webnovel

Tanpa nama

Tapi semua tak perduli dengan pandangan orang lain tentang mereka. Bahkan kedua orang tua Kanaya ikut bergabung mengobrol. Rio menjadi pusat perhatian karena ketampanamya. Tanpa sadar sorot kamera video menyorot mereka semua. Ya, di beberapa titik ada layar tv yang mengabadikan moment bahagia ini. Jadi apa pun yang di sorot kamera akan tampil di layar. Termasuk suasana pelaminan.

Tanpa sadar Andrian, melirik ke arah layar televisi dan melihat tangkapan layar yang menyorot Rio putranya. Wajahnya terkesiap menatap muka putranya mirip, bukan mirip 90 persen seperti dirinya. Baru kali ini dia bisa melihat wajah putranya yang sedang di pangku Safira, yang tak sadar kamera menyorot putrahya yang terlihat dari punggungnya saja.

Ternyata bukan hanya Andrian, yang ada di pelaminan pun melihat itu, sekilas memang tidak melihat kesamaannya. Hanya fokus kegemasan wajah anak itu.

"Aduh, gantengnya! Jadi pengen nyubit !" Bisik para tamu tanpa sadar. Andrian pun juga tersenyum bangga dalam dirinya. Tetapi tentu saja tidak dengan Daniel dan Paramitha, muka mereka di tekuk menahan malu dan marah.

"Bisa-bisa anak itu ada di sini! Apa membuatku malu !" Ucap Daniel.

"Sttt ... !" Istrinya melotot dan memberi kode, karena banyak tamu ingin bersalaman. Daniel menyadari, dia pun tersenyum terpaksa. Berbeda dengan Andrian yang senang dengan situasi itu.

"Kenapa kamu tersenyum ?" Bisik Paramitha ketus.

"Tidak, hanya bahagia saja !" Jawab Andrian santai. Mata gadis itu menatap tajam ke arahnya.

"Kenapa marah? Ini kan maumu ?" Tanya Andrian.

"Maksudnya ?" Tanya Paramitha, mereka terpaksa berhenti karena ada tamu datang.

"Kamu tahu apa yang terjadi! Jadi mainkan saja peranmu! Jangan sok cemburu begitu !" Jawab Andrian sinis. Paramitha tertegun.

"Aku sudah menerima videomu !" Bisiknya lagi, membuat gadis itu terkejut.

"Video apa ?" Tanya Paramitha.

"Pengakuanmu, ketika mabuk di party Bachelor kemarin !" Jawab Andrian.

"Kamu percaya ?"

"Tentu saja, ketika mabuk orang cenderung jujur! Kamu sudah mengatakan semuanya ... sayang !" Ujar Andrian.

"Oke, kamu juga harus melakukannya Andrian! Biar papamu senang !" Ucap Paramitha sinis.

"Oh tentu sayang! Kamu bisa bersenang-senang setelah pesta ini usai kan ?" Andrian tak kalah sinisnya.

"Kamu masih harus menepati janjimu! Tidak lagi bertemu wanita itu !" Ucap Paramitha tegas.

"Tak masalah ... kamu mau memerasku juga! Aku juga bisa melakukannya sayang !" Jawab Andrian santai, gadis itu terkejut melihat perubahan sikap lelaki itu dalam sekejap.

"Benarkah? Coba saja !" Ujar Paramitha.

"Kamu belum tahu siapa aku sayang! Begitu pun papaku, jadi tunggu tanggal mainnya !" Bisik Andrian sambil mengedipkan mata. Ada perasaan aneh di dalam diri Paramitha, ketika mengucapkan itu, apalagi menyebut Daniel papanya sendiri. Tapi sikap mereka kembali berubah ketika tamu datang.

"Mam ... papa ..." bisik Rio, Safira tertegun, jari mungil itu menunjuk ke arah televisi yang memperlihatkan pasangan kedua mempelai terutama Andrian. Rio tentu saja tahu, Safira sering memperlihatkan foto papanya dan bercerita banyak tentangnya. Itu sebelum tahu kenyataannya sekarang.

"Bukan, sayang !" Ucapnya menahan perasaan. Rio menatap mamanya heran.

"Mam, aku keluar dulu ya? Rio ... kegerahan !" Ucapnya tiba-tiba kepada mamanya, dan pamitan kesemuanya yang heran menatapnya, Anggia hanya mengangguk mengerti, Kanaya tak ikut dan membiarkan Safira pergi.

"Wah, jadi rumit ya !" Ucap Anggia tersenyum.

"Maksud kamu ?" Tanya Ardhi Wijaya tidak mengerti.

"Kamu memang tidak mengerti perasaan perempuan Ardhi! Lelaki di mana pun sama saja! Suka lupa atau pura-pura lupa !" Jawab Anggia, Ardhi Wijaya bengong dan menatap Marina, dia hanya menunjuk televisi. Ardhi Wijaya baru ngeh...

-----------

Akhirnya mereka pun beranjak pulang ke rumah, tanpa berpamitan. Tadinya hendak di foto, tapi tidak jadi. Para tamu pun sudah mulai berkurang, tetapi kemeriahan tetap ada di sana, keluarga besar mempelai yang tak tahu apa-apa bernyanyi dan bergembira. Tetapi tidak dengan kedua keluarga besan mereka memutuskan beristirahat.

Dua mempelai berbeda kubu, yang satu circle laki-laki dan lainnya perempuan. Mereka saling mengobrol dan heboh sendiri. Tetapi keduanya kompak saling sindir mengenai bulan madu dan malam pertama.

"Cie ... cie ... yang mau belah duren !" Canda temannya. Dan semua pun tertawa.

"Itu kan buat yang masih perawan !" Ujar yang lain, dengan pelan semua tertegun. Tapi kemudian tertawa.

"And, lo kan sudah merasakannya dulu di Anerika !"

"Iya, siapa tuh namanya? Masih muda lagi !"

"Sttt ... !" Andrian meminta diam.

"Dia kan sudah tahu !"

"Tetep saja !" Andrian berdiri,

"Lo, mau kemana ?" Tanya teman-temannya.

"Istrirahat lah, dari tadi gue berdiri bersalaman! Pegel tahu !" Jawab Andrian cuek dan pergi, berbeda Paramitha yang masih tetap mengobrol, tidak perduli Andrian duluan. Keluarga Andrian melakukan hal sama. Bahkan besan alias kedua orang tua Paramitha sudah lebih dahulu.

Di ruangan itu sudah sepi, hanya tinggal pegawai WO dan Hotel sedang merapikan dan membersihkan semua bekas pesta. Dari piring dan peralatan lainnya.

Sheilla dan Agra termasuk masih di sana, sedang duduk di pojokan. Agra menikmati makanan yang masih ada, dia merasa lelah setelah tugas mengabadikan semua peristiwa. Sedang Sheilla hanya minum saja sambil memeriksa foto yang di sudah di ambil tadi.

Tanpa di duga dia menemukan sesuatu yang membuatnya mencuri perhatian, foto yang memperlihatkan mempelai pria sedang berbicara dengan ... Safira yang sedang memangku seorang anak lelaki.

"Ga, lo tahu kapan foto ini di ambil ?" Bisiknya sambil memperlihatkan kamera, Argra tertegun dan melihatnya.

"Oh itu, belum lama !" Jawabnya.

"Gue mempergoki mereka di belakang sana, ya sudah gue foto !" Lanjutnya.

"Kenapa? Takut ketahuan ya ?" Tanya Agra, sambil mencicipi makanan. Sheilla menggeleng.

"Bukan, ya sudahlah tidak apa-apa ..." ucapnya. Agra menatapnya dan mengerti.

'Ah, syukurlah ... semuanya beres !" Ujarnya. Sheilla mengangguk.

"Besok, mereka langsung ke Bali !" Jawab Sheilla.

"Cepet banget, engga cape kah ?" Tanya Agra tersenyum.

"Engga sih, kayaknya ... rencananya memang begitu! Ada privat party wedding di sana! Tapi bukan kita yang menangani! Jadi, kalau ada apa pun yang salahkan mereka! Kita hanya sampai sini !" Jawab Sheilla. Seorang pelayan hotel datang dan memberitahu, masih ada 'sisa' makanan dan hendak di bagaimanakan. Sheilla pun seperti biasa bila seperti itu artinya sukses semua tamu puas, dibanding kekurangan lebih baik berlebih di katering. Si pelayan mengangguk.

"Lo juga dapet bingkisan kok !" Ujarnya kepada Agra. Pemuda itu sih oke aja, kalau engga habis bisa di bagikan ke teman kosnya. Dan memang selain keluarga kedua mempelai para petugas WO pun mendapatkannya. Tapi yang itu khusus dan terpisah. Karena katering keluarga kedua mempelai memang beda dengan umum.

"Semuanya, syukurlah sudah selesa tugas kita!! Dan kerja keras kalian, sangat luar biasa! Kita akan tutup tim ini, oke ... !" Seru Sheilla ketika semua sudah berkumpul dan semua lega walau lelah dan cape.

------------

Safira hanya terdiam di dalam mobil, putranya tertidur lelap. Sesekali mengusap rambutnya dan mencium kening. Beberapa kali menghela nafas.

Anggia hanya menggeleng kepala, melihat tingkah putrinya. Semua terdiam tidak ada yang berbicara di dalam mobil. Akhirnya semua tiba di rumah. Dan menuju kamar masing-masing untuk istirahat.

"Safira ..." sapa Anggia.

"Ya, mam !" Jawab Safira setelah menidurkan putranya.

"Kamu ... baik-baik saja ?" Tanya Anggia, Safira mengangguk.

"Tentu saja, aku sudah lega sekarang !" Jawab Safira tersenyum, Anggia hanya menatap putrinya.

"Benarkah ?" Seakan tak percaya.

"Beneran, tadi kami ngobrol banyak... maksudku ya begitulah! Walau dia sudah menjelaskan alasannya, tetap saja semua sudah terlajur! Untuk dia ..." Safira menatap putranya.

"Akan bertanggung jawab dan mengakui sebagai putranya! Aku tidak meminta banyak kok! Sudah cukup, semuanya !" Jawab Safira. Anggia menyentuh lengan putrinya.

"Syukurlah! Kamu harus bangkit, sayang! Yang harus di pikirkan sekarang adalah putramu bukan yang lain !" Ucap Anggia, Safira hanya mengangguk.

"Ya, sudah istirahatlah! Cukup berat harimu !" Anggia bangun dan beranjak pergi keluar kamar, Safira berbaring di sisi putranya dan menatapnya, tanpa sadar dia menyentuh wajah tampan dan polos. Ada seraut wajah, dari papanya disana dan itu tak dapat di sangkalnya. Tanpa sadar air matanya mengalir ....

Bersambung ...