1 01 - cruel story

Kisah ini di mulai sebelum aku jatuh cinta kepada target yang seharusnya aku bunuh, julukan 'Mafial girl' itu diberikan oleh Ayahku, Ya aku adalah seorang pembunuh bayaran yang memang dilahirkan untuk menjadi seorang pembunuh, seorang wanita yang mempunyai paras yang cantik dengan wajah yang lugunya, orang lain mungkin akan menilai jika dia adalah seorang gadis baik-baik ataupun seorang gadis yang pemalu.

Dengan mempunyai kesempurnaan wajah yang bagaikan malaikat itu mampu menutupi sifat yang bagaikan iblis, dia adalah Valery Sovanna, seorang anak yang di angkat oleh Tuan Marlon, dia adalah ketua geng mafia yang sangat terkenal dalam dunia kegelapan di negara New York.

bukankah di suatu negara tidak akan mungkin lepas dengan seorang mafia? Atau seorang pembunuh?

Valery memang bukanlah anak dari Tuan Marlon, Valery hanyalah anak jalanan yang ditinggalkan kedua orang tuanya di pinggiran jalanan kota New York saat usia baru menginjak empat tahun, saat itu Tuan Marlon tidak sengaja melihatnya dan memutuskan untuk menjadikan Valery sebagai anaknya, padahal Tuan Marlon sudah mempunyai dua anak laki-laki.

Saat itu Valery berusia enam tahun, Ayahnya mulai memperkenalkan dunianya pada Valery, dunia dimana Valery diajarkan untuk memegang senjata bukan memegang boneka ataupun mainan anak perempuan pada umumnya, hingga menginjak usia sembilan tahun, Ayahnya mulai memberi Valery pelatihan untuk ilmu bela diri dan juga Ayahnya tak lupa untuk memberikan Valery pendidikan sekolah.

Valery yang saat itu masih tidak mengerti dengan semua itu hanya bisa mengikuti semua perintah sang Ayah, Valery tidak pernah mengeluh ataupun bertanya apa tujuan sang ayah mengajarkan semua ini pada Valery, bagaimanapun juga jika Tuan Marlon tidak mengangkatnya sebagai anak asuhnya mungkin nasib Valery masih akan seperti dahulu.

Tak ada rasa takut sedikitpun saat mata Valery melihat banyak benda tajam atau pun pistol yang bertebaran di dalam ruangan khusus milik sang ayah, di usia Valery yang ke tujuh belas tahun ayahnya sudah mulai mengajarkan Valery tentang menggunakan senjata, mulai dari pisau lipat, suntikan, dan pistol, itu adalah senjata yang mudah untuk disimpan dan dibawa kemanapun.

Di saat ulang tahun yang ketujuh belas Valery mendapatkan hadiah dari ayahnya yaitu sebuah misi untuk membunuh saudara laki-laki yang tak berguna menurutnya sang Ayah, saat itu Valery sangat bingung untuk menggunakan cara apa untuk membunuh sang kakak yang memang tidak berguna, kakak keduanya lumpuh dan hanya bisa berbaring di kamar, Valery sebenarnya tidak menyangka misi pertamanya adalah membunuh saudaranya walaupun bukan saudara kandung.

"Putriku sangat hebat, untuk misi pertamamu, kamu menjalankannya dengan sangat baik tanpa ada kesalahan sedikitpun, tidak sia-sia aku mengambilmu di jalanan 13 tahun yang lalu." ucap sang Ayah, dengan sebatang rokok yang di tangannya dia memuji sang putri yang terduduk di lantai sambil menundukkan pandangannya.

Valery masih mencoba mengendalikan tubuhnya yang bergetar hebat saat dia mencoba membunuh sang kakak dengan suntikkan mematikan yang sudah pernah sang ayah ajarkan padanya, dalam diri Valery dia merasa bersalah.

"Ayah aku ingin kembali ke kamarku, besok aku akan mengikuti ujian kelulusan untuk bisa masuk di kuliah impianku." ucap Valery, dengan hormat dia menundukan kepalanya kepada sang ayah sebelum melangkah mundur kembali kamarnya.

Sesampainya di kamar Valery hanya bisa terdiam, dengan lemas dia menjatuhkan tubuhnya ke lantai dan memeluk lututnya, lalu menenggelamkan wajahnya di persilangan lengannya.

"Tuhan, sejak kecil hingga sekarang kamu selalu mengabulkan doaku, untuk kali ini tolong lepaskan aku dari penjara yang menguruskan selama 13 tahun ini, aku tidak ingin menjadi seorang pembunuh walau ayahku adalah seorang pembunuh." ucap Valery, dia melipat kedua tangannya dan berdoa kepada Tuhan yang selalu dia percayai.

Setelah itu Valery kembali ke meja belajarnya, dia harus mendapatkan nilai yang bagus untuk mendaftarkan dirinya di universitas yang jauh dari sini kalau bisa dia pergi ke luar negeri, tujuannya agar selama empat tahun dia bisa membebaskan dirinya dari sang ayah.

Valery adalah anak yang cerdas, di saat usia yang baru menginjak sepuluh tahun dia sudah banyak mempelajari berbagai bahasa oleh ayahnya, sampai hal itu bisa berguna untuk dirijya sekarang.

Valery merasa sangat bersyukur dirinya masih dikasih kecerdasaan dan juga tempat untuk berteduh walaupun tempat itu bukankah tempat yang baik untuk dirinya, Valery juga merasa beruntung jika dia bisa memiliki sikap yang peka terhadap apa yang menurutnya tidak dan baik untuknya, jika tidak memiliki sikap itu mungkin Valery sudah membunuh banyak nyawa di tangannya.

Lembaran demi lembaran buku mulai dia baca satu persatu, hari sudah menunjukan pukul 12 malam tidak mematahkan semangat Valery untuk terus memahami materi yang ada didalam buku tebal itu.

Tidak lama kemudian suara keributan yang berasal dari luar kamar Valery membuat rasa penasarannya memuncak, dia segera meninggalkan ruangannya dan berjalan membuka pintu kamar, dengan hati-hati Valery melihat apa yang sedang terjadi di luar kamarnya.

Itu bukan suatu keributan yang biasa terjadi di rumah ini, betapa terkejutnya Valery melihat apa yang terjadi di lantai bawah, semua anak bawahan ayahnya sudah tergeletak dilantai dengan banyak darah yang berceceran disana, Valery menahan dirinya untuk tidak berteriak saat melihat salah satu pengawal sang ayah ditembak dengan pistol di hadapan sang ayah.

Valery melangkah mundur untuk mencoba melarikan dirinya, namun satu tangan besar menarik tangan Valery hingga membuat dia menatap kearah pria yang ada di hadapannya, pria dengan jas berwarna silver dan mata yang berwarna hitam pekat itu menghancurkan semua pertahanan diri Valery dalam sekejap mata, pria itu sudah melumpuhkan tubuhnya hingga tidak mampu untuk bergerak melawannya.

"Apa yang kamu lakukan Tuan" ucap Valery, dia mendadak kaku saat tubuhnya sudah diseret oleh pria itu untuk turun dari tangga, menuju ruang tamu yang terdapat banyak sekali darah yang mengubah lantai keramik menjadi berwarna merah darah.

"Tuan Darrel semua anak buahnya sudah selesai diatasi." ucap salah satu pria yang memakai penutup wajah, dia berjalan mendekati pria yang masih memegang kendali untuk tubuh Valery.

Kini tubuh Valery sudah berada di hadapan ayahnya yang diikat di kursi tempat biasa pria tua itu mendengarkan banyak laporan dari bawahan.

"Ayah, sebenarnya apa yang terjadi?" tanya Valery, dia menatap bingung dengan apa yang terjadi pada kondisi rumahnya yang sekarang.

"Kita bertemu lagi Tuan Marlon." ucap pria berjas silver itu.

"Tolong biarkan putriku untuk pergi dari sini, dia tidak punya sangkut pautnya dengan masa lalu kita" ucap Tuan Marlon, dia sudah sangat putus atas dengan apa yang terjadi.

"Sepertinya gadismu memiliki kemampuan yang dibutuhkan-ku."

"tidak! Dia hanya gadis lugu yang tidak mengerti apapun, bukankah dendam mu hanya padaku? Jangan libatkan dia aku mohon " ucap Tuan Marlon lagi.

"Benarkah itu Tuan Marlon? Apakah kau lupa dengan ibuku?"

"Ayah, sebenarnya apa yang terjadi?" tanya Valery, begitu banyak pertanyaan yang melintas di otaknya sangat mencoba mencerna semua ucapan yang keluar dari mulut pria itu dan ayahnya.

"Kau banyak bicara."

Pria berjas silver itu mengangkat pistol di tangannya mengarahkan ke arah ayah Valery, dan detik itu juga sebuah tembakan mengenai tetap di jantung sang ayah.

"Ayah!!"

Valery menjatuhkan tubuhnya di lantai, betapa sedih kehidupannya menyaksikan ayah angkatnya di bunuh di depan hadapannya, air matanya terus mengalir hingga membasahi lantai, dia menatap pria berjas silver penuh dengan kebencian dan bersumpah jika Valery yang akan membunuh pria itu dengan tangannya sendiri.

"Kamu cukup cantik ketika marah." ucap pria berjas silver, dia menarik dagu Valery dengan tangan yang dia gunakan untuk menembak sang ayah.

"Brengsek!"

"Kalian bisa meninggalkan rumah ini, untuk gadis ini biar aku yang urus."

"Kamu ingin ikut denganku!" Ucap pria berjas silver.

"Tidak! Sampai kapanpun aku tidak sudi ikut denganmu."

Diluar dugaan pria itu malah mengangkat tubuh Valery bagaikan karung beras, dia membawa Valery keluar dari rumahnya, meninggalkan semua orang yang sudah mati di dalam.

"Tidak! Lepaskan aku!! Brengsek!"

"AYAH! Ayah! Tolong aku!!" Valery mencoba untuk berteriak, tapi yang dia lihat hanyalah wajah ayahnya yang sudah jatuh di lantai dengan darah.

Valery dibawa pergi meninggalkan rumahnya dan semua orang yang mati di sana.

avataravatar
Next chapter