webnovel

Pantai

Mailan sudah sehat sepenuhnya. Tapi dia akan memanfaatkan waktu liburnya untuk bermalas-malasan. Mailan juga sedikit bingung kenapa sang pemilik rumah masih mengirimkannya makanan, padahal dia sudah mengatakan bahwa sudah sangat sangat sehat. Tapi ia juga tetap tidak menolak pemberiannya.

"Yelsa, mau kemana?" Mailan yang masih membaca novelnya terkejut melihat Yelsa sudah mulai berdandan padahal belum waktunya bekerja karena hari masih siang.

"Mau ke minimarket"

"Hah? Secantik itu?"

"Memangnya kenapa? Aku juga mau sedikit jalan jalan" Mailan segera berdiri hendak mengganti pakaian.

"Mailan mau ngapain?"

"Ikut"

"Tidak boleh, kamu dirumah saja. Bagaimana jika nanti ada yang membawa makanan? Akan mubazir" Mailan langsung memasang wajah cemberut saat Yelsa menyuruhnya tetap dirumah dengan alasan akan mubazir jika tidak ada yang menerima makanannya.

Huh dia terlalu percaya diri bahwa akan ada yang memberikan makanan

"Bye~"

--di minimarket--

Yelsa terus membeli camilan yang sangat banyak. Ia juga membelikan beberapa Snack kesukaan Mailan. Yelsa terkejut saat melihat seseorang yang sangat dikenalnya. Ia perlahan mendekat untuk memastikannya.

"Joshua! Apakah itu kamu?"

"Yelsa" Joshua membalikkan badan karena ada seseorang yang memanggilnya. Saat mengetahui orang itu adalah Yelsa, dia terkejut lalu tersenyum.

"Kapan kamu kembali?"

"Sebulan yang lalu. Mhmm...dimana Mailan? Bagaimana kabarnya?"

"Aku yang ada disini. Kenapa selalu saja Mailan.." Yelsa berpura-pura memasang wajah kesal. Lalu dia berpikir sejenak. Tiba-tiba Yelsa menyeringai seperti orang licik.

Ah aku punya ide!

"Mailan itu...aduh bagaimana ya... Mhmm dia ada dirumahnya. Sekarang dia sedang demam. Aku sangat mengkhawatirkannya".

"Bagaimana mungkin? Bisakah kamu mengantarkan ku kepadanya? Awalnya aku mau memberinya kejutan, tapi sekarang malah aku yang terkejut"

Rencana ku berhasil! || Yelsa tersenyum penuh kemenangan.

Sebelum pergi ke rumah Mailan, mereka mampir ke toko bunga. Lalu membeli berbagai macam kue kesukaan Mailan.

Sementara itu, Mailan yang asyik membaca novelnya merasa terganggu saat seseorang mengetuk pintu rumahnya. Ia dengan malas membuka pintunya.

Dan Mailan merasa sesak nafas saat seseorang dengan tiba-tiba memeluknya. Setelah beberapa saat, orang itu melepaskan pelukannya.

"Mailan, bagaimana keadaanmu? Bagian mana yang sakit? Yelsa bilang kamu sedang demam"

Mailan merasa ini berlebihan. Ia melirik tajam ke arah Yelsa yang hanya cengengesan.

"Joshua, aku baik-baik saja. Sebenarnya aku sudah sembuh kemarin. Tidak perlu khawatir" Mailan mempersilahkannya masuk.

"Mailan, bunga ini untukmu. Dan lihatlah, aku membawakan semua jenis kue terlezat kesukaanmu" mata Mailan berbinar-binar setelah mendengar Joshua membawakan semua kue kesukaannya.

Joshua mengambil salah satu kue lalu menyuapkannya kepada Mailan. Dan tentu saja Mailan menerimanya dengan senang hati.

"Joshua, kapan kamu kembali? Dan... ternyata kamu masih hidup hahaha"

"Apa maksudmu? Kamu mendoakanku untuk mati? Jahat sekali" Joshua memasang wajah cemberut yang membuatnya terlihat imut.

"Mana mungkin. Aku tidak akan pernah melakukanya. Ayolah jawab pertanyaan ku. Kapan kamu kembali?"

"Sebulan yang lalu"

Jawaban singkat itu membuat Mailan merasa kesal "sebulan yang lalu? Tapi kamu baru sekarang menemuiku? Apa-apaan ini!"

"Aku hanya ingin mempersiapkan kejutan untukmu. Tapi sekarang semuanya gagal setelah aku tau kamu sedang sakit" Joshua melirik ke arah Yelsa. Dan membuat yang dilirik cegukan secara tiba-tiba.

"Bagaimana keadaanmu selama di Rusia? Apakah menyenangkan?" Mailan melontarkan beberapa pertanyaan kepada Joshua. Joshua sedikit melihat ke arah Yelsa.

Yelsa mengerti harus melakukan apa. "Jangan melihat ku seperti itu! Aku tidak akan mendengarkan pembicaraan kalian. Aku memakai headset ok?"

Setelah memastikan Yelsa bersungguh-sungguh dengan ucapannya, Joshua mulai menjawab "Sangat tidak menyenangkan jika tidak bersama denganmu. Aku merindukanmu setiap hari".

"Merindukan ku setiap hari tapi tidak pernah pulang sekalipun. Sahabat seperti apa itu?"

"Bukankah aku mengatakan bahwa aku tidak akan kembali sebelum mengumpulkan banyak uang?"

Mendengar hal itu Mailan membelalakkan matanya. Ia lalu dengan agak manja mendekat ke arah Joshua "Apakah itu artinya...kamu sudah memiliki banyak uang sekarang? Hm???"

"Tentu saja!"

"Kalau begitu mana hadiahku? Bukankah dulu aku sudah pernah mengatakan jika kamu berhasil memiliki banyak uang, kamu akan memberikan ku hadiah?" Joshua tetap diam tanpa berniat menjawab yang membuat Mailan langsung cemberut.

"Apakah kamu melupakannya? Jahat sekali!" Mailan berpura-pura menangis yang membuat Joshua kewalahan. Setelah beberapa saat melakukan berbagai cara agar Mailan tidak marah, akhirnya mereka bertiga menikmati kue yang dibawa Joshua untuk Mailan.

Joshua pulang setelah selesai makan malam bersama Mailan.

--disisi lain--

"Mama! Pokoknya aku ingin agar direktur Smith menjadi milikku. Aku tidak akan membiarkan Mailan mendapatkannya! Dia sama sekali tidak cocok dengan direktur Smith yang kaya raya" Jessica terus mengoceh yang membuat Lena sakit kepala.

"Tenanglah. Mama akan memikirkan bagaimana caranya agar kamu bisa bersama dengan direktur Smith".

"Mama. Bagaimana jika kita memberitahu kepada papa agar segalanya lebih mudah"

"Apanya yang lebih mudah jika memberitahu papa" tiba-tiba saja suara Adam, ayah Mailan, terdengar

Lena segera datang dan 'menjilat' suaminya "sayang, apakah kamu mengenal direktur Smith?"

"Dave? Tentu saja aku mengenalnya. Karena John adalah sahabatku".

"Bagus sekali! Apakah kamu tau? Jessica menyukainya. Bagaimana jika kita menjodohkan keduanya. Agar hubungan persahabatan ini menjadi lebih erat"

Adam menjadi terdiam mendengar kata 'menjodohkan'. Dulu dia memang ingin melakukan hal itu. Tetapi bukan kepada Jessica, melainkan Mailan. Melihat Adam tetap diam, Lena menyenggolnya dan bertanya "Ada apa?".

Adam tersadar dari lamunannya "Tidak. Baiklah, aku akan mencoba membicarakan ini kepada John". Lena dan Jessica tersenyum bahagia.

KEESOKAN HARINYA

Mailan sudah bersiap pergi ke kantor. Saat keluar dari rumahnya, ia melihat pemilik rumah habis berbelanja. Mailan segera menghampirinya.

"Tante, terima kasih ya atas makanan dan obat herbalnya. Sekarang saya sudah sehat"

"Mhmm...sebenarnya bukan saya yang memberinya"

Mailan menjadi terkejut mendengar pengakuan pemilik rumah "Jadi siapa pemberinya?"

"Ah, aku tidak tau dia siapa. Tapi orang itu adalah seorang pria yang sangat tinggi dan juga sangat tampan. Sepertinya dia adalah orang kaya, karena mobilnya juga sangat bagus dan mahal"

Sesosok pria langsung memenuhi otak Mailan. Untuk memastikan apakah tebakannya benar atau salah, Mailan langsung menanyakannya. "Apakah ada bekas jahitan di punggung tangannya?"

Mailan sungguh berharap tebakannya kali ini benar walaupun dia tidak yakin. Tapi ternyata... "Iya benar, ada bekas jahitan di punggung tangannya". Perasaan senang langsung menyelimuti hati Mailan.

Ternyata sangat pengertian!

Mailan ingat soal luka itu. Luka yang dimiliki Dave. Yang didapatkannya karena telah menyelamatkan Mailan dari perampok. Saat itu, Mailan habis pulang bekerja. Dan ada dua orang yang berusaha merebut tas nya. Bahkan kedua orang tersebut ingin memperkosanya.

Mailan sangat takut. Ia berteriak dan menangis walaupun tidak ada yang mendengarnya. Mailan berpikir ini adalah akhir dari masa depannya yang indah.

Tetapi ternyata ada seorang pahlawan yang menyelamatkannya. Pahlawan itu memukul para penjahat dan mengalahkannya. Walaupun saat melakukan perlawanan, ia juga mendapatkan luka tusukan pisau di punggung tangannya. Dan pahlawan itu adalah Dave.

Mailan panik dan langsung membawa Dave ke RS. Ia sangat takut akan terjadi sesuatu pada Dave.

"Pak, maafkan saya. Karena saya, anda jadi terluka seperti ini". Setelah mendengar orang yang diselamatkan berkata seperti itu, biasanya para pahlawan akan berkata 'ini bukan masalah besar, yang terpenting kamu baik-baik saja'. Tapi Dave malah mengatakan "memang benar, jadi kamu yang harus membayar biaya pengobatannya".

Mailan yang awalnya terpesona, sekarang menjadi kesal dibuatnya. Dengan kesal, Mailan segera keluar dari UGD dan langsung ke administrasi untuk membayar biaya pengobatan.

Saat mengingat kejadian setahun yang lalu itu, membuat Mailan hampir tertawa. Tapi ia segera menahannya.

"Baiklah. Tante, saya permisi dulu"

Mailan langsung pergi. Sesampainya di kantor, Mailan langsung menatap Dave penuh arti. Karena merasa ada yang melihatnya, Dave menoleh dan mendapati Mailan lah yang menatapnya. Mailan segera memalingkan wajahnya karena telah tertangkap basah.

Mailan menemui Dave membawa beberapa kertas berisi tugas yang diminta Dave. "Pak, ini proposal yang anda minta"

Dave mengambilnya lalu membuka lembaran demi lembaran "Oh si pekerja keras yang melakukannya saat cuti sakit?" Ucap Dave tanpa melihat ke arah Mailan. Sebenarnya ucapannya penuh dengan sindiran.

"Tentu saja tidak pak. Saya menyelesaikannya dihari saya jatuh sakit. Dan baru bisa memberikannya kepada anda sekarang. Lagi pula, saya tidak akan menyia-nyiakan waktu untuk istirahat. Saya bukanlah pekerja keras yang anda pikirkan"

Dave hanya mengangkat bahunya "Sangat bagus! Baiklah, saya terima ini. Sekarang kembali ke meja mu". Mailan tersenyum dan mengangguk. Lalu pergi meninggalkan Dave.

Siang harinya, Mailan datang kepada Dave dan menawarkannya minum. Dan Dave memilih teh. Dave juga sedikit bingung dengan sikap Mailan hari ini. Sangat baik!

Mailan ingin menanyakan soal makanan yang dikirimkannya selama ia sakit kepada Dave.

"Pak"

"Mhmm?"

"Tidak pak, maaf. Permisi". Mailan mengurungkan niatnya karena jika Dave sudah menyuruh orang, itu artinya dia tidak ingin agar Mailan mengetahuinya. Lagipula, jika Mailan mempertanyakannya dan mendapat jawaban dari mulut jahat Dave, itu akan menyakiti hatinya.

-----

Tepat jam 4 sore, Dave memanggil Mailan.

"Ada apa pak?"

"Ikut saya"

"Baik pak". Mailan mengikuti Dave berjalan keluar perusahaan dan menuju mobilnya.

"Pak, kita mau ke mana?" Tanya Mailan saat sudah berada di dalam mobil Dave.

"Ada meeting"

"Hah? Maaf pak, tapi saya tidak mengetahuinya. Aduh, maafkan saya pak"

"Tentu saja kamu tidak mengetahuinya. Tidak semua hal yang harus kamu tau". Mailan terdiam setelah mendengar ucapan Dave.

Sesampainya di tempat tujuan, mereka langsung keluar dari mobil. "Kenapa pantai pak?"

Ah mungkin agar lebih santai dan nyaman

Dave tidak menjawab dan langsung pergi, Mailan mengikutinya. Dave berhenti berjalan secara tiba-tiba dan membuat Mailan juga ikutan berhenti. "Kamu, tidak perlu pergi bersama saya. Lakukanlah hal lain saat saya sedang meeting. Contohnya...bermain air di pantai"

Tidak perlu ikut? Bermain? Bagus!

Mailan tersenyum bahagia tanpa harus berpura-pura merasa tidak enak hati. Karena kesempatan tidak akan datang dua kali. "Baik pak"

Mailan langsung mendekat ke arah laut setelah Dave pergi meninggalkannya. Ia melepaskan sepatunya lalu bermain air. Ia bermain dengan seorang anak kecil. Mereka saling menyipratkan air satu sama lain. Saat ombak yang besar mendekatinya, mereka akan berlari menjauh dan tertawa bersama.

Sedangkan Dave, ia berbohong kepada Mailan. Sebenarnya tidak pernah ada acara meeting di pantai. Itu hanyalah alasan agar dapat menepati janjinya membawa Mailan pergi ke pantai. Agar ia bisa refreshing.

Selama Mailan tidak bekerja, ia selalu merindukannya. Di hari pertama ia mengirimkan makanan untuk Mailan, ia sangat gugup. Bahkan Dave hampir membatalkan memberi Mailan makanan. Hingga saat ia akan pulang, Dave melihat seorang wanita paruh baya yang sepertinya salah satu penduduk di daerah tempat tinggal Mailan. Ia meminta kepada wanita itu untuk memberikan makanan yang ia bawa kepada Mailan dan tidak mengatakan bahwa ia yang memberinya.

Dave tertawa melihat tingkah kekanak-kanakan Mailan. Dan Dave juga tidak sadar bahwa sudah lebih dari 1 jam ia terus memantau Mailan dari kejauhan. Dave memutuskan untuk bergabung kepada Mailan saat melihatnya berusaha membuat istana pasir namun gagal karena rusak terkena ombak.

"Jangan terlalu dekat dengan air jika ingin membuat istana pasir. Mundur sedikit" Mailan terkejut saat melihat Dave sudah berada di sampingnya. Ia menurut.

"Aku akan membantumu membuatnya" Mailan kembali terkejut dan membelalakkan matanya saat Dave mengatakan ia akan membantu Mailan membuat istana pasir dan juga... Dave tersenyum?

Mailan dan Dave bersama-sama membangun istana pasir mereka. Dan saat baru saja menyelesaikannya, mereka kecewa karena rusak terkena ombak. Kemudian tertawa bersama.

Setelah menyadari ada yang salah, keduanya saling memandang lalu memalingkan wajahnya dengan canggung.

"Baiklah, sekarang sebaiknya kita pulang"

Mailan sedikit kecewa karena mereka akan pulang. Padahal ia sangat ingin melihat sunset. "Pulang ya.." Mailan sedikit melihat ke arah matahari.

Dave tentu saja mengetahui arti dibalik ekspresi Mailan. "Mhmm... sepertinya aku ingin melihat sunset. Nanti saja pulangnya". Mailan hampir bersorak saat mendengar Dave juga ingin melihat sunset, tapi ia menahannya.

"Aku akan membeli minuman, kamu disini saja"

"Ah tidak, pak. Seharusnya saya yang membelikannya"

"Diam dan tetap disini, ok". Mailan mengangguk dan kembali duduk.

Setelah Dave membelikan minuman, mereka duduk dan melihat matahari tenggelam bersama. Saat ini kebahagiaan Mailan seperti berlipat ganda.

"Baiklah, ayo pulang. Mataharinya sudah tenggelam" Dave bangkit dari duduknya dan diikuti Mailan. Mereka pulang bersama.

"Pak, terima kasih" ucap Mailan saat mereka sudah tiba di dekat rumahnya.

"Untuk apa?"

"Segalanya. Baiklah, permisi pak" Mailan segera pergi meninggalkan Dave.

Setelah memastikan Mailan kembali ke rumahnya, Dave juga mulai meninggalkan daerah tersebut.

Sesampainya di rumah, Dave dikejutkan dengan kedatangan ayah Mailan berserta ibu dan saudari tirinya. Saat menyadari Dave telah berada di rumah, semua orang menatapnya.

"Dave, kemarilah" ibunya Dave memanggilnya untuk bergabung bersama mereka. Dave mendekat.

Setelah beberapa ucapan basa basi, akhirnya mereka sampai kepada intinya.

"Begini Dave. Sebenarnya tujuan kami adalah ingin menyampaikan soal perjodohan" Dave langsung memasang wajah datar mendengarnya.

"Ooh, apakah kalian akan menjodohkan ku dengan bayi imut? Apakah kamu si bayi imut?"

Adam terdiam mendengar kata bayi imut. Lena menyadarinya lalu berkata "Bukan Dave, dia adalah Jessica dan kamu akan dijodohkan dengannya"

"Ooh kalau begitu lupakan saja perjodohan ini. Aku tidak mau menikah selain dengan bayi imut. Permisi" Dave langsung pergi menuju kamarnya. Bahkan tetap tidak menoleh saat ibunya memanggil namanya.

Jessica sangat kesal saat dirinya ditolak. Seharusnya anak dari seorang Adam tidak bisa menerima penolakan ini. Itulah yang dipikirkannya.

Merasa bahwa suasana tidak mendukung mereka tetap berada di rumah keluarga Smith, Adam memutuskan untuk pergi bersama anak dan istrinya.

Sesampainya di rumah, Jessica langsung masuk ke kamar dan mencurahkan segala kekesalannya dengan melempar semua barang. Lena langsung berusaha mengehentikannya.

"Tenanglah, apa yang kamu lakukan?"

"Mama, aku tidak bisa menerima penolakan ini! Lihat saja, aku akan membuatnya jatuh cinta padaku aaaaa"

"Iya iya, dia akan segera jatuh cinta padamu tenanglah, mama sudah memiliki rencana". Lena segera membisikkan sesuatu kepada Jessica yang membuatnya tersenyum jahat.

Akhirnya sekarang telah memasuki beberapa masalah kecil. Sejujurnya, masalah hidup dan percintaan masih terasa aneh bagi saya. Tetapi saya akan berusaha membuat cerita ini menjadi menarik

fdxyaacreators' thoughts