webnovel

Pagi Setelah Putus

"Tok! Tok! Tok!"

Wanita paruh baya berdiri di depan daun pintu bercat putih dengan tangan yang tidak berhenti mengetuk. Pagi ini sudah terhitung lebih dari tiga kali dia harus bolak-balik dapur dan kamar itu.

"Qai, kamu gak ada kelas?" tanyanya masih aktif menggedor pintu.

Di dalam ruangan itu seorang gadis masih nyaman dengan selimut yang membaluti tubuhnya. Tisu bekas berserakan tidak jauh dari tempatnya berbaring. Dia memang tipe gadis yang berantakan tapi kali ini bukan itu alasan di balik jajahan tisu bekas di kamarnya.

"Ini kali terakhir mama bangunin kamu ya, Qai! Sekarang udah jam 8, kalau kamu telat dan gak bisa masuk kelas itu bukan salah mama."

"Akh!" teriaknya sesaat setelah membuka paksa kedua kelopak matanya. Tangannya reflek menyentuh matanya.

"Anak gadis kok susah banget dibangunin ...."

Dari luar masih terdengar suara wanita paruh baya menggerutu. Sekarang tidak hanya matanya yang merasa perih tapi juga kepalanya ikut berkolaborasi dengan rasa pusing.

Berhasil mengumpulkan nyawanya dengan terburu dia bangkit dan menyambar handuk. Dalam bayangannya dia sudah bergerak secepat kilat tapi pada kenyataan langkahnya benar-benar gontai. Dia mengambil sikat gigi dan bersiap membersihkan giginya. Matanya menatap refleksi dirinya pada cermin.

"Muka cantik gini masih aja diputusin," katanya.

Setetes air mata menetes membasahi pipinya. Bibirnya mencebik bergetar menahan raungan tangis. Bahkan jejak air mata tadi malam belum sempat dibersihkannya.

"Kenapa sih gua harus cinta sama cowok brengsek kaya mas Rezca? Hik ... hik ...."

Dia tetap melanjutkan acara sikat giginya walau terkadang gumaman tidak jelas masih muncul dan diselingi rengekan. Tangannya yang bebas juga bergerak untuk menghapus hasil cipratan busa pasta gigi.

~My Ex & My Next~

Duduk di depan meja rias masih menatap wajahnya yang lebih berantakan dibandingkan kamarnya. Tangannya mengambil skincare sebagai langkah awal menciptakan topeng kebahagian di balik kesuraman wajahnya. Salahkan letak skincare-nya yang tepat berada di samping jam weker.

"Mama!" teriaknya setelah mengetahui fakta yang sesungguhnya. Tak ayal teriakannya membuat wanita paruh baya dengan style ala dapur lengkap dengan apron dan spatula berlari tergopoh menghampiri sumber suara.

"Kenapa? Ada apa? Malingnya dimana?" tanyanya sarat dengan panik.

"Waa!" teriak wanita paruh baya itu setelah bertatap mata dengan si sumber gaduh.

Yang ditanyai hanya menatap dengan garang. Jika di dunia komik mungkin wajahnya berwarna merah dengan ekstra asap dan tanduk.

"Ini masih jam 7 dan mama bilang tadi apa?" todongnya dengan kesal.

"Halah. Kirain ada apa, kamu itu emang harus digituin biar bangun. Kamu tadi juga gak subuhan, kan? Males banget sih jadi anak gadis. Mimpi apa mama punya anak yang malesan kayak mau. Latar perang dunia pun kalah sama kamar kamu. Itu lagi, kenapa mukanya jadi makin jelek?" cerewet nyonya besar itu tapi tangannya bergerak memunguti tisu-tisu bekas di kamar anaknya.

"Cantik gini dibilang jelek. Ini kan karena aku habis nangis aja tau, Mah." jawab Qaila menanggapi ocehan ibunya.

"Kenapa? Putus lagi?" tanya ibunya yang sudah menyender di tembok dekat meja rias.

Yang ditanya hanya mengangguk dengan mulut mencebik nyaris menangis lagi.

"Kaya bocah aja! Udah gede masih nangis karena diputusin," ledek ibunya semakin membuat wajah Qaila suram. Tapi tangannya masih lancar mengoles segala macam skincare ke wajahnya.

"Mama sih gak tau aja, aku kan udah cin-"

"Mama, ada bau gosong!" teriakan pria dari luar mengintrupsi sesi curhat Qaila.

Tanpa ba bi bu, nyonya besar itu langsung berlari dan meninggalkan putrinya yang menatap nanar atas kepergian calon korban curhatannya. Nyaris saja umpatannya keluar karena ucapannya dipotong oleh sesosok kegosongan.

~My Ex & My Next~

Seperti pagi-pagi biasanya keluarga ini sudah duduk rapi di meja makan siap mengisi energi agar aktivitas hari dan hati bisa berjalan dengan baik.

"Mas, ntar nebeng ya." kata Qaila pada pria yang duduk di sampingnya.

"Lah, Rezca gak ada kelas emang?" tanya Arga menimpali ucapan Qaila.

"Udah putus!" jawab ibunya dengan senyum mengejek.

"O." Satu huruf yang keluar dari mulut Arga membuat jiwa karnivora Qaila membara. Terlihat dari caranya menyantap chicken drumstick di tangan kanannya.

Ini bukan kali pertama Qaila menjadi bahan tawaan keluarganya. Bukan rahasia lagi, hubungan Qaila dan Rezca, sang kekasih atau sekarang disebut mantan kekasih selalu mengalami putus nyambung beberapa bulan terakhir ini. Ayah dan ibunya sudah hapal dan mencoba untuk tidak ikut campur dalam masalah percintaan putra-putrinya. Mereka mengajarkan mandiri dan menyelesaikan masalahnya sendiri kecuali memang sudah tidak sanggup lagi, barulah mereka akan turun tangan.

Qaila hanya bisa pasrah saja menerima ledekan dari keluarganya. Lagi pula memang dasar dirinya saja yang tidak bisa lepas dari sang mantan. Walaupun dia pernah diselingkuhi dia tetap saja memberi kesempatan. Baginya setiap orang punya kesempatan kedua dan kesempatan selalu datang pada mereka yang tidak pernah menyerah. Anggap saja dia bucin.

~My Ex & My Next~

Qaila kuliah di sebuah perguruan tinggi negeri yang cukup terkenal di daerahnya, berakreditasi A. Dengan jurusan pendidikan kimia yang setelah beberapa semester baru disadarinya jika telah tersesat. Tersesat di jalan yang benar, begitu pikirnya. IQ-nya sih biasa-biasa saja. Mungkin keberuntungannya saja yang luar biasa saat itu. Dan terkadang dia merasa jika semua keberuntungannya sudah habis karena bisa masuk universitas itu. Alasannya?

"Akh!" teriaknya saat tidak sengaja kakinya tersandung akar pohon yang tidak jauh dari kelasnya. Dia mengaduh dan meratapi kakinya yang nyeri. Kembali dia menegakkan badannya setelah membungkuk memastikan tidak ada yang terluka akibat akar yang entah sial atau beruntung merasakan sentuhan kaki gadis cantik itu. Sebenarnya dia malu karena dia bukanlah makhluk tunggal yang berada di sana. Bahkan dia bisa melihat beberapa orang menyembunyikan tawa dan senyumnya setelah menyaksikan kekonyolan yang terjadi di pagi hari.

Itu satu bukti kenapa dia merasa keberuntungannya telah habis. Bahkan akar pohon yang hanya berdiam diri saja menghambatnya untuk sampai kelasnya yang sialnya hanya berjarak kurang dari dua meter saja.

Selain kuliah, Qaila juga sibuk di dunia permodelan. Bukan model terkenal, tapi cukuplah untuk memenuhi skincare dan teman-temannya. Bersyukurlah karena dia dikaruniai fisik yang bisa dikatakan diidamkan oleh kaum hawa. Tinggi semampai, cantik dan yang terpenting adalah apapun yang dikenakannya akan terlihat indah. Nasib gadis cantik. Jangan berharap jika kabar putusnya Qaila dan Rezca menjadi perbincangan hangat di kampusnya. Selain beda jurusan tidak banyak yang tahu mengenai hubungan Qaila dan Rezca. Hanya teman mainnya dan sahabatnya yang tahu. Public displays of affection, sama sekali bukan gayanya. Bahkan selama dua tahun menjalin hubungan, aksi terjauh yang pernah dilakukannya adalah kecup pipi dan dahi. Itu pun dilakukan di dalam mobil, jika di tempat terbuka mereka hanya bergandengan tangan, no peluk-peluk apalagi kecup-kecup.

Bukan berarti Rezca tidak pernah meminta lebih, hanya Qaila yang selalu menolaknya. Pria itu hanya manusia normal yang punya nafsu. Tanpa disadari oleh Qaila, hal itulah yang membuat Rezca merasa bosan dengan hubungan mereka. Jadilah adegan putus nyambung layaknya lirik lagu BBB.

~My Ex & My Next~

"Qai, lemas banget. Gak malu sama matahari?" tanya seorang temannya yang sudah seperti kembarannya itu. Bukan karena mirip secara fisik, bahkan keduanya tidak memiliki kesamaan selain heboh. Oleh karena itu, Sheila begitu akrabnya dia disapa mempertanyakan kediaman sang sahabat. Qaila bukan tipe yang betah berdiam diri. Jika bukan tubuhnya yang petakilan maka bibirnya yang dengan luwesnya merangkai kata yang hanya ada koma tanpa titik.

"Putus...." lirihnya menanggapi Sheila. Yang mendengar hanya mengangguk santai. Sudah bukan kali pertama dan bahkan dia yang bukan cenayang juga bisa memprediksi jika status jomblo Qaila akan lenyap kurang dari 24 jam. Kenapa? Karena sang mantan akan kembali dan memintanya untuk 'rujuk'.

"Kok gitu aja sih responnya? Kali ini bener-bener putus, Shei!" kata Qaila karena mendapati respon santai dari Sheila.

"Paling bentar lagi mas pacar bakal minta balikan," tanggap Sheila kembali santai dan memainkan smarthpone-nya. Terlalu santai.

"Beda tau, Shei! Kali ini beneran putus...." kata Qaila kembali lirih dan menempelkan kepalanya pada tumpukan buku di atas mejanya.

"Alah, udah deh. Jan galau-galau gitu, keliatan banget bucinnya, Qai. Lagian cinta lu ke Mas Rezca itu jatuhnya bodoh. Mau-maunya balikan setelah diduain. Sekarang ngulah lagi, kan?" cerewet Sheila yang memang tidak ada salahnya. Yang salah itu hatinya Qaila yang susah banget buat move on.

"Shei, emang gua butek banget ya sampe diputusin berkali-kali?"

"Butek sih nggak cuma terlalu bego aja!" jawab Sheila yang mulai jengah karena Qaila selalu menyalahkan diri sendiri jika badai menerpa hubungannya.

"Bunuh temen halal gak sih?" tanya Qaila yang sekarang mulai terpancing.

"Lagian kayak gak ada aja cowok lain selain si mas-mas itu. Please deh, Qai. Lu itu cantik, Qai. Yang ngedeketin lu juga bukan cowok biasa-biasa tapi cowok yang biasanya dideketin. Emang gak bosen apa?"

"Kalau cinta gak ada kata bosen. Lagian, kami pacarannya gak kayak orang lain yang tiap hari teleponan bahkan video call-an. Gimana bisa bosen?" jawab Qaila agak nyolot untungnya kelas sedang kondusif untuk teriak-teriak, jadi tidak ada yang menyadari percakapan sejoli dan sekuntet itu.

"Lu nyindir gua ya, Qai?" tanya Sheila yang baru menyadari bahwa yang dikatakan Qaila adalah gaya berpacarannya, 24/7.

"Gak bermaksud menyindir, Shei. Cuma mengungkapkan fakta aja."

Sheila menatap Qaila garang dan yang ditatap hanya memasang wajah sok polosnya. Sheila meletakkan tasnya di atas meja dan bersiap melayangkan kepalan tangannya menghantam tubuh sahabatnya itu.

Sesi curhat berubah haluan menjadi tindakan baku hantam. Tidak akan ada yang melerai, karena siapapun yang berani maka siap-siap akan menjadi korban. Sudah pernah diuji coba sehingga tahu reaksi atas aksi yang dilakukan. Cukup menikmati tontonan gratis di luar ring tersebut. Sampai nanti akhirnya mereka akan berhenti sendiri karena kelelahan dan setelahnya tertawa seperti orang gila.

- Katanya, sahabat itu adalah orang yang sama gilanya dengan kita. -

Next chapter