webnovel

Bossy Man

"LUCAS, AKU BUKAN ANAK KECIL YANG BISA KAMU ATUR SESUKA MU!"

Laura menatap Lucas dengan sorot mata yang kesal, bahkan kini dadanya terlihat naik turun mengingat betapa emosi yang tengah di tahannya saat ini. Bagaimana tak kesal? Sekarang, lihat penampilannya sangat buruk.

Lucas yang mendapatkan jeritan Laura di pagi hari pun segera mengernyitkan dahi, ia menatap gadis kecilnya dari atas sampai bawah lalu tersenyum. "Kamu memang perlu aku atur? Lihat penampilan mu sangat cantik, daripada pakai sepatu bot dengan sweater kebesaran." komentarnya.

Rasanya Laura ingin sekali merobek dress selutut dengan kerah yang menutupi bagian atas tubuhnya, ia merasa tidak nyaman dengan pakaian yang terlalu terbuka dan menampilkan lekukan tubuhnya itu. Tatapannya mulai menajam, lalu berdecih kecil.

"Berikan semua pakaian ku, kemana semua sweater, hoodie, dan juga kaos kebesaran ku? Kenapa hilang satu lemari?" tanyanya dengan sebal.

Lucas terkekeh kecil, melihat Laura dari ujung kepala sampai ujung kaki setelah itu mengembalikan pandangannya untuk menatap gadis tersebut. "Hei, begitu sudah cantik, sayang." balasnya sambil mengerling jahil. Bahkan ia mengedipkan sebelah matanya ke arah gadis yang tengah mengamuk itu.

Demi apapun, terkutuk Lucas karena sudah memiliki sifat yang semaunya. Laura kini memutar kedua bola mata, lalu menghembuskan napas dengan kasar. "Nona, bukan sayang." ucapnya yang meralat panggilan laki-laki tersebut untuk dirinya.

Lucas menganggukkan kepala. "Ya ya ya, sayang. Saya risih memanggil mu dengan panggilan Nona, karena sayang jauh lebih romantis dan manis."

Yang satunya agak angkuh karena tidak menerima perjodohan yang menurutnya sangat gila ini, dan yang satu lagi malah suka menggoda karena gadis  muda yang menjadi istrinya itu sangat menggemaskan.

"Fuck you!"

"Jaga tutur kata kamu, sayang."

"Kalau begitu jangan panggil aku sayang!"

"Tidak akan, ya karena saya suka memanggil kamu dengan sebutan seperti itu. Dan ya ingat, suka-suka saya karena—"

"Karena kamu The Bossy CEO, aku paham."

Laura berjalan dengan menghentakkan kakinya dengan kesal, lalu duduk di tepi kasur dan ya mulai menyilangkan kedua tangan di depan dadanya. Ia menatap kaki jenjangnya yang terekspos begitu jelas, lagipula apa cantiknya memakai dress?

Sedangkan Lucas yang melihat sang istri bertingkah seperti itu pun malah tambah merasa gemas, ia mengulum senyuman karena tidak pernah membayangkan laki-laki tegas sepertinya malah bertemu dan berjodoh dengan gadis keras kepala dan berperilaku layaknya anak kecil.

"Ayolah jangan merajuk, katakan apa yang kamu inginkan? supaya bisa memaafkan saya."

"Tidak ada!"

"Kalau begitu, mau ciuman?"

Mendengar penawaran yang seperti itu membuat Laura membelalakkan kedua bola matanya, menatap Lucas seolah-olah mengatakan 'Are you crazy?!' Saking gila-nya apa yang dikatakan oleh laki-laki tersebut.

Oke, mereka memang sudah menikah. Namun, bukan berarti dengan seenak jidat Lucas bisa menyentuh Laura. Karena gadis cerdik satu itu membuat perjanjian, katanya kalau bukan dia yang mengizinkan Lucas menyentuh, tidak akan ada kedekatan intim di antara mereka.

Laura hanya mencibir dengan nada bicaranya yang tenggelam bersamaan dengan hembusan angin AC, ia menghiraukan perkataan laki-laki yang masih saja berdiri pada pijakannya.

Lucas menyukai gadis yang sukar diatur, dan akhirnya ia mendapatkannya pada sosok Laura. Memilih untuk melangkahkan kaki, mendekat ke arah gadis muda itu lalu duduk bersebelahan.

"Yakin?" tanyanya dengan nada bariton yang seolah-olah menggoda.

Mendengar itu, tak ayal tubuh Laura merinding. Ia langsung mengambil tindakan perlindungan diri, mengambil ancang-ancang untuk sekiranya meninju Lucas supaya tidak melakukan apapun pada dirinya.

Namanya masih muda, apalagi dengan pernikahan yang tidak terencana ini, ya bagaimana dirinya bisa menutupi kalau ia takut dengan Lucas? Jawabannya adalah tidak bisa, maka dari itu harus menjaga diri sendiri semampunya.

"Fuck off! Aku tidak ingin kamu berdekatan dengan ku."

"Tapi kita sudah menikah, baby girl. Dan waktunya saya menjaga kamu sebagai seorang suam—"

"Bodyguard, ingat itu!"

Lucas mengusap wajahnya dengan pelan, masih tidak setuju sih dengan keputusan sepihak Laura yang sialnya mau tidak mau harus dituruti kalau tidak gadis tersebut mengancam banyak hal seperti mogok makan dan yang lainnya.

"Lagipula apa yang harus di jaga? Tidak ada. Aku sudah besar, sudah anak kuliahan, tidak butuh bantuan suami seperti kamu." sambung Laura lagi dengan nada bicara yang terdengar sebal. Memang para gadis gemar sekali marah-marah, dan memang tabiat mereka selalu benar.

"Kamu perlu saya, jangan dipungkiri lagi, sayang. Untuk kemauan kamu tentang status bodyguard, oke saya akan memainkan peran dengan sangat baik. Tapi ingat, ada imbalannya karena saya diperlakukan seperti ini."

"Huh laki-laki seperti apa kamu? Masa menuntut imbalan seperti itu?"

"Mau atau tidak? Kan keputusan juga ada di tangan kamu, ini saya hanya memberikan keuntungan untuk kedua belah pihak saja kok."

Laura meringis, masalah kesepakatan memang adalah hal yang paling dirinya benci. Ia mengambil napas panjang, lalu menghembuskannya dengan perlahan-lahan. Baiklah, lagipula imbalan yang diberikan Lucas tidak mungkin macam-macam, iya kan? Oke, sebenarnya sih dirinya sendiri pun ragu.

"Katakan." ucapnya yang ingin tau dulu.

"Kamu setiap hari harus ke kantor saya, sudah itu sangat simpel."

Hampir melongo dengan apa yang dikatakan oleh Lucas, rasanya Laura ingin menampar laki-laki disebelahnya ini. "Untuk apa? Kamu pikir aku gak sibuk? Aku kan kuliah, banyak tugas yang harus aku kejar dan kerjakan loh."

"Gak peduli sih saya. Saya menuruti keinginan kamu, kamu juga harus sebaliknya."

Laura meremas kedua tangannya, ia menarik napas, lalu menghembuskannya dengan perlahan-lahan guna membuang perasaan dongkol-nya.

"Suami seperti apa sih kamu."

"Suami tampan yang bisa memberikan kamu segalanya, apa itu belum cukup jelas?"

"Meh!"

Lucas terkekeh kecil, ia selalu suka apanyang dirinya perbuat pada gadis tersebut sehingga dia kesal. "Jadi apa keputusannya sayang ku? Hari sudah malam, lebih baik kita tidur dengan posisi berpelukan. Sepertinya itu sangat nyaman,"

Ini sudah Minggu ke-1 mereka menjalani pernikahan dengan keributan yang random ini. Terkadang mereka saling beruntung memiliki satu sama lain, san terkadang ya seperti ini jadinya pertengkaran adu mulut yang terlihat tak ada ujungnya jika salah satu dari mereka tidak ada yang mau mengalah.

"Baiklah, baiklah. Walaupun permintaan kamu gak berguna, tapi kalau imbalannya begitu doang ku rasa sangatlah mudah."

Lagipula apa minus-nya dari setiap hari berkunjung ke kantor Lucas? Semua orang pun sudah tau pernikahan mereka, apalagi suaminya memiliki peran penting di New York. Memiliki perusahaan maju yang bersaing ketat dengan perusahaan lainnya, namun ya poin pentingnya tidak pernah tumbang.

Aneh? Sepertinya itu bukan hal yang aneh melainkan sebuah keajaiban.

"Mudah? Memangnya saya menyuruh kamu untuk ke kantor saya untuk apa? Apa kamu tau itu?"

"Apa?" Ya Laura pun tak tau jawabannya.

"Untuk menjadi pelayan saya, bukannya itu seimbang?"

Laura mengumpat kasar dalam hati, ia menahan agar tidak melampiaskan amarah pada Lucas. Terkadang terlihat manis mendekati vase sangat bucin pada pasangan sampai-sampai dirinya bisa saja kehilangan kesadaran kalau jangan sampai jatuh cinta pada laki-laki satu ini, di satu sisi juga Lucas sangat menyebalkan karena terlihat seperti laki-laki menyebalkan yang kejam.

"Baiklah, sekarang sepertinya predikat The Bossy CEO benar-benar pantas untuk di sandang dirimu, Jerk."

...

Next chapter

Next chapter