1 Meeting

Burung berkicau menyemarakkan pagi yang sudah berhias mentari. Sang surya sudah tak malu lagi untuk terbit.

Berbeda dengan mentari yang mulai bersinar menggantikan rembulan di kala malam. Laki-laki dengan tubuh sixpack itu masih bergelung nyaman di atas ranjang.

"Bisakah kau bangun sekarang?" Laki-laki bertubuh tegap itu masuk ke kamar yang berisi satu - satunya manusia di kamar tersebut. Membuka korden dan membuat si empu terusik.

"KAU MAU MATI!"

"Cepatlah bangun."

"Aku baru pulang jam 4 tadi dan sekarang kau mengacaukan tidurku?"

"Cepat mandi Tuan Muda. Ada hal penting yang harus kita bahas pagi ini," ucap Vino menekankan kata tuan muda dan berlalu pergi tanpa repot mendengar jawaban orang yang berada dalam kamar.

"Ck. Sial," umpat lelaki bernama Marcel. Dengan malas dia bangun menuju kamar mandi. Tak peduli dengan tampilannya yang awut - awutan. Toh dia juga akan membersihkan diri.

***

"Marcel?" Tanya seorang lelaki tampan pada Vino yang baru saja turun dari tangga.

"Aku menyuruhnya mandi."

Pria tampan tadi mengangguk mengerti, tatapannya kembali ke koran yang sudah dia baca sebelum Vino datang.

"Bagaimana bisnismu di sana?" tanya Vino memecah keheningan.

"Cukup lancar."

Vino mengernyit, tak biasanya jawaban temannya seperti ini.

"Apa ini ada hubungannya dengan itu?"

"Hn. Mungkin?"

"Jadi kau jauh-jauh pulang kemari karena hal ini?"

"Bisa jadi," jawab lelaki tersebut dengan senyum misterius.

"Kenapa?" Tanya Marcel tanpa basa-basi sesaat setelah bergabung dengan mereka.

"Apa seperti ini caramu menyambutku?" Tanya lelaki tersebut. Panggil saja ia Devin.

"Kau tak ingin memelukku?" Goda Devin pada Marcel.

"Menjijikkan." Vino berkomentar dengan wajah mual.

"Ada masalah?" Tanya Marcel setelah duduk di depan mereka.

"Aku merasa ada yang mengusikku."

Vino menatap Devin penasaran, Devin dan masalah adalah hal tabu. Sedangkan Marcel tidak peduli, lebih memilih menyantap sarapan yang sudah disiapkan.

"Sepertinya mereka mengetahui siapa aku yang sebenarnya," Vino membulatkan matanya, terkejut mendengar ucapan Devin barusan.

"Maksudmu...kita?" Tanya Vino menelan ludah, jarinya menunjuk ke arah mereka bertiga secara bergantian.

Devin menggeleng, "Bukan. Sepertinya hanya aku saja."

Sadar atau tidak, Vino menghela napa lega.

Devin menaikkan sebelah alis, "reaksi kalian berbeda!" komentarnya. Sebenarnya bukan hal yang mengejutkan. Devin bahkan sudah hapal betul bagaimana sifat Marcel dan Vino, dua orang yang memiliki sifat bertolak belakang. Vino lebih ramah dan sering mengekspresikan wajahnya, jelas berbeda dengan Marcel yang dingin tidak tersentuh.

"Ya. Tentu saja khawatir, tidak ada orang yang tau identitas kita. Menurutmu apa yang akan mereka lakukan jika tahu kita adalah mafia hah?" Sungut Vino. Lau tatapannya melirik pada Marcel yang asyik dengan makanannya tanpa peduli dengan mereka berdua.

"Apa ini ada hubungannya dengan 'itu'? Tanya Marcel akhirnya.

Pertanyaan yang sama seperti yang di tanyakan Vino tadi.

Marcel menatap Devin menanti jawaban.

Devin menghela napas, "Ya. Aku menolak kerja sama dengan Wijaya Grup dan kau bisa menebak sendiri lanjutannya."

"Mereka memata - mataimu dan menggunakan cara ini untuk mengancammu," tebak Vino tepat sasaran.

Devin mengangguk membenarkan.

"Lalu apa rencanamu sekarang?" Tanya Vino melirik Marcel yang meminum susunya.

"Aku akan menetap di sini untuk sementara!"

"What?"

"Aku harus mengetahui seperti apa musuhku. Perusahaan yang ada di Amerika hanya perusahaan cabang Wijaya Grup dan induknya ada di sini." Devin menjelaskan.

"Jangan berbelit. Katakan apa maumu?" Sahut Marcel datar.

Devin tertawa, sedetik kemudian tawa itu menghilang, berganti dengan wajah serius.

"Buat aku bekerja di perusahaanmu," pinta Devin yang di sambut mata melotot dari Vino.

"Kau gila?"

***

Devin menatap pemandangan di luar sana dari lantai atas ruangan Marcel. Setelah permintaan anehnya kemarin, kini pria tersebut resmi bekerja di perusahaan gabungan Pratama Enterpries. Perusahaan yang bergerak di segala bidang dari restoran hingga minyak kelapa, semua ada disana.

Perusahaan yang di pimpin langsung oleh Vino dan Marcel yang berada dibalik layar.

Dan jangan berharap melihat Devin menempati kursi direktur, karena nyatanya Marcel menempatkan Devin menjadi pegawai biasa. Pilihan yang membuat Vino kalang kabut dibuatnya, tak jarang pria tersebut mengeluarkan umpatan yang ditujukan untuk Marvel. Devin adalah sosok yang berpengalaman dalam bidang bisnis, akan sangat di sayangkan jika kehadirannya tidak bisa di manfaatkan untuk membantu mengelola perusahaan. Selain itu, Devin adalah orang yang licik. Akan lebih baik jika mereka bergabung membuat perusahaan mereka naik pesat. Tapi sahabatnya itu malah membuat keputusan seperti ini. Memang, pemegang saham terbesar disana adalah milik Marcel, hampir mencapai delapan puluh persen. Jadi wajar saja jika Marcel memiliki kekuasaan penuh atas perusahaan Pratama.

"Apa rencanamu?" Tanya Marcel dari balik kursi kerjanya. Marcel tidak ingin ikut campur urusan Devin, ia juga sengaja menempatkan Devin sebagai pegawai biasa karena ada hal yang menurutnya aneh.

Devin berbalik, "Buatlah kerjasama dengan Wijaya Grup." Jawabnya.

"Lalu?" Sengaja Marcel bertanya.

"Kita masukkan orang kita ke dalam Wijaya Grup, dengan begitu...."

"Dengan begitu kita bisa mengetahui kelemahannya." Sela Marcel.

"Lalu siapa yang akan kau jadikan kambing hitam?" Lanjut Marcel.

Tok Tok Tok

Ucapan Devin harus tertunda saat mendengar ketukan pintu.

"Selamat siang," ucap seorang gadis bersurai sebahu.

"Siapa?" Tanya Devin dengan senyum ramah. Bagi kebanyakan orang senyum Devin adalah senyum malaikat, tapi bagi Marcel senyum Devin seperti senyum iblis. Ada makna di balik senyum tersebut.

"A-ano... saya Mawar." Ucap Mawar memperkenalkan diri. Ini kali pertama Mawar bekerja dan perasaan gugup melingkupi hatinya. Apalagi menurut Mawar, kedua pria itu terlihat sangat menakutkan.

"Saya sekretaris baru Tuan Marcel." Lanjut Mawar pelan.

Kepalanya langsung menunduk saat mendapati tatapan tajam dari lelaki yang duduk di kursi. Belum lagi, seseorang yang berdiri di depannya menelisik penampilan Mawar dari atas hingga bawah. Membuat Mawar tidak nyaman.

Marcel mendengus, bagaimana bisa pihak HRD menerima bocah kemarin sore yang tidak memiliki pengalaman. Orang awam juga pasti tahu, jika sekretaris barunya belum pernah sekalipun masuk dunia kerja.

Apa yang membuat mereka menerimanya.

"Maaf, saya terlambat tuan." Ucap Mawar takut, dia baru pertama kali masuk kerja dan sudah melakukan kesalahan fatal. Bagaimana jika dia di pecat di hari pertamanya bekerja.

"Hubungi Vino. Aku sudah menemukan orangnya." Perintah Devin sambil mengelus kepala Mawar.

"Kau menyuruhku?" Marcel berkata dingin dan ditanggapi helaan napas dari Devin. Ia mengalah, lalu memberikan pesan pada Vino dengan tangan yang masih senantiasa berada diatas kepala Mawar.

Reflek, Mawar segera menjauh, lalu menurunkan tangan Devin yang bertengger manis di kepalanya.

"Maaf."

Devin tertegun, ini kali pertama ada seseorang yang menolaknya. Menolak sentuhannya.

"Tidak. Aku yang harus minta maaf karena bersifat lancang seperti tadi." Ucap Devin menyesal.

Kejadian barusan membuat suasananya berubah menjadi akward. Beruntung, itu semua tak berlangsung lama saat Vino memasuki ruangan.

"Siapa?" Tanya Vino pada Marcel yang tentu saja tidak mendapat jawaban. Bagi Vino, ada seorang perempuan di dalam ruang kerja Marcel adalah hal yang tabu.

Bahkan Marcel selalu membatasi sekretarisnya untuk masuk ke dalam ruangannya sepenting apapun itu.

"Sekretaris baru."

"Senang bertemu denganmu, eeemmm?"

"Saya Mawar." Mawar kembali memperkenalkan diri.

Vino menaikkan sebelah alisnya, "hanya Mawar?"

Mawar menggeleng namun sedetik kemudian mengangguk, hal yang tidak luput dari ketiga lelaki yang memperhatikannya.

"Saya Mawar Safira." Mawar berkata pelan.

"Ah baiklah, senang bertemu denganmu Mawar," ucap Vino diiringi senyuman.

Mawar menunduk, menyembunyikan rasa malunya. Hal yang lagi - lagi tak luput dari perhatian Devin dan.... Marcel.

Dan saat ini, di pikiran mereka berdua adalah, 'gadis polos itu menyukai Vino', kesimpulan yang terlalu dini. Tapi, jika menilik kembali sikap Mawar yang berbeda saat berhadapan dengan mereka berdua bisa di pastikan jika asumsi Devin dan Marcel benar.

Mereka bertiga kemudian duduk bersama di sofa panjang yang ada di dalam ruang kerja Marcel.

Merasa kehadirannya tidak di butuhkan, Mawar, gadis tersebut mengundurkan diri.

"Permisi." Mawar membungkukkan badannya dan akan berbalik. Tapi sebuah suara yang terdengar sangat dingin mencegah niat Mawar untuk undur diri.

"Duduk!" perintah Marcel tak ingin di bantah.

Mawar mematung, kenapa dia harus bergabung. Apa benar dia akan di pecat karena kesalahannya tadi?

Semua pikiran berkecamuk di benak Mawar.

"Apa anda akan memecatku?" Tanya Mawar setelah duduk di kursi single di depan sofa panjang yang di duduki ketiga lelaki tampan yang tak lain adalah seorang mafia.

Kini, posisi Mawar tak lebih dari seekor mangsa yang di incar oleh sang predator. Tinggal menunggu timing yang pas untuk di eksekusi.

"Kenapa? Kau ingin aku pecat?" Tanya Marcel balik.

"Tidakkk." Mawar menjawab dengan cepat.

"Baiklah, jika kau tidak mau di pecat, turuti semua perintahku. Kau mengerti?"

"Baik," jawab Mawar dengan lantang. Ternyata direkturnya sangat baik meski terlihat sangat dingin. Buktinya, sang direktur memberinya kesempatan. Dan Mawar, tidak akan menyia-nyiakan kesempatan yang di berikan. Lagipula, kesempatan seperti ini tidak datang dua kali bukan.

"Yang harus kau lakukan...."

"Bekerjalah di Wijaya Grup."

"Hah?" Mawar tak mengerti, kenapa dia harus bekerja di Wijaya Grup jika nyatanya dia adalah pegawai Pratama Enterpries.

TBC

avataravatar
Next chapter