19 In A Dream

In A Dream

Seorang wanita tengah sibuk memasak di dapur. Suara siulan di bibirnya menemaninya mengaduk masakan berupa nasi goreng. Senyum terpatri di bibirnya. Senyum itu sangat manis di wajahnya yang cantik.

'grep'

Wanita itu langsung terkejut begitu sebuah tangan tiba-tiba memeluknya. Segera ia menoleh pada sosok yang dengan tidak etisnya memeluk dirinya hingga terkejut.

"Ri-Rizhan?!" pekik nya karena terkejut dengan sosok itu.

"Hai sayang," celetuk Rizhan yang semakin mengeratkan pelukannya.

"Rizhan, kamu terlalu erat memelukku. Ayo lepaskan! Aku lagi masak ini," protes Herra berusaha melepaskan pelukannya karena ia sangat sibuk.

Bukannya melepaskan pelukannya, Rizhan malah menelusupkan kepalanya di leher Herra. Herra langsung tersentak begitu bibir Rizhan menyentuh permukaan lehernya. Gelenyar aneh mulai melingkupi dirinya saat ini.

"Rizhan! A-Apa yang kamu lakukan?!" pekik Herra dengan pandangan terkejut dan alis yang bertaut.

"Kamu harum banget sih Herra. Aku sangat menyukai aromamu. Itu membuatku sangat bersemangat," celetuk Rizhan yang semakin gencar mencium leher jenjang Herra yang berwarna putih bersih. Hingga meninggalkan jejak merah keunguan di sana.

"Rizhan. Ayo hentikan! Aku lagi masak sekarang. Apa kamu enggak mau makan malam?" tanya Herra berusaha melepas tangan Rizhan Di pinggangnya dengan kuat.

"Aku enggak mau makan itu. Aku maunya memakan dirimu," tolak Rizhan seraya membalikkan tubuh Herra sekali hentakan.

Herra kembali memandang terkejut pada Rizhan. Mata itu tampak sangat berkilat menampilkan kegairahan. Herra sedikit merasa gugup. Ia menundukkan kepalanya. Ia cukup gugup dengan tindakan Rizhan saat ini.

Rizhan memajukan wajahnya pda Herra.

'ctak'

Rizhan mematikan kompor yang sedang menyala dan menggigit telinga Herra yang begitu menggodanya. Salahkan saja Herra yang mengikat cepol rambutnya hingga memperlihatkan leher jenjangnya yang sangat putih itu.

"Au! Rizhan kenapa kau menggigitnya?" protes Herra menutup telinganya yang digigit oleh Rizhan.

Rizhan tersenyum menanggapi hal itu. Ia kembali memajukan wajahnya dan menelusupkan kepalanya di leher Herra kembali. Herra sedikit geli saat Rizhan meniup permukaan lehernya.

'cup'

Satu ciuman mendarat kembali di lehernya. Kemudian ciuman yang bertubi-tubi terus mendarat di leher mulusnya dengan sensual.

Herra menahan agar dirinya tak mengeluarkan suara laknat itu. Namun, ketika Rizhan menggigit sedikit permukaan leher itu, suara laknat itu tak sengaja keluar.

"Ahh!"

Herra refleks menutup mulutnya. Ia menatap Rizhan yang juga memandangi dirinya. Rizhan tersenyum senang. Karena itu tujuan aslinya.

"Sepertinya kamu menyukainya, hm?" goda Rizhan dengan mata yang memandang gairah pada Herra.

"Ihh, kamu sih! Kenapa tiba-tiba menggigit leherku?!" pekik Herra dengan wajah yang merah padam. Rizhan suka sekali padanya sekarang.

"Lehermu harum sih. Lagipula aku ingin meninggalkan jejakku di tubuhmu. Agar orang tau kalau kamu itu udah ada yang punya," jelas Rizhan seraya mengelus dengan lembut pipi Herra.

"Rizhan...."

'cup'

Perkataan Herra langsung terpotong karena Rizhan yang langsung mencium bibirnya. Herra menahan napas begitu ciuman itu mendarat di bibirnya. Pertama itu hanya sekedar menempel bibir. Tapi lama kelamaan ciuman itu makin menuntut. Rizhan melumat dengan lembut bibir Herra. Rizhan mengangkat tangan Herra agar mengalungkannya di leher Rizhan dengan perlahan.

Herra yang sudah ikut terbawa suasana, akhirnya menuruti arahan Rizhan. Ia mengalungkan dengan erat tangannya pada leher Rizhan. Dengan sekali gerakan, Rizhan menggendong tubuh Herra. Ia memasuki kamar dan merebahkan tubuh Herra dengan pelan di atas ranjang.

Ciuman itu terlepas karena Herra tampak kehabisan napas. Mata Rizhan sudah benar-benar tertutupi oleh kabut gairah. Apalagi melihat Herra nampak terengah-engah akibat ciuman itu. Semakin membuatnya hilang akal. Sungguh, Herra benar-benar menaikkan libido di dalam dirinya saat ini.

Rizhan kembali mencium bibir Herra. Kali ini ia memaksa agar Herra membuka mulutnya. Setelah mulutnya Herra terbuka, Rizhan langsung meneroboskan lidahnya untuk masuk dalam mulut Herra. Ia mengeksplor dalam mulut Herra. Rizhan mengabsen setiap gigi dalam mulut itu. Ciuman itu kembali terlepas.

Herra sangat terkejut ketika melihat pakaian atasnya sudah tanggal. Entah kapan Rizhan melepasnya. Kini hanya tertinggal bra dan celana pendeknya. Sungguh kapan Rizhan melakukan hal itu semua dengan sangat cepat.

Herra refleks menutup bagian atas tubuhnya karena malu. Ia merasa bentuk tubuhnya itu tak bagus buat dipandang.

"Ada apa Herra?" tanya Rizhan dengan nada lembut.

"A-Aku enggak mau melakukan hal ini," gagap Herra seraya mengalihkan pandangannya dari Rizhan.

Rizhan memegang kedua tangan Herra. Ia menatap dengan lembut pada Herra. Ia mengelus dengan pelan pipi Herra.

"Kamu tenang aja. Aku akan bersikap lembut padamu, ya," timpal Rizhan dengan senyum meyakinkan.

Herra masih tak bergeming. Hatinya masih bimbang untuk melakukan hal itu dengan Rizhan.

"Herra, sayang. Ayolah! Aku sangat menginginkanmu," tutur Rizhan dengan suara yang rendah.

Herra memandangi wajah Rizhan yang nampak sangat tampan dengan keringat yang membasahi tubuhnya. Apalagi Rizhan saat ini tak memakai baju atasnya hingga memperlihatkan perut ABS-nya. Herra sedikit goyah dengan godaan itu.

"Aku takut Rizhan," cicit Herra dengan suara yang mulai merendah.

"Aku kan udah bilang, sayang. Kamu tenang aja. Aku akan bersikap lembut padamu. Aku hanya menginginkanmu," jawab Rizhan berusaha meyakinkan Herra dengan kalimat manisnya itu.

Melihat Herra yang masih nampak bimbang, Rizhan pun mencium kening Herra lama. Herra langsung terkejut dengan hal itu. Ia merasakan keyakinan dan kehangatan di balik ciuman pada keningnya itu.

Herra akhirnya mengangguk menerimanya. Ketika sudah mendapat lampu hijau Rizhan segera menarik celana pendek Herra dan membuangnya sembarangan.

Rizhan kembali mencium Herra dan adegan ranjang pun terjadi. Suara desahan dan erangan memenuhi ruangan itu. Hawa panas menyelimuti keduanya padahal AC di kamar itu menyala.

Sampai akhirnya....

"AHH!!"

Herra berteriak dari tidurnya. Ia memeluk lututnya dengan erat. Air mata seketika mengalir dari matanya. Ia kembali memimpikan hal yang sama.

Bagaimana bisa selama hampir tiga bulan ini, ia selalu bermimpi melakukan hubungan seks dengan Rizhan? Apa karena dominasi Rizhan semakin besar terhadapnya?

Selama kurun waktu tiga bulan ini, Rizhan sangat mengatur dirinya. Bahkan, ia melarang Herra jika bertemu dengan klien pria. Jika Herra membantah, maka nasibnya akan sama seperti para korban lainnya.

Herra hanya bisa pasrah menerima itu semua. Ingin sekali ia cepat-cepat mengakhiri ini semua. Tapi apa daya, jika saat ini tangannya tidak bisa menyentuh tombol pemberhentian kontrak itu. Entah gelang apa yang diberikan Rizhan pada kedua tangannya hingga ia tak bisa mengendalikan tangannya sendiri.

Bahkan karena gelang itu, ia secara tak sengaja mengikuti perintah Rizhan tanpa kehendaknya. Ia semakin aneh dengan dirinya sendiri. Ia seperti bukan pemilik dari tubuhnya sendiri.

To be continued....

avataravatar
Next chapter