99 Akibat Kebohongan

"Lena coba jelaskan ada apa ini? Apa maksud pihak asuransi tadi bilang mobil BMW Papa sudah diperbaiki? Bagaimana bisa ada dua mobil BMW disini? Lena....?!!" Papa menuntut penjelasan dariku

Saat itu aku terdiam. Aku terus berpikir, bagaimana sebaiknya aku jelaskan semua masalah ini pada Papa. Aku takut.. kalau aku menceritakan hal yang sebenarnya, Papa akan semakin marah dan membenci Ryan. Aku tidak menginginkan itu.. Hingga aku pun terus terdiam.

"Lena!!?" bentak Papa marah karena aku terus terdiam saat itu

"Baik.. Kalau kau memang tidak mau menceritakan hal ini pada Papa, Papa akan mencari tahunya sendiri." ucap Papa sinis

"Untuk sementara, handphonemu ini Papa sita. Sampai kau mau membuka mulut dan menceritakan semua kejadian sebenarnya pada Papa.." kemudian Papa pun melangkah pergi keluar menuju pintu.

Aku yang terkejut, tiba-tiba menahannya..

"Pa.. tunggu. Jangan bawa handphone Lena Paa.." aku berusaha mengejar Papa saat itu

Papa tidak menghiraukanku. Papa terus saja keluar menuju pintu depan dan bersiap untuk meninggalkan unit kami.

"Papa.. Maafkan Lena Paa.. kembalikan handphone Lena." ucapku tiba-tiba menangis sambil memohon dan mengejarnya

"Baik Pa.. Baik.. akan Lena ceritakan semua. Tapi Papa janji.. Papa tidak akan marah dan menyalahkan siapa pun atas kejadian ini. Lena yang salah Pa.. Ini semua salah Lena.." aku masih memohon sambil mencoba memegang lengan Papa untuk menghentikan langkahnya.

Papa akhirnya mau berhenti. Kemudian sambil memandang ke arahku Papa berkata

"Kamu berhutang penjelasan pada Papa. Kamu harus ikut Papa pulang ke rumah sekarang dan jelaskan semuanya.." Papa langsung menarikku keluar

"Tapi Pa.. Lena tidak mau pulang ke rumah Paa.. Paa.." Papa terus saja menarikku keluar. Bahkan, sampai di lorong apartemen pun aku masih berusaha keras melepaskan tanganku dari tangan Papa sambil memohon, tetapi tetap tidak berhasil.

Kejadian itu sempat membuat orang-orang disekitar unit kami keluar untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi. Cukup memalukan memang, tetapi aku memang berteriak cukup keras sambil masih menangis dan memohon pada Papa. Bahkan, saat itu ada Rani juga disana. Dia sempat melihat kami di lorong, tetapi aku tetap tidak peduli.. Aku terus memohon.. dan memohon, tetapi Papa tetap membawaku. Bahkan, sampai masuk hingga ke dalam mobilnya. Aku terus menangis saat itu.. Sepanjang perjalanan aku tetap menangis, tetapi Papa masih tidak mempedulikannya, bahkan handphone-ku masih ditahan ditangannya.

Setibanya kami dirumah, aku yang kesal kemudian memilih untuk masuk dan mengurung diriku sendiri dikamar. Aku tidak peduli, saat itu aku benar-benar marah dan kesal pada Papa. Kenapa Papa bisa bertindak seenaknya seperti ini. Maksudku, aku memang bersalah karena tidak menjelaskan semua masalahnya pada Papa, tetapi bagaimana Papa bisa menjadikan handphoneku sebagai sandera dan memaksaku untuk tinggal disini..

Beberapa jam setelah mengurung diriku sendiri dikamar, aku pun merasa lapar. Aku sebenarnya tidak ingin keluar, tetapi aku ingat kalau ditubuhku ini juga ada satu makhluk bernyawa lain yang membutuhkan asupan makanan, hingga akhirnya aku pun terpaksa keluar kamar.

Saat itu di meja makan, ternyata makanan untukku sudah dipersiapkan disana. Mungkin Papa yang menyuruh bibi menyiapkan semuanya untukku. Tidak hanya makanan, segala buah-buahan dan juga minuman kesukaanku semua juga ada disana. Tanpa berpikir panjang, aku pun langsung makan dan menikmati semua hidangan yang sudah dipersiapkan itu.

Setelah kenyang mengisi perutku dan kebutuhan calon buah hatiku, aku pun pergi ke ruangan lain untuk mencari keberadaan Papa.

Ditempat lain, di apartemen Aris dan Shina, terlihat saat itu Aris baru pulang kantor. Saat itu Shina belum kembali, hanya ada Rani disana. Kemudian,

"Ayah.." ucap Rani menyambut Aris

"Rani.. kau sudah makan Sayang?" tanya Aris

"Sudah Yah. Tadi Rani sudah memesan makanan pakai aplikasi.. Rani memesan Ayam penyet tadi.." Rani menjelaskan

"Oh iya. Kau sudah enakan? Apa masih demam?" sambil Aris memegang kening putrinya itu

"Sudah tidak lagi Yah. Tadi kan Rani sudah minum obat." jawab Rani

"Ngomong-ngomong Mamimu kemana? Apa dia sudah pulang?" tanya Aris

"Mami belum pulang.. mungkin macet Yah."

"Oh iya Ayah. Ayah tahu.. Tadi itu ada kejadian heboh.."

"Tante sebelah tadi nangis-nangis sambil di bawa pergi paksa sama Kakek. Kakek itu mungkin Ayahnya Tante, soalnya tadi Tante manggil Kakek itu Papa.."

"Kasihan Yah.. Tante itu terus mohon-mohon sambil nangis. Dia gak mau pergi.. tapi tetap dibawa pergi juga sama Kekek itu.." Rani menceritakan

Mendengar cerita dari Rani, membuat Aris merasa bersalah. Jangan-jangan gara-gara dirinya Lena jadi seperti itu. Saat itu dirinya kemudian langsung masuk kedalam kamar.. sambil memegang handphone-nya, dia berpikir apakah perlu untuk menghubungi Lena untuk menanyakan situasinya saat itu..

Akan tetapi, tiba-tiba Shina pulang.

Dengan ekspresi bahagianya, dia mulai mencari Aris. Saat itu, dia terlihat menanyakan pada Rani apakah Ayahnya itu telah pulang. Rani pun menjawab bahwa Ayahnya saat ini sedang berada didalam kamarnya. Kemudian,

"Aris.. Kau sudah pulang rupanya." ucap Shina tersenyum sesaat setelah memasuki kamar

"Maaf tadi aku terlambat pulang. Kelas terpaksa molor karena ada insiden kecil terjadi saat itu. Ada siswa yang berkelahi.. Mereka berkelahi karena berebut peran bintang iklan utamanya.. Lucu sekali.." Shina bercerita tetapi tidak direspon oleh Aris

"Oh, iya.. Apa kau sudah makan malam? Kalau belum, aku berpikir untuk mengajakmu makan diluar. Kebetulan ada restoran sate yang baru buka di ujung jalan sana. Kau mau menemaniku kan? Bila perlu kita ajak Rani juga kesana.."

Namun, saat itu Aris sama sekali tidak merespon ajakannya itu. Aris yang terduduk kemudian bangkit dan terlihat mendekati Shina. Dengan muka serius, kemudian dia bertanya pada Shina

"Shina.. apa tadi pagi Lena datang menemuimu?" tanya Aris

Shina yang telah mengerti apa maksud dari pertanyaan Aris itu kemudian menjawab

"Ahh.. Iya. Aku lupa memberitahukan padamu. Dia tadi pagi memang datang ke unit kita. Saat itu, dia bilang, katanya kau tidak usah menjawab lagi panggilan dari Ayahnya. Dan.. dia juga bilang, apabila Ayahnya itu menanyakanmu mengenai apapun, maka kau hanya perlu menjawabnya dengan "tidak tahu" untuk setiap pertanyaannya.." Shina menjelaskan

"Shina.. aku tidak suka dengan sifatmu yang seperti itu. Kau bilang tadi pagi hanya orang nyasar yang datang mananyai alamat, padahal yang datang itu Lena kan?" ucap Aris marah

"Apa kau tahu apa yang telah kau perbuat? Saat ini Lena sedang dalam masalah karena perbuatanmu itu. Seandainya tadi pagi, kau menceritakan semuanya.. tentang kedatangannya dan juga menyampaikan pesannya itu padaku, maka semuanya tidak akan terjadi.."

"Lena.. Lena.. dan Lena terus. Memangnya tidak bisa ya, tidak memikirkan atau peduli pada mantanmu itu si Lena, hah?" ucap Shina kesal

"Shina.. Kau itu seharusnya bisa membedakan mana situasi yang dapat membuatmu merasa cemburu, mana yang tidak. Apa kau sadar dengan kelakuanmu itu? Karena perbuatanmu seseorang menjadi kesulitan saat ini.."

"Apa kau tahu, gara-gara kau yang tidak menyampaikan pesan Lena saat itu, membuatku merasa bersalah.. karena aku telah menyampaikan apa yang mungkin seharusnya tidak aku sampaikan.."

"Gara-gara ulahmu, Papanya Lena datang marah-marah kemari padanya dan membawanya pergi dari sini.." Aris menjelaskan dengan emosi

"Kenapa menyalahkan semua permasalahannya padaku.. Apa yang terjadi dalam keluarga mereka itu, memangnya urusanku?" ucap Shina tidak terima

"Hey.. Kau dengar ya Aris, masalah yang terjadi antara Lena dan Papanya, ya salah Lena sendiri. Untuk apa melibat-libatkan diriku dan juga kau. Seharusnya kalau memang dia tidak mau terjadi masalah, dia harus berkata jujur pada Papanya, tidak perlu menyembunyikan apapun.." Shina terus berusaha megelak

"Kau ini memang tidak bisa diberitahu.." ucap Aris dingin.

Kemudian Aris pun memilih keluar kamar meninggalkan Shina. Shina yang kesal kemudian terlihat membanting tasnya itu di atas kasur.

"Brengsek.." maki Shina

avataravatar
Next chapter