webnovel

My Favorite Problem

Pernahkah kamu terlibat cinta segiempat? Bagaimana perasaan kamu ketika di perebutkan oleh 3 laki-laki sekaligus? Senangkah, bahagiakah, atau justru bingung? Karena dari ketiganya itu, masing-masing memiliki alasan kuat untuk kamu pilih. Itulah yang di rasakan oleh Nayla Laurienz Fransisco, seorang gadis cantik berdarah Prancis yang terjebak cinta segiempat usai di tinggal pergi oleh orang yang amat di cintainya. Jika berbicara cinta, maka otomatis juga berbicara perihal meninggalkan atau di tinggalkan, patah hati, kenangan, dan rindu. Seberapa kuat kamu, mengikhlaskan kepergian seseorang? Tentu tidak mudah bukan? Lalu bagaimana mungkin jika tiba-tiba saja kamu mendapatkan sepucuk surat dari surga yang dikirimkan orang itu? begitu umit 'kan? Tapi bagi Nayla, itu semua adalah "Favorite Problem". Why? Temukan jawabannya di sini.

Uul_Ulhiyati · Fantasy
Not enough ratings
306 Chs

Part 7 : Anak Baru

Semenjak mendengar keputusan Nayla waktu itu, Nathan Michiavelly sedikit demi sedikit berusaha untuk mengubah semua sikap jeleknya. Mulai dari sikap besar kepalanya, sikap masa bodonya, dan juga hobi mencela orang yang mulai dia hilangkan. Ya, meskipun masih berstatus on going, alias belum sepenuhnya berubah.

Nayla cukup senang melihat perubahan yang di tunjukkan oleh Nathan. Kadang, cowok itu membuat Nayla geleng-geleng kepala karena tingkahnya. Misalkan, ketika dia marah-marah pada Tarno dan Jojo lalu melihat Nayla yang sedang menatapnya dengan tajam dari kejauhan, maka mimik mukanya langsung berubah seketika, dari marah menjadi tertawa.

Atau ketika belajar di dalam kelas, Nathan sudah terkenal seantero sekolah bahwa dia raja tidur. Tidak pernah sekalipun dia melewati satu pelajaran utuh tanpa mata terpejam, kecuali saat ulangan. Nathan hanya akan bangun jika mejanya sudah di gebrak oleh guru, tapi lima menit kemudian matanya akan kembali tertutup.

Maka dari itu, selama pelajaran Nayla sesekali melirik ke arah Nathan yang duduk di bangku kedua paling belakang. Sering Nayla lihat dia berusaha menahan kantuknya dengan menopang tangan di dagu, atau belajar dengan kepala manggut-manggut seperti orang sedang berzikir.

Tapi tak jarang Nathan masih sering kebablasan tidur, jika sudah begitu Nayla akan melotot ke arah Tarno yang duduk di sebelah Nathan, memberi isyarat agar membangunkannya.

"Nathan! Than, bangun," Tarno menggoyangkan bahu Nathan.

"Mmm ... " Nathan malah menepisnya.

"Than, kamu teh manusia apa kebo sih? Segini tidur di meja, apalagi kalau tidur di hotel, kayanya 7 hari 7 malem kamu mah gak akan bangun," Tarno mulai bersungut-sungut sambil mengetuk-ngetuk meja agar Nathan bangun. Tapi, tetap saja Nathan masih begitu terlena dalam mimpinya.

Tarno melihat ke arah Nayla, lalu dia menggeleng dengan putus asa.

"Coba di pencet idungnya," Nayla kembali memberikan isyarat pada Tarno.

"Aduh, gimana kalo dia marah-marah?" Tarno sedikit ragu, tapi karena Nayla terus mendesaknya, akhirnya dia memberanikan diri.

"Nathaan!!!" Tarno menarik hidung Nathan dengan sekuat tenaga. Mata Nathan langsung terbuka lebar dengan mulut mengap-mengap karena kehabisan nafas.

"Waaa, siapa Lo? Jangan culik gue, Lo mau perkosa gue ya, gue masih prajaka," Nathan tiba-tiba berteriak sambil berdiri menghindari Tarno. Rupanya dia masih terbawa oleh mimpinya. Sontak saja, seisi kelas melihat ke arah Nathan lalu tertawa terbahak-bahak.

"Nathan!" Bentak Pak Halimi yang saat itu sedang menjelaskan materi.

"Ma-maaf, Pak, saya kebawa mimpi," Nathan menganggukan kepalanya dengan hormat.

"Kelas itu untuk belajar, bukan untuk tidur. Duduk," kata Pak Halimi.

"Iya, Pak. Maaf, Pak," Nathan pun kembali duduk di bangkunya.

"Lo, sialan. Ngapain pake narik idung gue, kan gue jadi kaget," Nathan memukul pundak Tarno.

"Ya, Maaf. Saya teh di suruh sama Nayla. Abisnya kamu di bangunin susah banget," Tarno menjawab dengan takut-takut. Nathan langsung melihat ke arah Nayla. Untungnya, Nayla tidak sedang melihatnya.

"Ya ampun, gue malu banget sama Nayla," kata Nathan dalam hati sambil garuk-garuk kepala.

Tapi sepuluh menit kemudian, Nathan kembali di serang oleh rasa kantuk.

"Nathan!" Tarno memukul Nathan cukup keras.

"Aww, sakit njir," Nathan mengusap-usap bahunya.

"Lagian, masa kamu teh mau tidur dei,"

"Gue ngantuk banget,"

"Wah, kayanya besok saya kudu bawa linggis ke sini. Biar saya tulak mata kamu pake linggis," Tarno menepuk jidatnya, selama ini dia sudah kehabisan cara untuk menghadapi Nathan yang kebo.

"Eh, buset, gile lo Tarno, lo mau bunuh gue?" Nathan mendelik.

"Coba deh, sekarang Lo tampar gue biar ngantuknya ilang," katanya lagi.

"Ok, siap, ya," Tarno memasang ancang-ancang, lalu "PLAK!" terdengar suara tamparan yang begitu nyaring.

"Aww, njir, gak kira-kira Lo namparnya, sakit bego," Nathan mengumpat sambil memegangi pipinya yang merah. Dan mereka kembali menjadi pusat perhatian seisi kelas.

"NATHAN! TARNO!" Bentak Pak Halimi untuk kedua kalinya.

"Liat, Nay. Cowok Lo, selalu bikin onar," ujar Jessy.

"Ah, tau lah. Gak ngerti lagi gue sama dia," Nayla menempelkan kepalanya di atas meja.

Akhirnya, Nathan dan Tarno pun berakhir dengan hukuman.

***

Pagi ini, seperti biasa geng JoNaTa itu berjalan beriringan di koridor sekolah, merasa seperti Idol K-Pop cap lokal yang penuh pesona, padahal tidak semua siswa suka pada mereka, ada saja anak-anak yang justru ilfil melihat tingkah ketiganya.

"Stop!" Kata Nathan tiba-tiba, menghentikan langkah Jojo dan Tarno.

"Kau mencuri hatiku, stop! Kau mencuri hatiku," Jojo malah bergoyang ala Dewi Persik. Dia pikir Nathan sedang bercanda seperti biasa. Tapi, wajah Nathan sangat serius sambil terus menatap ke depan.

"Stt, Jojo sini," Tarno menarik tas Jojo hingga dia mundur beberapa langkah.

"Gue gak salah liat kan? Kok dia bisa ada di sini?" Tanya Nathan. Tarno dan Jojo masih celingukan. Siapa yang Nathan maksudnya sebenarnya? Sejauh mata memandang tidak ada seorang pun yang gerak geriknya mencurigakan.

Lalu Nathan berjalan dengan sangat cepat, ada kemarahan di sorot matanya. Nathan menghampiri seorang siswa yang wajahnya cukup asing di mata Tarno dan Jojo.

"Woi, Lo yang pake kacamata," teriak Nathan.

Orang yang di maksud pun menoleh dan mimik wajahnya berubah menjadi sangat ketakutan.

"Lo pelayan yang waktu itu hampir bunuh gue kan? Ngapain Lo di sini?" Tanya Nathan. Orang itu adalah Reno, ini adalah hari pertamanya menjadi siswa di sini. Tapi, rupanya Reno sangat tidak beruntung kali ini. Karena dia harus bertemu dengan orang yang sudah membuatnya kehilangan pekerjaan.

"Kayanya dia teh siswa baru di didieu," ujar Tarno, dia masih tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi antara Nathan dan Reno.

"Lo tau, gue masih dendam sama Lo, karena kejadian malem itu," Nathan memojokkan Reno ke dinding. Tampak wajahnya sangat amat ketakutan.

"A-aku kan, udah minta maaf. Lagian, kamu udah bikin aku di pecat dari sana. Kenapa kamu masih dendam?" Reno memberanikan diri, begitulah Reno, dia amat sangat takut pada manusia, tapi dia malah berteman akrab dengan makhluk halus.

"Maaf aja gak cukup sebelum gue bisa ngehajar Lo," Nathan menunjuk jidat Reno dengan jari telunjuknya.

"Nathan, sabar dulu atuh eyy," Tarno berusaha menenangkan Nathan karena bukan sekali dua kali, dirinya harus ikut di hukum karena Nathan.

"Diem, gue harus ngehajar anak ini. Kebetulan, dia sekolah di sini. Anggap aja ini sebagai sambutan spesial buat dia," Nathan tersenyum sinis. Begitulah kalau dia sudah marah, tak ada yang bisa mencegahnya.

Nathan sudah bersiap-siap untuk memukul Reno, tangannya sudah mengepal sejak tadi. Dia melayangkan pukulannya pada Reno, hingga dia tersungkur dan kacamatanya jatuh terpental.

"Aww," Reno meringis kesakitan.

"NATHAN!!" Nayla tiba-tiba saja sudah berdiri di belakang Nathan.

"Nayla," dia sangat terkejut.

"Gue pikir Lo udah berubah, Ternyata sama aja," kata Nayla dengan ketus.

"Nay, aku cuma ... "

"Cuma apa? Cuma maen pukul? Hah!" Nayla tampak sangat kesal pada Nathan. Lalu Nayla memungut kacamata Reno dan memberikannya.

"Lo gak apa-apa?" Tanya Nayla pada Reno.

"Eng-nggak ko," Reno mengambil kacamatanya sambil masih meringis akibat pukulan Nathan yang cukup keras.

"Maaf ya, dia emang suka keterlaluan," kata Nayla sambil tersenyum. Melihat perlakuan Nayla yang sangat baik pada Reno justru membuat Nathan semakin panas.

"Nay, ngapain kamu minta maaf?" Nathan benar-benar tak habis pikir pada Nayla. Tapi Nayla mengabaikannya.

"Kalau luka Lo parah, ke UKS aja minta di obatin. Gue pergi dulu," terkahir Nayla menepuk bahu Reno sebelum beranjak pergi.

Reno menatap Nayla yang baru saja pergi, baru kali ini ada orang yang begitu baik pada Reno.

"Nay, Nayla," panggilan Nathan sama sekali tidak Nayla hiraukan.

"Nayla, Nay, dengerin gue dulu," Nathan mengikutinya sampai ke kelas.

"Nay, Lo kenapa?" Tanya Jessy.

Nayla menggeleng, wajahnya masih terlihat sangat kesal.

"Nayla, Nay, please dengerin gue dulu," Nathan menghampiri Nayla di bangkunya.

"Nathan ngapain Nayla, sampe dia kesel gitu?" Tanya Fanny.

"Diem Lo," hardik Nathan. Dan itu membuat Fanny ikut bersungut-sungut.

Nayla menatap ke arah Jessy, dia langsung paham dengan maksud Nayla.

"Udah, Than. Sana balik ke bangku Lo, Nayla lagi gak mau ngomong," Jessy mengusirnya.

"Apa sih, ihh, gue mau ngomong sama Nayla. Nay," Nathan masih bersikeras. Untungnya tak lama kemudian, Bu Nunik masuk ke kelas. Jadi semua anak harus duduk rapi di bangkunya masing-masing.

"Anak-anak, hari ini ada siswa baru di kelas ini. Silahkan perkenalkan diri," perintah Bu Nunik.

"Hai teman-teman, Nama aku Reno, aku pindahan dari MA Nurul Falah. Semoga teman-teman semua yang murah hati ini bisa menerima aku dengan baik," Reno memperkenalkan diri. Penampilannya yang culun dan gaya bahasanya yang seperti itu membuat dia jadi terlihat sangat memprihatinkan.

"Woi, lu anaknya sastrawan ya, kata-kata Lo puitis banget," ujar Nathan di sambut gelak tawa oleh seisi kelas. Kecuali Nayla. Tapi Reno hanya membalasnya dengan senyuman.

"Hus, sudah-sudah diam, silahkan duduk Reno," kata Bu Nunik.

Reno menurut, dia duduk di bangku paling belakang. Reno sadar, banyak mata yang memandangnya tidak suka. Tapi, itu sudah biasa baginya. Bukankah teman-teman Reno adalah hantu dan bukan manusia?.

Ah dan ya, arwah Arkan tidak ikut ke sekolah dengan Reno. Reno sendiri pun tidak tau kemana arwah itu pergi. Sejak bangun tidur Reno tidak melihatnya.