webnovel

My First Soulmate

Catharyna May memasuki kelas SMA-nya di sekolah Hecolan International Academy. Saat itu ia datang terlambat di hari pertama masuk sekolahnya. May ingin memaksa masuk tetapi dihadang oleh penjaga sekolah yang membuat seorang pria datang. Pria itu mirip dengan seseorang yang May kenal. Hari pertama sekolah di HIA May sudah harus mengerjakan hukuman, menulis ulang soal ujian beserta jawabannya. May yang tidak terima karena hanya salah satu nomor memutuskan untuk pulang tanpa mengerjakan hukumannya. Keesokannya ia dipanggil oleh Gabriel untuk lari keliling lapangan. Ia ingin menolak tapi percuma, kedudukan Gabriel lebih tinggi darinya. Di situ, May bertemu dengan seorang pria yang baik, berbanding terbalik dengan Gabriel, Aaron. Perjalanan May tidak hanya sampai di situ saja. Ia mendapat ancaman dari Amora, gadis yang menyukai Gabriel sejak lama itu untuk menjauhi pria pujaannya. May tampak bingung dan merasa itu hanya ancaman biasa karena May tidak menyukai Gabriel. Kejadian di laboratorium Kimia membuat benih-benih cinta May dengan Gabriel tumbuh perlahan. May mengobati luka Gabriel karena terkena asam akibat dirinya yang tidak fokus saat pelajaran. Seiring berjalannya waktu, May mulai menemukan kecocokan Gabriel dengan pria yang ia suka saat masih kecil itu. Sampai tibalah saatnya pesta dansa yang membongkar rahasia, kalau ternyata Gabriel memang orang yang May cari selama ini, tapi sayangnya Gabriel sudah mempunyai pasangan, Agatha, temannya sejak kecil dan juga May. Tidak mau mendengar penjelasan dari Gabriel karena kecewa, May malah menejauhi pria itu, Tapi bagaimana lagi, May sudah terlanjur menyayangi pria itu dan terus memikirkan tentangnya. Kejadian yang tidak terduga hadir, Gabriel berpacaran dengan Amora yang membuat hati May terluka. Di saat Gabriel mengatakan alasan sebenarnya ia berpacaran dengan Amora membuat May tersentuh. Ternyata ia melakukan semua itu untuk dirinya seorang.

Grace Kosuga · Teen
Not enough ratings
24 Chs

Knowing More

Aku melihat seorang wanita paruh baya yang sedang menaruh permen gulali pada raknya.

"Iya, ma," jawab sang anak yang berada di samping ibunya.

Sang ibu tersenyum lalu menggandeng tangan anaknya pergi.

Aku berjalan menuju tempat permen gulali itu ditaruh.

Permen gulali terakhir.

Tapi ... tempatnya tinggi sekali. Aku tidak mungkin bisa mencapainya.

Aku menaruh jinjingan yang sedari tadi kupegang. Kali ini aku harus bisa mencapainya.

Saat aku hendak menggapai permen gulali dengan jariku, seseorang mengambilnya.

"Hei, itu permen gulali ... kamu ...?"

♛♛♛

"Kamu mau ini?" Gabriel mengayun-ngayunkan permen gulali yang sudah ia ambil dariku.

"Iya, kembalikan." Aku berusaha mengambilnya dari tangan Gabriel, namun ia menariknya kembali.

"Sepertinya kamu suka sekali, ya, dengan permen gulali?"

"Menurutmu?" ketusku.

"Kebetulan aku juga menyukai permen gulali, jadi ini milikku." Gabriel tersenyum miring.

"Loh, tidak bisa. Aku yang mengambilnya terlebih dahulu, jadi ...," ucapku terputus.

"Kamu bahkan tidak mencapainya, May."

Ugh, dia benar-benar menyebalkan. Padahal aku sudah mati-matian untuk mendapatkan permen gulali itu.

Mataku tertuju pada seorang gadis yang sedang berjalan sambil melihat sekeliling toko.

Itu ... Amora?!

Oh, tidak. Itu benar Amora! Amora tidak boleh melihatku ada bersama Gabriel.

"Permen gulalinya untukmu saja. Aku permisi." Aku membawa jinjinganku dan segera pergi meninggalkan toko.

"May, tunggu."

Aduh, kenapa, sih, Gabriel masih terus mengejarku. Padahal' kan ia sudah mendapat permen gulalinya.

"May." Sebuah tangan berhasil menahanku yang membuat langkahku terhenti.

♛♛♛

Aku menoleh. "Kamu mau apa lagi? Bukannya aku sudah ...."

"Kenapa kamu tadi berlari seperti orang ketakutan?" Gabriel melepas tangannya.

"A ... aku tidak ketakutan," jawabku. Gabriel tidak boleh tahu kalau aku berlari karena takut dengan Amora.

Gabriel menghembuskan nafasnya. "Kamu tahu' kan kalau kamu tidak pandai berbohong?"

Ya, aku tahu. Makanya ini aku sedang memikirkan alasannya, bodoh.

Mendadak rintik-rintik hujan mulai turun membasahi tanah.

"Hujan!"

"Lalu?" Pandangan Gabriel masih terfokus padaku.

"Karena ini aku tadi terburu-buru, takut hujan."

Sebelum pria elang itu berbicara lagi, lebih baik aku pergi saja.

"Tunggu."

Aku menoleh dengan malas. "Apa lagi?"

"Kamu yakin ingin berlarian dalam keadaan hujan pulang ke rumah?"

"Kan ada tak ...," ucapku terputus.

"Memang uangmu masih tersisa?"

Ngg ... benar juga, ya. Uangku' kan sudah habis karena tadi membayar biaya pajak belanjaan. Pajak menyebalkan.

♛♛♛

Warga kota Winthen mulai berlarian, mencari tempat untuk berlindung dari hujan.

Sudah 10 menit aku dan Gabriel duduk di bawah teras, ditemani oleh jinjingan belanjaanku di tengah. Hening. Hanya suara hujan dan hembusan angin yang terdengar sejak tadi.

Aku melihat ke arah Gabriel. Ia sedang menyantap permen gulali yang sudah dibagi dua tadi untukku.

"Kamu kenapa tidak pulang? Kamu' kan bisa pulang naik taksi."

Gabriel menoleh. "Aku tidak pernah naik taksi karena aku punya trauma masa lalu."

Tidak pernah naik taksi? Kenapa mirip sekali, ya, dengan seseorang?

"Temanku juga ada yang tidak pernah naik taksi karena trauma masa lalu. Persis seperti dirimu."

"Oh, ya?" Aku mengangguk. "Sekarang bagaimana kabar temanmu itu?" tanya Gabriel.

"Entahlah. Aku tidak bertemu dengannya sejak lima tahun yang lalu."

Gabriel mengangguk mengerti. "Kalau kamu suatu saat bertemu dengannya, apa yang akan kamu lakukan?"

Kalau suatu saat aku bertemu dengannya, ya?

♛♛♛