15 Phoebe bertemu Travis

Keesokan harinya ... 

Matheo mengantar Phoebe sampai di depan gerbang rumah Travis. Pemuda-pemuda tampan itu menatap iba pada sang kakak yang bersikeras untuk bekerja padahal sedang hamil muda. 

"Kak, apa kamu serius?" tanyanya memastikan. 

"Tentu saja," jawab Phoebe dengan tersenyum dan menggenggam pegangan koper hitamnya. "Kamu lihat aku sudah bawa pakaianku ke sini, itu berarti aku serius."

"Tapi kamu ...."

"Matheo ..." Phoebe menyanggah Matheo sebelum selesai dengan kalimatnya. "Aku hanya beberapa bulan di sini. Ketika perutku besar, aku akan resign ... Kamu tidak perlu khawatir, aku akan baik-baik saja. Lagipula ada Alicia, dan di sini juga aku bisa aman dari kejaran John. Justru kamu yang harus hati-hati karena kamu selalu berada di luar."

Matheo menghembuskan nafas kasar, hanya bisa pasrah membiarkan kakaknya itu pergi bekerja. 

"Baiklah kalau begitu, aku memang tidak bisa mencegah mu. Jaga dirimu baik-baik dan jangan terlalu memforsir diri untuk bekerja, jika lelah kamu harus istirahat," ucapnya. 

"Tentu saja, kamu bahkan bisa menelpon ku setiap jam untuk memastikan keadaan ku," sahut Phoebe dengan tersenyum hangat, lalu melirik ke arah gerbang yang sudah dibuka oleh satpam. Dia kembali menatap Matheo yang berpenampilan kasual dalam balutan celana jeans abu-abu dipadu dengan t-shirt putih, lalu memegang lengannya. "Sekarang aku harus masuk. Jaga dirimu baik-baik," ucapnya. 

"Kamu juga, aku akan sering datang ke sini jika majikanmu sedang tidak dirumah," sahut Matheo.

Phoebe mengangguk, lalu segera berjalan memasuki area rumah Travis sambil menyeret koper hitamnya. Wanita yang sedang hamil itu terlihat begitu bersemangat, cantik dalam balutan terusan dress berwarna abu-abu dan menjepit sebagian rambutnya ke belakang serta menenteng tas kecil berwarna hitam. 

Setibanya di ruang tamu, Phoebe langsung disambut oleh Alicia. 

"Hi, akhirnya kamu jadi partner kerjaku!" ucap Alicia dengan penuh semangat, meraih koper Phoebe lalu menyeretnya menuju ke suatu ruangan. "Ngomong-ngomong aku sudah siapkan kamar untuk kamu sehingga sekarang kamu bisa langsung bekerja tanpa harus beres-beres kamarmu lebih dulu,, lanjutnya. 

Phoebe berjalan mengikuti Alicia sambil melirik suasana rumah yang megah tapi sangat sepi itu. 

"Di mana majikanmu?" tanyanya. 

"Sejak kemarin dia tidak pulang. Biasanya itu terjadi karena dia menginap di rumah sakit atau menginap di rumah orang tuanya atau mungkin ke rumah pacarnya," jelas Alicia kemudian membuka pintu sebuah kamar yang tidak begitu luas namun berfasilitas lengkap. 

Phoebe ikut masuk kamar, melihat suasananya yang sangat bersih dan harum aroma segar. Kamar itu bernuansa monokrom, dilengkapi oleh ranjang berukuran medium size yang beralaskan sprei berwarna putih dengan selimut biru gelap, lemari pakaian berwarna cream kecoklatan, TV kecil, kamar mandi dan ada meja rias sederhana. 

"Ada meja rias juga," ucapnya. 

"Tentu saja, karena majikan kita tidak suka pada maid yang bekerja tapi tidak menghias diri," sahut Alicia. 

"Menghias diri?" 

Alicia duduk di tepi ranjang setelah meletakkan koper di dekat lemari. Dia menatap Phoebe yang kini duduk di kursi meja rias sambil menatapi suasana kamar itu. 

"Menghias diri bukan berarti menor, tapi dia tidak suka jika wajah kita terlihat kumuh, seperti tidak memakai make up samasekali atau rambut yang tidak tersisir rapi. Dia ingin kita selalu terlihat rapi dan menarik, karena dia pernah bilang padaku bahwa dia tidak selera makan ketika melihat maid berpakaian kotor atau terlihat kumuh. Dia bahkan membelikan parfum untukku setiap bulan," jelaskan Alicia yang terlihat cantik natural dengan penampilan sederhana mengenakan celana hitam dipadu dengan atasan abu-abu dan memakai celemek hitam serta mengikat rambutnya ala ekor kuda dan memoles wajahnya dengan make up tipis. 

"Peraturan majikanmu sangat menarik, dan itu juga masuk akal," sahut Phoebe. 

"Iya. Sepertinya aku harus lanjut beres-beres sekarang karena aku tidak ingin dia pulang lalu mengomel padaku karena sejak kemarin aku tidak beres-beres," ucap Alicia sambil beranjak berdiri. 

"Kalau begitu aku akan mulai bekerja sekarang juga," sahut Phoebe dengan tersenyum. 

Alicia tersenyum penuh semangat. "Baiklah kalau begitu kamu bertugas untuk membersihkan bagian ruang tengah dan ruang tamu lalu aku akan membersihkan ruangan lainnya. Tapi jika kamu sudah selesai, kamu boleh membantu aku karena sebenarnya aku masih agak lemas."

"Itu tidak masalah."

Alicia segera meninggalkan kamar diikuti oleh Phoebe. Mereka segera melakukan kewajiban mereka yaitu membersihkan rumah megah itu.

___ 

Travis menghentikan mobilnya di halaman rumahnya, lalu segera turun. Pria yang berprofesi sebagai dokter kandungan itu terlihat lesu dalam balutan celana hitam dipadu dengan kemeja biru, berjalan sambil menenteng jas putih dan rambutnya terlihat agak berantakan. 

Ceklek ... 

Travis memasuki ruang tamu, melihat seorang wanita sedang membersihkan lantai yang beralaskan karpet bulu berwarna abu-abu, dengan mesin penyedot debu. 

"Apa kamu maid baru di sini?" tanyanya. 

Seketika Phoebe menoleh ke belakang, melirik Travis yang menatapnya dengan tatapan datar. Dia terdiam, perlahan berhadapan dengan dokter tampan itu dan tidak berkedip sama sekali melihat ketampanannya yang begitu sempurna meskipun terlihat belum mandi dan rambutnya masih agak berantakan. 

"Hey ..." Travis menyadarkan Phoebe dari lamunannya. 

"Ehh ..." Phoebe langsung menundukkan kepalanya. "Iya, saya maid baru di sini." 

Travis mengerutkan keningnya, lalu menggeleng keheranan. Dia melirik mesin penyedot debu yang masih menyala, kemudian mematikannya. 

"Bekerjalah dengan hati-hati," serunya.

"Maaf, Tuan, tadi saya sedikit terkejut," sahut Phoebe.

"Hmm ..." Travis melirik suasana rumahnya yang sepi bagaikan makam. "Di mana Alicia?" tanyanya. 

"Dia sedang membersihkan ruangan lain, Tuan," jawab Phoebe dengan begitu hormat dan suaranya yang lembut. 

"Ya sudah kalau begitu kamu ikut saya ke kamar," seru Travis kemudian berjalan menuju kamarnya. 

Phoebe terdiam, menoleh menatap Travis yang menuju kamar melintasi ruang tengah dan juga tangga karena kamarnya berada di lantai atas. Dia pun mengikuti majikan barunya itu dengan perasaan penasaran, waspada dan aneh. 

'Baru kali ini aku bekerja sebagai maid. Aku tidak tahu apa yang harus dilakukan oleh maid di kamar majikan saat majikan berada di kamar itu juga,' batinnya dengan gusar, merasa takut jikalau majikannya itu adalah pria berotak mesum yang akan mengajaknya untuk melakukan hal tidak senonoh. 

ADA FOTO VISUAL CAST DI KOLOM KOMENTAR

avataravatar
Next chapter