8 IMPAS

"Entah! lidahnya terbuat dari apa? kenapa setiap ucapan yang keluar dari mulutnya tidak pernah manis sekali." ucap Edgar sambil melihat lukanya yang lebar tanpa ada balutan lagi.

Edgar berusaha memejamkan matanya untuk segera tidur. Entah kenapa baru kali ini dirinya merasakan gelisah dalam tidur.

Hampir dua jam, kedua matanya tidak bisa tidur. Keringat dingin mulai keluar dari kening dan di seluruh tubuhnya.

"Ada apa denganku? kenapa aku merasakan tubuhku panas dingin dan tubuhku sangat lemas sekali?" tanya Edgar seraya beranjak dari tempat tidurnya untuk pergi ke dapur mengambil air.

Dengan tersaruk-saruk Edgar keluar kamar, tubuhnya sedikit gemetar. Sambil memegang kepalanya Edgar masih berusaha mengusir rada sakitnya dengan berjalan tegak pergi ke dapur.

"Ya Tuhan, kenapa dengan tubuhku? apa aku demam? apa lukaku mengalami infeksi?" tanya Edgar dalam hati sambil melihat luka di lengannya yang berubah biru.

Masih berusaha sekuat tenaga, Edgar meraih gelas di atas rak piring. Mata Edgar mulai berkunang-kunang saat mengambilnya hingga gelas yang ada ditangannya terlepas.

"PYAARRR"

Gelas itu terjatuh dan pecah, Edgar semakin merasakan lemas. Kedua kakinya terasa lumpuh dan tidak mempunyai tenaga untuk berdiri lagi.

"Aku haus... air, aku mau minum air." ucap Edgar dengan tubuh mulai sempoyongan dan tidak kuat lagi berdiri.

"BRUKKKK"

Tubuh Edgar jatuh di lantai namun ada tangan yang telah menahan kepala Edgar agar tidak terbentur lantai.

"Inilah akhir dari kesombonganmu Tuan Edgar yang keras kepala!" ucap Maya dengan mengeluarkan tenaga berusaha memapah tubuh Edgar kembali ke kamarnya.

Dengan nafas terengah-engah, Maya membaringkan Edgar ke tempat tidur.

"Lihat, keadaanmu sekarang!! demam tinggi!" ucap Maya dengan tangan ada di kening Edgar.

"Aku tidak demam, aku hanya haus. Beri aku air, aku mau haus aku mau minum." ucap Edgar meracau berusaha bangun dari tidurnya.

Maya menahan dada Edgar agar tidak bangun dari tidurnya, sekilas Maya mengamati luka robek Edgar yang terbuka dan berwarna biru di sekitarnya.

"Tunggu, jangan kemana-mana. Aku akan mengambil air untukmu." ucap Maya seraya bangun dari duduknya dan pergi ke dapur untuk mengambil segelas air putih juga sebaskom air untuk mengompres Edgar.

"Jangan pergi, aku hanya ingin air. Aku haus, air... air." ucap Edgar masih meracau. Edgar masih berusaha sadar dari rasa lemasnya.

Beberapa saat Maya sudah kembali dengan segelas air dan baskom yang sudah berisi air dan handuk kecil.

"Bangunlah, ini air yang kamu minta." ucap Maya seraya membantu Edgar duduk dan memberikan airnya pada Edgar.

Dengan di bantu Maya, Edgar minum dengan kedua matanya yang setengah terpejam dan tangannya yang gemetar.

"Sekarang Istirahatlah, aku akan kembali ke kamar setelah mengompresmu." ucap Maya meletakkan gelas kosong di atas meja kemudian mengompres kening Edgar dengan handuk setengah basah.

"Jangan pergi." ucap Edgar sambil memegang tangan Maya yang berada di keningnya.

"Aku mengantuk, aku harus tidur dan kamu juga." ucap Maya seraya bangun dari duduknya namun tangan Edgar menahannya dengan kuat.

"Jangan pergi kataku, apa kamu tidak Ingin melihat bagaimana aku mati?" tanya Edgar dengan terbatuk-batuk merasa gelisah dengan keringat membasahi kening dan kulit tubuhnya.

"Seperti katamu Edgar, kamu tidak akan mudah mati hanya karena infeksi di luka kamu." ucap Maya mengulangi kata-kata yang di ucapkan Edgar.

"Katakan semaumu Maya, apa saja yang membuatmu puas. Yang penting kamu jangan pergi dari sini. Kamu senang melihatku seperti ini kan?" ucap Edgar masih dengan kedua matanya setengah terpejam dan mulutnya yang sedikit terbuka menahan rasa dingin yang mulai menyergapnya.

Maya terdiam mendengar ucapan Edgar, melihat tubuh Edgar yang gemetar segera Maya mengambil selimut dan menyelimuti tubuh Edgar.

"Akhirnya aku juga yang mendapatkan dampaknya. Terima kasih Tuan Edgar, kamu telah berhasil membuat aku tidak tidur semalaman hari ini." ucap Maya beranjak dari tempatnya dan lagi-lagi tangan Edgar menahannya.

"Jangan pergi Maya." ucap Edgar dengan suara pelan.

"Aku ke dapur sebentar, aku akan mengurangi rasa sakit kamu." ucap Maya pergi ke dapur mencari sisa kunyit yang di pakai Mbok Ijah membuat jamu untuknya.

Sambil menahan kantuk, Maya menumbuk halus sisa kunyit yang ada kemudian di masukkannya ke dalam cawan dengan memberi sedikit air agar lembek.

Dengan secawan kunyit di tangannya Maya kembali ke kamar dan melihat Edgar meringkuk kedinginan.

"Demam kamu semakin tinggi, tidak mungkin juga malam-malam mencari Dokter. Tempat Dokter saja aku juga tidak tahu." ucap Maya sambil mengolesi luka Edgar dengan kunyit.

"Semoga kunyit ini bisa mengurangi luka infeksi kamu." ucap Maya sambil melihat Edgar yang masih kedinginan.

"Dingin... dingin sekali, ambilkan selimut lagi." ucap Edgar meraih tangan Maya dan menggenggamnya. Maya merasakan telapak tangan Edgar panas menyengat.

"Selimut tidak akan bisa menolongmu dari demam kamu yang tinggi. Aku harap setelah ini kamu akan melupakannya. Karena aku harus melakukannya daripada melihatmu tersiksa seperti ini." ucap Maya seraya melepas seluruh pakaian Edgar.

Melihat tubuh seorang laki-laki yang telanjang sudah menjadi hal biasa bagi seorang Maya. Hanya sensasi saat bercinta saja yang berbeda. Kadang menyenangkan kadang membosankan.

"Apa yang kamu lakukan Maya? kamu benar-benar ingin memperkosaku?" ucap Edgar setengah sadar dengan kedua matanya yang setengah terpejam.

"Ya...aku akan memperkosamu agar kamu bisa tidur tenang." ucap Maya seraya melepas pakaiannya kemudian memeluk tubuh Edgar yang panas menyengat.

"Kamu benar-benar ingin memperkosaku." ucap Edgar membalas pelukan Maya dan menyusupkan kepalanya ke dalam ceruk leher Maya.

"Diamlah, aku melakukan hal ini agar demam tinggi kamu turun dengan cepat dan kamu bisa istirahat dengan tenang. Aku anggap setelah ini kita IMPAS karena kamu telah menolongku dari kedua orang itu." ucap Maya mulai dengan aksinya memeluk dan mencium bibir Edgar.

Edgar memeluk erat pinggang Maya yang sedang menindihnya. Dengan hasrat yang mulai bergelora Edgar membalas ciuman Maya dengan intens dan semakin brutal.

Tubuh indah Maya menegang dengan sentuhan tangan kokoh Edgar.

Tanpa bisa menahan hasrat yang sama-sama membara Edgar dan Maya melepas semua hasrat dengan saling mencumbu dan meraba.

Dengan desahan dan nafas yang saling memburu keduanya saling menenggelamkan hasrat dalam pergumulan di balik selimut.

Keringat dingin membasahi tubuh Edgar dan Maya setelah sama-sama di atas puncak klimaksnya.

"Aaaahhhhhhh"

Terdengar suara lenguhan panjang keluar dari mulut Edgar dan Maya saat merasakan kenikmatan yang luar biasa.

Tubuh Edgar bersimbah keringat dengan tarikan nafas yang mulai tenang. Demam tinggi yang Edgar rasakan sebelumnya menjadi dingin dengan sentuhan-sentuhan lembut Maya.

"Tidurlah, aku harap besok kamu sudah sembuh." ucap Maya dengan kedua matanya mulai terpejam dalam pelukan Edgar.

avataravatar
Next chapter