98 Ketahuan

Benar saja.. saat aku sudah mengatakan kata-kata manis seperti tadi ternyata bukan Ryan yang ada dipanggilan telepon tersebut, melainkan Aris.. "Ya Tuhan.. Betapa malunya.." ucapku dalam hati

Rasanya.. kalau memungkinkan, aku ingin menyembunyikan mukaku itu didalam sebuah kotak dan tidak memperlihatkannya pada siapapun, terutama dia..

Apa dia tahu kalau pasangan romantis yang tadi kusebut sebelumnya adalah dirinya dan juga Shina.. Bagaimana ini?, ucapku bergemul dalam hati

Namun, respon Aris ketika mendengar aku mengucapkan semuanya, dia berdehem dan kemudian

"Ehemm.. Maaf Lena, ini aku Aris. Maaf kalau aku menyela momen romantis kalian sebelumnya. Aku meminta nomormu dari Oka tadi. Aku hanya ingin memberitahu.. tadi Papamu menelponku dan menanyakan tentang Pak Asep.."

Aku yang tadinya salah tingkah dan malu itu mendadak berubah menjadi serius dan tegang begitu mendengar ucapan Aris bahwa dia menerima telpon dari Papaku. Maksudku, kenapa dia bisa menjawab panggilannya. Apa Shina tidak menyampaikan pesanku tadi padanya.. pikirku kesal.

"Jadi Mas Aris menjawab panggilan dari Papa? Bagaimana bisa.. Aku kan sudah memberitahu Shina sebelumnya, untuk menyampaikan pesanku itu padamu.." jawabku tidak senang

"Shina..?" Aris terheran

"Iya. Tadi pagi aku datang ke apartemenmu untuk memberitahukan hal ini.. tapi Shina bilang kau sudah berangkat. Jadi, aku menyuruhnya menyampaikan pesan padamu untuk tidak menjawab panggilan Papa nanti, serta tidak menceritakan mengenai masalah Pak Asep.." aku menjelaskan

"Tenang Lena.. tenang. Aku tidak menyampaikan pada Papamu bahwa Pak Asep mengetahui kedekatan antara Ibu Mertuamu dan Pak Zuriawan.." Aris berusaha menenangkan

"Apa saja yang kau bicarakan dengan Papa, Mas Aris?" tanyaku kembali penasaran

"Awalnya Papamu mencurigai Ryan. Beliau mengira bahwa Ryan sengaja menyuruh Pak Asep pergi agar tidak menemuinya di Rumah Sakit saat itu.. karena dia tidak mau mengungkapkan kebenarannya.."

"Tapi kau tenang saja Lena. Aku sudah bilang padanya bahwa Ryan sama sekali tidak tahu apapun mengenai kedatangan Pak Asep ke Rumah Sakit. Sebab ketika Pak Asep datang, hanya kita berdua saja disana.."

"Aku juga sudah menjelaskan alasan  Pak Asep pergi dan tidak menemui Papamu saat itu. Aku bilang, Pak Asep menerima telepon dari seseorang dan langsung minta izin pergi saat itu juga.."

"Dan.. aku juga mau minta maaf sebelumnya padamu.."

"Minta maaf..?" aku mengulangi perkataannya

"Aku tidak tahu kalau kau belum memberitahukan masalah kehamilanmu itu pada Papamu. Tadi itu, untuk mengalihkan pembicaraan mengenai Pak Asep, aku jadi terpaksa memberitahukannya berita kehamilanmu.. Maaf sebelumnya kalau aku telah lancang berbuat seperti itu.."

"Haaahh.. Kacau sudah ini. Bagaimana kalau Papa nanti pergi berkunjung ke kediaman Ryan untuk memastikan hal ini.." pikirku panik

"Bekas luka ini juga, bagaimana aku menyembunyikannya dari Papa nanti..?"

Dalam kondisi panik seperti itu, Aris kembali menyadarkanku.

"Lena..? Lena..? Kau tidak apa-apa kan. Aku benar-benar minta maaf telah memberitahukan Papamu mengenai hal itu. Dan.. Aku juga minta maaf atas nama Shina. Aku tahu, mungkin kejadiannya tidak akan berjalan seperti ini, jika aku tidak menjawab panggilan Papamu saat itu. Maafkan aku Lena.." Aris merasa bersalah

"Iya tidak apa-apa Mas Aris. Terima kasih telah memberitahukanku mengenai hal ini.. dan maaf telah merepotkanmu sebelumnya dengan masalah Papaku." jawabku.

"Iya, tidak apa-apa. Kita kan bertetangga.. sama sekali tidak merepotkan." jawab Aris

Walaupun, jujur sebenarnya situasi yang dilakukan oleh Mas Aris tadi sangat membuatku dalam masalah yang cukup rumit, tapi aku tidak mungkin mengatakan hal itu padanya kan.

"Lena.. Kalau kau butuh bantuanku untuk meluruskan masalah mengenai Pak Asep atau Papamu, tidak usah sungkan-sungkan untuk memintanya padaku." Aris kembali menawarkan

"Kapanpun itu kau bisa menghubungiku melalui nomor ini.." ucap Aris kembali

Menghubunginya..? Yang benar saja.. Bisa-bisa terjadi perang dunia ketiga antara dia dan Mas Ryan, kalau Mas Ryan tahu akan hal ini. Aku tidak mau itu terjadi.. Aku saja sudah cukup ketakutan menerima panggilan telepon darimu sekarang. Mungkin.. kedepannya aku akan memblokir nomormu ini Mas Aris, pikirku dalam hati.

Dan akupun dengan segera berusaha untuk mengakhiri panggilannya

"Terima Kasih atas bantuanmu sebelumnya Mas Aris, tapi aku rasa.. untuk kedepannya kita tidak bisa seperti ini lagi. Aku tidak nyaman.. dan juga nanti Mas Ryan akan kembali cemburu dan salah paham padamu.. Jadi.." aku belum menyelesaikan kata-kataku itu, namun Aris tiba-tiba

"Baiklah. Aku mengerti. Aku mohon maaf sebelumnya padamu Lena.." Aris kemudian menutup segera panggilannya. Sementara aku.. aku masih terkejut akan hal itu. Aku tidak mengira dia akan menutup langsung teleponnya seperti ini. Apa dia tersinggung atau merasa tidak enak dengan kata-kataku yang terakhir tadi. Tidak mau terlalu jauh memikirkan tentang hal itu, aku kemudian memutuskan untuk menghubungi Papa.

Ketika telepon tersambung, aku mengatakan pada Papa bahwa memang benar aku sedang hamil. Papa terdengar begitu bahagia mendengar kabar itu langsung dariku, hingga.. seperti dugaanku, Papa kemudian bilang bahwa dia ingin segera menemuiku saat ini juga.

Saat itu aku bilang, aku sedang ada di apartemen. Bu Tomo tidak mengizinkanku untuk tinggal dikediamannya, karena khawatir aku akan stress karena ada Pak Tomo yang sedang sakit disana. Aku sengaja mengatakan hal itu untuk membohongi Papa, agar Papa tidak pergi kesana. Dan benar saja, sekitar 30 menitan kemudian setelah aku menutup telponku, Papa tiba-tiba sudah tiba di apartemen kami.

"Pa.." sapaku menyambut Papa didepan pintu sambil ku memeluknya

"Lena Sayang.. Papa senang sekali akan segera mendapatkan cucu lagi darimu Nak." ucap Papa tersenyum bahagia sambil membalas pelukanku

Aku kemudian mempersilahkan Papa masuk. Kami bercakap-cakap ringan saat itu. Aku juga sempat menceritakan pada Papa bahwa saat ini Ryan sedang melakukan perjalanan bisnis diluar negeri untuk menggantikan Papanya karena beliau sakit. Mendengar hal itu, kemudian Papa malah menyuruhku untuk tinggal dirumahnya saja, karena merasa khawatir aku sendirian di apartemen. Tentu saja aku menolak.. Aku bilang pada Papa bahwa aku merasa lebih nyaman tinggal disini ketimbang dirumah. Lagipula, disini juga ada Oka yang menemani dan menjagaku.

Saat itu, semuanya berjalan dengan baik dan normal tanpa adanya masalah atau kecurigaan sama sekali, hingga tiba-tiba sesuatu terjadi dan membuat Papa mengetahui kebohongan mengenai masalah mobilnya itu.

Pihak asuransi menghubungiku bahwa mobil BMW hitam dengan plat B 13 HAN, telah selesai diperbaiki. Mereka menanyakan kapan aku bisa mengambil mobil tersebut dibengkel. Namun Sayang, Papa yang menjawab panggilannya itu. Tentu saja Papa terkejut, bagaimana bisa mobilnya ada dibengkel sementara tadi dia pergi ke apartemenku menggunakan mobil itu. Papa yang mulai curiga kemudian langsung menginterogasiku saat itu juga.

avataravatar
Next chapter