1 JAYDEN

Jayden merutuk dirinya sendiri karena bisa terjebak dalam situasi seperti ini, dia melihat ke sisi kirinya dan mendapati Pyro yang telah terengah- engah, darah mengalir dari sisi kepalanya dan dia memejamkan matanya.

Hanya suara nafasnya yang beratlah yang menandakan kalau pria itu masih tersadar.

"Hei, kau tidak bisa mati begitu saja," Jayden menendang kaki Pyro, karena hanya itulah satu- satunya cara untuk meraih pria itu dalam kondisi seperti ini.

Kini mereka berdua tengah terikat di sebuah gudang tua dimana tempat ini terletak cukup jauh dari tempat tinggal penduduk dan bukan hanya itu saja, para penyerang mereka meninggalkan keduanya dalam kondisi yang cukup mengenaskan, setelah mereka puas memukuli keduanya.

"Aku tidak mati," gerutu Pyro, suaranya terdengar serak, seolah dengan mengatakan satu kalimat pendek itu saja, sudah menghabiskan sisa kekuatannya. "Ini karena ulahmu kita bisa berakhir di tempat seperti ini." Dapat terdengar nada menggerutu dalam suaranya yang berat tersebut.

Mendengar hal tersebut, Jayden meringis, dia harus mengakuinya kalau dirinya lah yang telah mencari masalah hingga menyulitkan mereka berdua.

"Aku hanya ingin tahu," ucap Jayden, mengangkat bahunya, tapi kemudian dia menyesali perbuatannya tersebut karena bahunya terasa sakit ada suara berderak yang dapat terdengar, dan dia dapat merasakan kalau tulangnya bergeser. Ck!

"Rasa ingin tahumu dapat menjadi masalah bagimu," Pyro berkata, terlalu lelah untuk memarahi pria muda di hadapannya.

Jayden benar- benar mewarisi sifat ibunya yang penuh dengan rasa ingin tahu dan terkadang bersikap ceroboh, tapi di lain kesempatan dia akan tampak seperti Ramon yang penuh dengan perhitungan dan pertimbangan.

Tidak dapat diragukan lagi kalau dirinya adalah anak dari mereka berdua.

"Jangan khawatir, pertolongan akan segera datang, aku tidak seceroboh itu untuk menyerahkan diriku tanpa perhitungan," Jayden berkata dengan suara yang cukup tenang dan saat itu dirinya dapat membayangkan kalau Pyro tengah memutar bola matanya, sama sekali tidak mempercayai apa yang dia katakan, karena baginya Jayden terlalu sulit untuk ditebak.

"Ya, berharaplah pertolongan itu datang sebelum aku kehabisan darah," Pyro mencondongkan tubuhnya ke belakang, bersandar pada dinding yang terasa dingin di punggungnya, sementara tangan dan kakinya terikat dan dia harus mendengarkan ocehan Jayden di hadapannya.

Ini sama sekali bukan kondisi yang baik bagi mereka berdua.

"Jangan mati dulu, ibuku bisa marah kalau sampai kau mati." Jayden membayangkan kemarahan ibunya ketika mengetahui dirinya berada di dalam masalah lagi. "Setidaknya tunggu sampai kita berada di tempat aman dan kau menjelaskan kalau ini bukan sepenuhnya kesalahanku."

"Kau sangat tidak dapat dimengerti, Jayden," gumam Pyro, mendecakkan lidahnya. "Apa yang membuatmu berpikir kalau aku akan membelamu di depan Hailee?"

"Karena kau menyayangiku seperti anakmu sendiri," ucap Jayden dengan tenang, merasa sangat yakin kalau Pyro akan setuju dengan jawabannya.

"Tidak, terimakasih, aku memiliki anak sendiri yang harus kusayangi," Pyro mengerang menahan sakit, tapi dengan cara berbicara dengan Jayden, dia dapat menjaga dirinya untuk tetap tersadar. "Lagipula aku tidak ingin memiliki anak sepertimu, kau menyusahkan."

Dia tidak dapat membayangkan untuk dapat memiliki anak laki- laki seperti pria ini.

"Aku tidak menyusahkan, aku hanya sedikit jauh lebih berani daripada orang- orang pada umumnya." Jayden mengkoreksi kata- kata Pyro.

Jayden sengaja mengajaknya bicara agar Pyro tetap tersadar, karena dalam situasi seperti ini, kehilangan kesadaran akan sangat fatal akibatnya.

"Darimana kau memiliki seorang anak? Kau tidak pernah menikah," protes Jayden.

"Aku tidak menikah," Pyro mengakui.

"Aku tidak pernah melihat anakmu."

"Aku tidak ingin kau melihat anakku," ucap Pyro, suaranya kini bergetar dan tubuhnya terasa dingin. Sepertinya cara Jayden ini tidak lagi ampuh.

"Ck! You are so damn petty," gumam Jayden, matanya menatap ke sekelilingnya, tapi gudang tua ini hanyalah sebuah gudang tua yang terlantar, tidak memiliki rahasia apapun. "Mereka merahasiakan sesuatu di tempat ini," ucap Jayden.

"Tidak ada rahasia apapun di sini." Kali ini suara Pyro lebih terdengar seperti sebuah bisikan.

Dan kemudian keheningan kembali menyelimuti mereka berdua, membuat Jayden semakin gelisah karena seharusnya saat ini bantuan itu telah datang, tapi dimana mereka?

"Pyro," panggil Jayden.

Tidak ada jawaban dari Pyro.

Jayden menendang kembali kakinya. "Pyro!" suaranya kali ini lebih kencang daripada sebelumnya.

Masih tidak ada jawaban dari pria paruh baya tersebut.

Seharusnya Pyro telah pensiun tahun lalu dan menikmati hari- harinya dengan tenang, tapi sepertinya dia tidak menyukai kehidupan seperti itu, maka dari itu, enam bulan lalu dia datang kembali pada Jayden dan menawarkan diri untuk menjadi kepala bodyguardnya.

Tentu saja Jayden langsung menyetujui hal tersebut, karena dia telah mengenal Pyro bahkan sebelum dirinya bisa mengingat, pria inilah yang mengajarinya menggunakan berbagai senjata. Maka dari itu, kedatangan Pyro enam bulan lalu, Jayden sambut dengan baik, walaupun ibunya tidak berpikir demikian.

Pyro sudah seperti seorang kakak bagi ibunya, maka dari itu, Hailee ingin agar Pyro menikmati masa- masa tuanya dengan lebih baik.

Tapi, kalau sampai malam ini Jayden kehilangna Pyro karena kebodohannya, maka dia tidak akan memaafkan dirinya sendiri atas kebodohan tersebut.

"Pyro! Hei! Jangan mati dulu, ibuku bisa membunuhku kalau kau mati bersamaku!" seru Jayden. "Sh*t!" dia merutuk dengan kesal.

Pada awalnya, Jayden hanya ingin menunggu sampai bantuan datang, tapi sepertinya situasinya sudah diluar kendali.

Jayden lalu menjatuhkan tubuhnya ke samping dan menggeliat di atas lantai yang dingin, berusaha untuk memindahkan borgol tangannya yang berada di belakang ke arah depan. Pyro telah mengajarinya trik ini dan dia cukup mahir sekarang.

Dan setelah borgol tangannya berpindah ke depan, Jayden menggunakan sebilah besi kecil untuk membuka borgol di tangannya sendiri.

Trik ini cukup sulit untuk dilakukan dalam posisi seperti ini, tapi bukannya tidak mungkin.

Butuh waktu sekitar lima menit bagi Jayden untuk membebaskan dirinya dari borgol- borgol sialan itu dan tanpa membuang waktu lagi, dia segera menghampiri Pyro yang telah terkulai lemah.

"Sh*t!" rutuk Jayden lagi, karena pencahayaan yang kurang di dalam ruangan ini, Jayden kesulitan untuk melihat betapa parahnya luka yang diderita Pyro, karena sepanjang obrolannya tadi, dia tidak banyak mengatakan apapun.

Barulah setelah melihat dengan lebih dekat, Jayden tersadar kalau luka yang diderita Pyro cukup serius.

Jayden lalu lalu membuka bajunya dan melilitkannya di sekitar pinggang pria itu, berharap dapat menghentikan darah yang terus menerus mengalir dari perutnya yang terluka parah.

"Jangan mati dulu, okay," gumam Jayden, dan sekarang ekspresi wajahnya yang terlihat santai dan sedikit relax itu telah menghilang.

Kini, dia terlihat tenang, tapi penuh perhitungan.

avataravatar
Next chapter