1 Prolog

Claretta membanting binder agendanya ke atas meja kerjanya. Mood paginya hancur lebur karna ulah Adhitama, sahabat dari jaman oroknya yang sengaja mengempeskan keempat ban Merrie – mobil kesayangannya. Padahal pagi ini dia harus dateng lebih awal ke kantor demi acara penyambutan CEO baru. Belom lagi pakai urusan stilettonya yang patah tiba-tiba. Ah … pengen rasanya Claretta mengamuk.

"Lo kenapa sih, Ret?" Claretta menoleh ke arah asal suara. Cuma ada satu orang yang selalu seenak jidat menyingkat nama panggilannya. Melviano. "Tumben bener muka lo kusut begitu pagi-pagi."

"Not your business, Ano.", sahut Claretta jengkel.

"I know. Tapi muka lo jelek kalo kusut begitu. Kayak benang pancing yang abis diputusin."

Claretta melirik Melviano tanpa minat. Sebenernya, ucapan cowok ganteng itu ada benernya sih. Claretta bisa melihat dengan jelas raut mukanya sekarang dari kaca kecil yang sengaja ditempelkannya di sisi kubikel kerjanya. Bukan mirip benang pancing putus lagi, tapi lebih mirip mayat hidup. Wajah pucat, rambut acak-acakan, dan tampang lusuh.

"Lo udah ngopi? Nih gue bawain kopi kesukaan lo." Cowok ganteng itu menyodorkan segelas papercup berisi Creamy Latte kesukaan Claretta. Claretta mengangguk. Mendengar kata "KOPI" selalu membuatnya bersemangat. Gak ada hal lain yang membuatnya merasa lebih hidup selain dari secangkir kopi. Dan ya, dia cukup beruntung memiliki Melviano – lem super yang selalu tau situasi dan solusi untuknya. Terutama di saat seperti sekarang.

"Anyway, lo tumben jam segini udah di sini. Lo lembur dan gak pulang lagi semalem?"

Melviano mengangguk. "Lo tau sendiri kan, ini kantor udah kayak rumah kedua gue. Dan lo juga tau kan gimana beban kerja di sini?"

Claretta mengangguk. Dia sangat paham dengan yang namanya beban kerja, apalagi beban kerja di perusahaan yang bergerak di bidang IT berskala multinasional begini. Malahan, dari awal dulu saat memutuskan melamar pekerjaan sampai akhirnya diterima bekerja di perusahaan ini, Claretta udah siap dengan segala konsekuensinya. Termasuk jam tidurnya yang berubah drastis seperti kalong. Malam jadi siang, siang jadi malam.

"Lo gak pernah kepikiran gitu buat resign? Emang lo gak jenuh apa kerja gak pake titik koma begini?"

Melviano menyenderkan bokongnya di tepian meja kerja Claretta. Disesapnya Cappucino buatannya sesaat. Kemudian tatapannya lurus menerawang. Pertanyaan Claretta barusan sama persis dengan pertanyaan untuk dirinya sendiri. Entah dari beberapa waktu lalu.

"Resign? Gak usah ditanya, Ret. Ratusan kali ato malah ribuan kali gue berpikir buat resign. Tapi yaa karna otak gue masih waras, jadi lagi-lagi ide itu cuma sebatas cerita dari negeri dongeng yang gak pernah jadi kenyataan. Apalagi lo tau sendiri gaji sama fasilitas yang dikasih untuk karyawan di sini kayak gimana. Gue rasa, perusahaan lain gak bakal ada yang bisa menghargai karyawannya lebih bagus dari perusahaan kita ini. So, here I'm."

Claretta mengangguk-angguk.

"Anyway, lo udah ketemu sama CEO yang baru?" Claretta sebenernya udah gak sabar sih. Setelah Pak Dirga, kali ini siapa ya yang bakal duduk di kursi nomor satu perusahaannya? Masih mudahkah? Atau jangan-jangan seumuran Pak Dirga lagi? Ah, ini semua gara-gara ulah Adhitama dia jadi kesiangan sampe kantornya!

"Udah. Tadi di parkiran. Dan gue yakin, abis ini pasti cewek-cewek pada carmuk deh. Termasuk lo. Ganteng banget soalnya, Ret."

"Ah lebay lo. Seganteng apa sih dia sampe bisa bikin gue klepek-klepek?"

"Lo liat aja nanti. Kalo gak salah denger, namanya Ravindra, Ret. Ravindra Shaquille Syahreza."

*

avataravatar
Next chapter