1 001

Hari ini adalah awal bulan April, hujan turun dengan derasnya membasahi sekolah. Aku dan Biyan terduduk di depan lab komputer sambil menunggu hujan reda, karna tidak ada yang membawa payung. Jarak dari rumah kami ke sekolah sangat dekat, jadi kami tidak menggunakan transportasi.

Biyan sedang bermain game di ponsel sedangkan aku sedang mengisi buku mewarnaiku.

"Makanya, bawa payung. Udah tau musim hujan, payung pake acara ditinggal segala." ucap Biyan sambil masih asik menekan-nekan layar ponselnya.

Namaku Hannya, kelas 11-3. dia Biyan, teman sebangku ku. Rumah kami bersebelahan, dari kecil aku selalu bersama Biyan. Karna selalu bersama, aku tahu semua hal tentang dia. Dia juga, tau semua hal tentangku.

"Payungnya enggak di tinggal Biyan, tapi ketinggalan. Coba belajar bedain deh." jawabku dengan nada kesal lalu menutup buku ku dan memasukannya kedalam tas.

"Sama aja, yang jelas payungnya sekarang ga ada. Karna kamu." jawabnya.

"Iya iya, maaf." aku tidak berkata apa-apa lagi, karna memang benar yang dikatakannya. Ini kesalahan ku. "Jangan deket-deket liat hapenya, jaga jarak aman." aku menekan dahinya mundur beberapa senti dari layar ponsel.

Biyan meletakan kepalanya di pangkuanku, seperti biasa. "Eh cengeng, minta plastik aja yuk ke kantin, abis itu hujan-hujanan pulangnya."

"Gamau." jawabku singkat.

"Yahh, kalah kan!" jeritnya. Aku hanya tertawa pelan. Dia mematikan ponselnya, "Kenapa gamau?" tanyanya sambil menarik telingaku, membuat wajahku tertunduk.

Aku memasang wajah kesal "Sepatu aku belom pada kering, udah tinggal ini, besok pake apa kalo ini basah juga?"

"Pake sepatu aku lah, susah amat." jawabnya lalu bangun dan berdiri. "Udah, tunggu bentar ya, aku ke kantin minta plastik." dia langsung berlari meninggalkan tasnya.

Selang beberapa menit, Biyan muncul dengan kepalanya di masukan kedalam plastik merah besar. "Han! Ayok." teriaknya sambil berlari ke arahku.

Aku tak kuasa menahan tawa melihat tingkah kekanak-kanakannya.

"Sini tasnya." dia memakai tasku di depan dadanya dan tasnya di belakang punggungnya.

"Jadi aneh banget tasnya di depan-belakang gitu." jawabku masih saja tertawa.

Biyan memakaikan plastik di kepalaku, "Nanti pegang yang bener plastiknya ya, biar ga terbang ketiup angin."

Aku hanya mengangguk-angguk tanda mengerti. Sebenarnya aku takut pulang hujan-hujanan seperti ini, banyak petir. Biyan lebih dulu melangkah menghampiri hujan, aku menjerit tak tau kenapa lalu tertawa sendiri.

"Gapapa, Han. Ayok sini, biar cepet pulang." Biyan mengulurkan tangannya padaku.

Awalnya aku ragu, tapi ketika Biyan menarik tanganku dan merasakan hujan yang jatuh ke kepala ku, rasa ragu itu hilang berubah menjadi sesuatu hal yang menggelitik. Tidak tau kenapa.

"Dingin, Biyan." kataku pada Biyan.

"Entar juga enggak, buruan jalannya, biar cepet sampai." Biyan menarik tanganku dan melangkah lebih cepat.

Satu lagi hal yang kusuka karna dia.

xxx

avataravatar
Next chapter