1 MALAM YANG MENEGANGKAN

Seseorang berambut pirang dengan mata merah cerah bak batu rubi itu berjalan menghampiri Ashton Malory, seorang bangsawan dengan status Baron. Orang itu menyeringai saat Baron Malory bersujud di kakinya.

"Saya mohon. Tolong jangan bunuh saya." Baron Malory memohon dengan sisa tenaganya yang telah habis untuk menahan serangan dari orang itu.

"Kau masih berani memohon?" Orang itu menendang Baron Malory dengan kakinya. Tentu ia merasa jijik karena Baron Malory menyentuhnya.

Saat itu, yang tersisa hanyalah Baron Malory dan putri angkatnya, Charlotte Lucius. Gadis yang tak bias mendengar percakapan dari kejauhan itu tengah pura-pura pingsan. Sementara keluarganya yang lain serta para penjaga dari kediaman itu sudah tewas mengenaskan.

"Tidak, tidak! Saya mohon ampuni saya." Baron Malory kembali merangkak dan bersujud di kaki pria itu.

"Hah." Orang itu menghela napasnya kesal. "Aku menitipkan putriku kepadamu agar kau menjaganya untukku. Tapi beraninya kau mempermainkanku dengan menyiksanya dan menjadikannya seorang budak. Tidakkah kau mengingat jika dirimu juga seorang budak sebelum aku menyelamatkanmu?"

"Tidak, Tuan. Tidak. Saya mohon ampuni saya." Baron Malory sudah tertangkap basah atas perilaku buruknya selama ini terhadap Lottie, si gadis yang tengah berpura-pura pingsan itu.

"Kau sedang menghinaku?" Orang itu semakin murka karena Baron Malory masih berani menyentuhnya. Dengan kekuatan gelapnya, pria itu mengeluarkan kaca runcing yang beracun dari sela-sela kukunya. Itu adalah sihir hitam terlarang.

"Tuan, jika anda melakukan ini, anda selamanya takkan bisa muncul lagi. Bagaimana jika anda tidak bias bertemu dengan putri anda lagi?" Baron Malory berusaha mencari celah dengan dalih mengingatkan.

Pria yang tengah mengamuk dan murka itu adalah Kemp Ehner Lucius, seorang pendeta berilmu tinggi yang bersekutu dengan iblis karena mengikuti obsesinya untuk memiliki seorang anak. Kerajaan yang mengetahui hal itu memutuskan untuk menghukumnya. Para penyihir agung pun dikumpulkan untuk menyegel kekuatan Kemp. Jika Kemp menggunakan sihir hitamnya sekali lagi, maka segel itu akan menghancurkan tubuhnya.

"Jika itu memang terjadi-" Orang itu menyeringai "-aku takkan menyesalinya." Kemp tersenyum ke arah Lottie yang ketahuan tengah mengintip ke arahnya.

Saat itu, Lottie tersentak. Gadis kecil yang baru berusia sepuluh tahun itu tentu takut jika pria yang tengah mengamuk itu akan membunuhnya juga seperti penguni mansion yang lain. Tetapi saat melihat senyuman hangat dari Kemp, Lottie tiba-tiba saja teringat pada sesuatu. Gadis itu mengingat lukisan yang tak sengaja ia temuka di gudang mansion. Lukisan dirinya ketika masih bayi dalam gendongan seorang pria.

"Ayah?" Lottie yang menyadari hal itu mencoba untuk bangkit dari posisinya. Namun belum sempat ia bangkit, kepalanya terasa sangat pusing dan ia benar-benar jatuh pingsan kali ini.

Tak sampai hitungan detik, kepala Baron Malory pun terpisah dari tubuhnya. Kediaman Malory pun hancur tak tersisa bersamaan dengan menghilangnya Kemp. Saat itu terjadi, sebuah cahaya merah terlihat masuk dan hilang ke dalam tubuh Lottie. Tak lama setelah itu, Lottie kecil terbangun dari pingsannya.

"Baron Malory." Lottie menutup mulutnya dengan kedua tangannya saat melihat kepala Baron Malory yang terpenggal ada dihadapannya.

"Apa yang sebenarnya terjadi?" Lottie menangis namun kemudian gadis kecil itu tertawa. "Kau mendapatkan apa yang seharusnya kau dapatkan Ashton Malory." Ia tak menangis karena sedih. Sebaliknya, Lottie kecil malah menangis haru.

Penderitaannya selama ini seakan telah berakhir. Selama ini, Lottie kecil terus-terusan disiksa dan dihina. Gadis yang tak mengetahui apa-apa itu terus di paksa untuk menjadi budak di kediaman Malory.

*****

"Dimana? Dimana Ayahku?" Lottie yang bangkit dan berdiri itu mengedarkan matanya ke segala penjuru. Namun nampaknya itu hanyalah sebuah kesia-siaan. Sebab sejauh apa pun mata Lottie memandang, yang gadis itu lihat hanya lah kegelapan.

Suara tapak kaki kuda terdengar dari kejauhan. Lottie yang mendengar itu pun menghentikan kegiatannya yang mencari ayahnya itu. Bagaimana jika ia dituduh membantai keluarga Malory? Tetapi Lottie malah menyeringai setelah ia menyadari satu hal, Lottie hanyalah seorang gadis kecil. Apa yang bisa seorang gadis kecil lakukan untuk membantai satu keluarga bangsawan?

Kini Lottie malah mengkhawatirkan hal lain. Ia memiliki sebuah tanda aneh di punggungnya. Baron Malory pernah memberitahunya jika Lottie harus menyembunyikan tanda itu karena sesuatu yang buruk akan terjadi jika orang lain mengetahuinya. Selama ini, hanya orang-orang di mansion Baron Malory yang mengetahuinya. Lottie mungkin bisa tenang karena orang-orang di mansion itu telah habis terbantai oleh pria yang ia yakini adalah ayah kandungnya. Namun ia takkan tenang jika ada orang lain yang mengetahuinya.

Lottie kecil selama ini selalu menahan diri ketika ia disiksa hanya untuk melindungi tanda itu. Setiap kali ia membuat kesalahan, Baron Malory mengancam akan membeberkan kepada orang-orang jika Lottie memiliki tanda itu. Lottie pernah tak sengaja mendengar jika tanda itu adalah segel dari penyihir agung dan tak boleh ada seorang pun yang mengetahui jika ia memilikinya.

"Apa aku harus berpura-pura pingsan lagi?" Lottie bertanya pada dirinya sendiri saat sebuah cahaya terlihat mendekat ke arahnya.

Lottie lagi-lagi menyeringai saat sebuah ide melintas di kepalanya. Bagaimana jika gadis kecil itu menangis dan berpura-pura bodoh?

"Huhuhu." Lottie kecil menangis saat cahaya yang ia lihat itu semakin mendekat.

Suara langkah kaki yang cepat datang Bersama cahaya. Samar-samar Lottie melihat seorang pria.

"Apa yang terjadi?" tanya pria itu pada Lottie. Bukannya menjawab, Lottie malah menangis semakin kencang. Pria itu pun mengedarkan lentera yang ada di tangannya dan terkejut setelah melihat sepenggal kepala yang menghitam sehingga sulit untuk di kenali jika memang tak mengenal siapa pemilik kepala itu dengan baik. "Oh! Apa ini?!"

Pria dengan lentera itu cepat-cepat mengangkat tubuh Lottie ke dalam gendongannya. Meski kesulitan, pria itu berusaha menenangkan Lottie. "Tenang, lah. Kau memilikiku sekarang." Mendengar ucapan pria itu, tangis Lottie pun perlahan mereda. "Iya. Seperti itu. Berhenti lah menangis."

Tanpa banyak bicara, pria itu membawa Lottie ke atas kudanya. Dalam hati, Lottie takut jika ia akan kembali disiksa atau dijual sebagai budak. Lottie hendak melompat dari atas kuda saat pria itu menjalankan kudanya.

"Apa yang hendak kau lakukan?" tanya pria itu pada Lottie setelah berhasil menahan tubuh Lottie agar tak jatuh ke bawah. "Tenang, lah. Aku takkan melakukan hal yang buruk padamu," bisik pria itu.

Lottie yang memilih untuk menuruti apa yang pria itu katakan pun bersikap tenang. Sebab suara pria itu terdengar lembut dan hangat.

*****

avataravatar
Next chapter