urusan tadi tapi aku pastikan dia akan datang." jawabku mencoba membuat semuanya tenang.

"Kami akan tunggu sampai orang yang kau maksud datang." ujar Diana tersenyum

"Tentu saja." Aku terus-menerus menelan Saliva ku.

Sudah hampir lima belas menit berlalu dan makan kami pun sudah datang. Namun ketiga wanita ini terus menanyakan pria yang aku janjikan untuk memperlihatkan kepada mereka bertiga.

"Sepertinya aku harus ke toilet sebentar. Permisi."

Aku segera pergi meninggalkan mereka bertiga, aku tidak ingin melihat wajah mereka.

Aku memang bodoh menjanjikan hal konyol seperti itu.

Brukkk

"Maaf, Sir. Aku tidak sengaja." ucapku spontan saat aku menabrak seseorang.

Dia tidak menjawab hanya menatap kearah dengan dingin.

Mata kami bertemu, aku melihat mata emerald itu menatap dingin ke arahku.

Sempurna. Itu yang ada di pikiranku. Aku tahu bodoh tapi ini satu-satu caraku untuk menghindari teman-temanku.

"Tuan apa boleh aku meminta tolong padamu?" Aku masih menatap wajahnya namun aku lihat ia mengerutkan kedua alis tebalnya. "Aku tahu ini terdengar sangat bodoh tapi aku mohon padamu tolong bantu aku." kembali aku melihat wajahnya tidak ada yang berubah dia masih mengerutkan alisnya. "Aku tidak akan memakan waktumu aku hanya meminta waktumu selama lima menit, berpura-pura menjadi pacarku, aku mohon."

Aku menempelkan kedua telapak tangan didepan wajahku. Aku tahu ini memalukan tapi aku tidak punya pilihan lain selain ini.

Dia tidak menjawab apapun hanya menatapku tanpa menunggu jawaban apapun darinya aku langsung menarik tangannya dan segera berjalan namun baru beberapa langkah sebuah tangan menarik tanganku.

"Nona bisakah kau melepaskan tanganmu ini dari ...."

Aku melihat seorang pria berjas hitam berdiri disebelah pria ini, namun hanya dengan sebuah tatapan dia melangkah mundur.

"Lanjutkan." perintah pria yang aku genggam tangannya dengan suara baritonnya yang khas.

Aku melangkah dengan senang pria ini ternyata membantuku. Saat langkah kami mendekati meja teman-temanku, aku mencoba menggandeng tangan pria ini yang bahkan aku sendiri tidak tahu nama pria ini.

"Maaf jika aku lama." sapaku dengan nada terdengar senang.

"Tidak apa-apa, kami mengerti." Bella tersenyum.

"Jadi? Apakah dia adalah pria yang kau maksud?" tanya Bella menatap tajam kearah ku.

"Ya t.tentu." jawabku sedikit terbata.

"Kau tidak ingin mengenalkannya pada kami?" tanya Jane yang sedikit menggoda. Aku tidak suka.

"T.tentu saja. Sayang kenalkan dirimu pada teman-temanku." Aku menatap pria bertubuh kekar ini penuh harapan aku berharap dia mengerti.

"Aku Theodorus. Dan kalian bisa memanggilku Theo." Ia terlihat tersenyum namun terlihat kaku.

"Apa pekerjaanmu, Theo?" tanya Diana mulai terlihat penasaran.

"Maafkan aku, sepertinya aku dan Theo harus segera pergi." ujar sebelum mereka mencoba mengintrogasi lebih jauh lagi. Dan perjanjian ku dengan pria yang baru aku tahu namanya ini hanya lima menit.

"Kau akan kemana?" tanya Diana menatap kearah ku dengan alis yang dinaikan satu.

"Kami akan pergi berkencan. Bukankah begitu?" aku kembali menatap kearah pria bernama Theo ini.

"Iya aku ingin menghabiskan malam ini bersamamu." jawabannya diluar dugaan ku dan tangan yang sedang aku rangkul lepas dari tanganku dan berpindah merangkul bahuku.

Aku melihat wajah ketiga temanku mereka terlihat sangat shock.

"Baiklah sepertinya aku harus pergi. Hari ini aku traktir kalian." ucap ku dan meninggalkan ketiga temanku tanpa melihat kearah meraka lagi.

Aku terus melangkah hingga menjauhi mereka, ketika aku merasa aman aku segera melepaskan rangkulan tangan pria bernama Theo ini.

"Terima kasih, Sir. Anda telah membantu saya. Maafkan jika saya melewatkan waktu berharga anda." ucap ku menatap mata emerald itu. Dia hanya tersenyum tipis sangat tipis. Apa aku melakukan kesalahan?

"Tidak apa-apa aku mengerti." jawabnya suara itu terdengar seksi ditelinga ku berbeda saat dia berbicara didepan teman-teman ku.

"Oiya aku hampir lupa." ucapku mengeluarkan beberapa dolar dari dompet kecilku. "Aku tidak tahu apa ini cukup tapi kuharap kau menerima anggap saja hari ini aku meneraktir anda, Sir." Aku langsung memberi uang itu ke tangan Theo, aku yakin dia akan menolaknya terlihat dari wajahnya yang berubah datar. "Baiklah aku harus segera pergi, Sir. Selamat malam."

Aku secepatnya meninggalkan pria itu dan restoran itu. Ingat aku sudah membayar makanan yang mereka pesan. Malam yang indah.

***

Secangkir Americano menemani pagi ku, aku menyiapkan segala sesuatu untuk keperluan hari ini. Sambil menunggu model yang akan ku potret hari ini, aku melihat-lihat beberapa karyaku yang aku simpan di laptop.

Tidak sehebat seperti seorang photografer profesional namun ini merupakan kemajuan untukku sendiri.

Aku bekerjasama dengan semua majalah ternama di kota New York, tidak mudah untuk bisa bergabung dengan mereka, aku sudah melewati beberapa tantangan agar bisa masuk dan lolos dari tahap demi tahap hingga akhirnya aku bisa berada disini.

Ini model terakhirku hari ini, aku harus bisa menyelesaikannya dengan cepat, makan siangku telah lewat dua jam yang lalu dan perutku terus berdemo. Aku sengaja menunda makan siangku agar aku bisa berlama-lama di luar.

Satu jam telah berlalu dan semua selesai. Aku mengemasi barang-barangku termasuk kamera kesayanganku yang menemani perjuanganku selama ini.

"Kau akan segera pulang, Tari?"

tanya wanita berambut hitam lurus yang mendekati ke arahku. Eve.

"Seperti yang kau lihat." jawabku masih terus merapihkan barang-barangku.

"Malam ini kau jangan lupa untuk datang."

"Malam ini? Ada apa dengan malam ini?"

"Ya Tuhan kau melupakan acara penting malam ini?"

"Aku benar-benar lupa, Eve." jawab ku jujur. Aku benar-benar lupa.

"Kau masih muda tapi ingatanmu payah, Tari. Malam ini Mr. Robert mengadakan pesta karena keberhasilan majalah bulan ini dan dia mengajak semua karyawannya untuk merayakannya."

"Ya Tuhan, aku benar-benar lupa, Eve. Terima kasih kau telah mengingatkanku. Hampir saja aku melewatinya."

"Kau harus datang dan ingat bersenanglah di sana." Eve meninggalkan ku, aku kembali merapihkan peralatanku dan segera meninggalkan studio.

Aku mengendari mobil hitamku, melewati kota New York yang selalu sibuk. Pesta? Aku masih memikirkan itu. Aku harus datang menghargai Mr. Robert setelah itu aku harus segera pulang. Namun sebelumnya aku harus mengisi perutku sebelum ia berdemo semakin gila lagi.

Aku memarkirkan mobilku disebuah restoran favoritku.

***

Semua menari mengikuti suara alunan musik yang di mainkan oleh Dj terkenal. Tidak ada yang tidak menari. Aku, Eve dan Ana semua menari melepaskan semua beban kerja kami selama ini.

Aku merasa cukup dan aku haus. Aku memesan minuman di meja batender.

"Sepertinya kita pernah bertemu bukan?" tanya seseorang di sebelahku.

Wajah itu terlihat tidak asing di mataku. "Theo? Benar bukan?" aku mencoba menebaknya.

"Kau masih ingat?" tanya menatapku. Oh mata emerald itu terlihat sangat seksi.

"Jadi kau datang?"

"Tentu saja aku tamu di sini."

"Kurasa kita belum berkenalan secara resmi. Aku Bintari. Tapi kau cukup memanggilku Tari.," aku mengulurkan tanganku dan dengan cepat dia meraihnya.

"Seperti yang kau tau aku Theo."

"Senang berkenalan denganmu Theo."

*tbc*

avataravatar