2 Bab 2

Nana terdiam membisu mendengar teriakan ayahnya. Jujur saja Nana takut , tapi gadis itu mencoba untuk tenang.

"Shuut , pelankan suaramu ini sudah malam" Ayu mulai melerai sedikit supaya tidak terjadi perselisihan pendapat lagi antara ayah dan putrinya ini .

"Ayo Han kita tidur . Kalian selesaikan ini baik-baik . Ibu tidak ingin ada keributan , ingat itu"

Setelahnya Ayu dan Han mulai beranjak menuju kamar mereka .

"Ayo jelaskan apa yang ingin kau jelaskan" Suara Veete sedikit merendah namun masih tersirat nada kesal .

"Itu ... sebenarnya kejadiannya hanya tidak sengaja yah , beneran . Tadi Nana sama Han ke toko buku dan tidak sengaja kami melewati toko gitar"

"Jadi kau tertarik ?"

Nana mengangguk kecil .

"Huft ... mau berapa kali ayah katakan , kamu itu perempuan Naaa . Lupakan kebiasaan pergaulan bebas itu"

"Tidak ada masalah bukan ? Mau perempuan , laki-laki . Gitar itu cocok-cocok saja"

"Tapi ayah tidak suka anak gadis ayah seperti itu . Itu terlihat seperti bad girl Naa"

Nana menunduk lesu . Hatinya siap tidak siap untuk kembali beradu argumen dengan sang ayah .

"Baiklah terserahmu , ayah akan berhenti mengekangmu . Mulai besok kau akan bebas dari ayah , tapi seseorang yang baru akan memantaumu"

Nana menatap sang ayah penuh tanya .

"Maksud ayah ? Ayah mengirimku ke asrama ? Ayolah yah , aku tidak mau . Sudah cukup 3 tahun aku disana , please yah , Nana janji tidak akan mengulanginya , please"

Veete menghela nafasnya pelan .

"Sudah terlambat Na , ayah bukannya tidak sanggup mengurusmu . Tapi melihat kelakuanmu ayah khawatir , ayah takut tidak bisa menjagamu , maka dari itu ayah sudah menikahkan kamu dengan seseorang"

"APA ?"

"MENIKAH ?"

Dua wanita Ibu dan anak itu sama-sama terperanjat kaget . Ayu yang kebetulan ingin menghampiri suami dan putrinya langsung terkejut saat mendengar semua penuturan suaminya .

"Maksud Ayah apa ?" Tanya Ayu tegas pada suaminya.

"Maafkan ayah bu , Na . Ayah takut dan mungkin ini pilihan yang tepat . Bersiaplah besok kau akan di jemput suamimu"

Nana masih dalam mode syok .

"Ayah ? I.i..ini ss...ss...ser...ii...uus ?" Nana kehilangan kata-katanya .

"Ayah , keputusan konyol apa itu ? Ayah bercandakan ?"

Veete menggeleng "Tidak bu , ayah serius . Nana sudah ayah nikahkan tadi"

"Tapi ayah tidak pernah membicarakan ini dengan ibu . Ayah ... coba jelaskan dulu baik-baik , Nana bisa merubah sikapnya . Ayah terlalu gegabah , hanya dengan permasalahan kecil begini ayah ? ..hh"

Bahkan Ayu juga kehilangan kata-katanya . Disatu sisi ia kasian dengan putri remajanya yang dinikahkan secara sepihak seperti ini , lalu disisi lain ia kecewa karena suaminya tidak berdiskusi dulu dengannya tentang keputusan besar seperti ini .

"Hiks ... Nana , Nana salah apa bu ? Apa Nana sangat-sangat buruk hingga ayah bertindak sejauh ini ?"

Ayu memeluk putri remajanya , mengelus surai kecoklatan putrinya dengan lembut .

"Ayah berhutang cerita pada ibu . Ayo sayang , kita ke kamar"

Setelahnya Ayu dan Nana pun memasuki kamarnya Nana .

Veete yang ditinggal hanya menatap sendu kedua wanita kesayangannya itu . Namun dibalik keputusan yang terbilang gila itu , dirinya menyimpan sebuah kelegaan juga kegelisahan .

Lega karena ia sudah berhasil mengatakan kebenarannya , dan gelisah karena sebenarnya dia masih sedikit menyimpan ragu atas keputusannya ini . Namun ragu bukan pada siapa pilihannya sebagai menantunya , tetapi ragu pada anak dan istrinya . Siapkah mereka menerima orang tersebut ?

"Huft ... kuharap ini yang terbaik"

***

Pagi hari yang cerah , segumpal cahaya memasuki retina seorang gadis muda yang

msih terkulai di atas kasur kesayangannya . Titik sudut ruang kamarnya yang sedikit luas ini menjadi pantulan yang menjanjikan .

Sekilas bayang-bayang cahaya itu mulai mengusik alam bawah sadarnya . Kerjapan mata yang lusuh itu menjadi pertanda bahwa ia hampir kembali melihat kehidupannya . Pikirnya sudah berakhir kemarin atau hanya sekedar mimpi , namun nyatanya itu jelas .

Bola mata hazel nya menelisik pelan , senyum tipis mulai ia sunggingkan . Tak lama ia mulai menggerakkan tubuhnya , mencoba mengumpulkan seluruh raganya yang sempat keluar tadi malam .

"Akh ! Sudah pagi ?"

Gadis itu bergumam kecil , rambut coklat mudanya terlihat sedikit berantakan . Tak ada pergerakan setelah ia bergumam , yang ada hanya anggukan kecil nya dengan air mata kembali meluncur dari sudut matanya .

Hancur ! Hancur sudah mentalnya . Bagaimana bisa satu kalimat itu menghancurkan segala kehidupannya ? Pernikahan ? Apa itu sebuah lelucon ?

Dalam hatinya terus bermain tentang bagaimana ia bisa menerima ini . Apa yang semestinya ia lakukan , akankah ia sanggup . Tapi Tuhan tidak akan menjauhinya kan ? Ya , sekarang hanya Tuhan yang bisa selalu bersamanya .

"Hiks , tidak Na . Kau harus kuat , ini kenyataan hidupmu"

Cicitnya kecil lalu mulai menghapus cepat air matanya . Ia bangkit diantara tumpukan bantalnya yang berantakan akibat semalam .

"Ibu , kau dimana ?"

Nana , gadis itu sedikit mengedarkan pandangannya setelah benar-benar sampai ke dapur . Tujuannya hanya satu , ya ibunya .

"Baru bangun ?"

Itu suara ayahnya yang mampu membuatnya kembali menunduk lesu . Sebenarnya ia ingin membaku hantam saja lelaki tampan di depannya itu . Namun ia tidak bisa , hatinya terlalu lembut untuk melakukan itu , bahkan untuk sekedar berdebat saja ia rasa mulai tidak sanggup atau mungkin malas .

"Tidak baik mengabaikan orang tua"

"Mau ayah apa ?"

Sekarang Nana menatap ayahnya yang hendak duduk di meja makan .

Veete hanya menarik sudut bibirnya tipis mendengar ketusan putri satu-satunya itu .

"Ibumu sedang mengurus Sam , jadi makanlah dulu . Kau kesiangan , bahkan Han sudah berangkat sedari tadi"

Nana tampak ingin tidak memperdulikan penjelasan ayahnya . Masa bodo , dirinya hanya menuju kearah kulkas lalu mulai meneguk segelas air putih dingin . Hatinya memanas sedari tadi hanya dengan melihat raut wajah ayah tercintanya itu .

"Kau sudah bersiap ? Menantuku akan kesini dalam 30 menit"

Uhuk , uhuk ...

Nana tersedak . Nyatanya ia tidak bisa mengabaikan semua ucapan ayahnya , itu terlalu naif ia lakukan .

"Apa maksud ayah ?"

"Mandilah dan jangan lupa mencuci rambutmu"

"Ayah , aku sedang serius"

"Ayah juga serius . Mandi sekarang , kau harus cantik saat jumpa suamimu"

"Suami ? Aku tidak pernah menikah dan tidak punya suami"

Nana mulai berkaca-kaca kembali . Matanya yang masih sedikit bengkak itu seakan meminta tetap seperti itu .

"Apapun itu , tapi saat ini kau sudah menjadi seorang istri"

"No , Stop Call me a wife dad . You make me crazy"

"And stop argue ..."

"but ...."

"Ayah tegaskan sekali lagi oke . Jangan membantah . Berdebat denganmu hanya membuat ayah bertambah emosi"

Veete sedikit meninggikan suaranya .

"Kenapa sih pagi-pagi sudah ribut" Ayu berjalan kearah suami dan putrinya juga seorang Samuel digendongannya .

"Ibu , katakan pada suami ibu kalau aku tidak pernah setuju dengan pernikahan itu"

Ayu terdiam , tidak ada yang bisa ia katakan sekarang . Bagaimanapun memang sekarang status putrinya itu sudah menjadi seorang istri .

"Na , tapi ..."

"Ibu tidak merasa kasihan padaku ? Apa yang terjadi padaku bu ? Hiks ... ini ... this is like a nightmare .. hiks"

"Na , itu tidak benar sayang . Ibu mengerti kamu , ibu ... ibu tidak bisa berbuat apapun lagi , ini sudah terjadi"

Setelah menurunkan Samuel , Ayu beralih memeluk putri satu-satunya itu . Hatinya perih ketika melihat kondisi putrinya saat ini . Sangat jarang seorang Nasyila menangis 2 × 24 jam seperti ini bahkan bisa dikategorikan tidak pernah .

Nana itu gadis yang ceria , pecicilan dan tidak bisa diam . Tapi lihatlah sekarang , keadaan gadis itu menyedihkan . Lebih mirip jika dikatakan dengan gadis lemah yang tak berpondasi .

"Sudah ya , sekarang kamu mandi . Oke , ibu yang akan mempersiapkan semuanya"

Nana menatap ibunya .

"Tapi bu"

"Shut ... Nana sayang ibu ?"

Nana mengangguk .

"Sayang ayah ?"

Lagi Nana mengangguk .

"Berarti Nana harus patuh , saat ini Nana sudah menjadi istri orang . Tinggal di rumah suami , melayani suami dan mengurus segala hal itu tugas Nana , jika Nana melakukan semuanya dengan ikhlas dan tulus itu berarti Nana berhasil membahagiakan Ayah dan Ibu . Nana tau ? Ibu dan Ayah akan sangat bangga saat anak gadisnya hidup bahagia bersama keluarga kecilnya"

"Ibu ..." Lirih Nana masih dengan air matanya .

Ayu menghapus pelan air mata di pipi tembem putrinya , disekanya pelan juga rambut Naa ke belakang telinga gadis remaja itu .

"Nana harus mau ya , demi ibu"

Nana tidak menjawab , ia hanya menangis seraya menatap ibunya .

"Eoh ? Mana anak gadis ibu yang ceria ? Nana yang kata orang-orang pecicilan ?" Ayu bermaksud menggoda Nana

Nana sedikit menarik sudut bibirnya . Lalu kedua wanita itu berpelukan .

Sementara Veete hanya menyimak percakapan haru antara ibu dan anak itu . Hatinya terenyuh melihat betapa lembutnya hati kedua wanita yang teramat ia cintai itu . Namun apa boleh buat , ini sudah keputusannya .

Sebenarnya bukan hanya kekhawatirannya terhadap putrinya yang menjadikan alasan kenapa ia memilih menikahkan Nana di usia belianya . Namun ada beberapa alasan lain yang belum bisa Veete utarakan kepada keluarganya sekalipun itu istrinya .

To be continued ...

Mohon dukungan dan sarannya 😊

avataravatar
Next chapter