2 Manora James

Aldrich memarkirkan mobilnya tepat di pekarangan mansion. Pria itu meraiah jas kerjanya yang ia letakkan di bangku kemudi dan langsung membuka pintu mobil, keluar dari sana Aldrich langsung berjalan menuju pintu utama mansion yang sangat mewah.

Saat hendak meraih saku celananya untuk membuka pintu menggunakan kunci cadangan, pintu tersebut malah sudah lebih dulu terbuka dari dalam.

"Kau sudah pulang?" pertanyaan dan senyuman manis itu selalu terpampang di hadapan Aldrich setiap pulang kerja.

Aldrich menunduk dan menatap datar wanita yang ada di hadapannya. Namanya Manora James yang kini sudah menyandang gelar sebagai istri dari Aldrich, Manora Hamilton.

Wanita itu terus saja menyapa suaminya dengan tersenyum meski Aldrich selalu memperlakukannya dengan sikap dingin.

Di sela-sela bibirnya yang menyunggingkan senyum manis, Nora melirikan matanya menatap leher Aldrich yang kini di penuhi dengan berbagai kissmark yang tentunya dari seorang wanita. Nora tidak bodoh, ia tau jika Aldrich baru saja pergi ke club malam, terbukti dari bau Alkohol di campur dengan parfum wanita yang menyengat dari tubuh tubuh pria itu.

Ya, seperti inilah hari-hari Nora, wanita itu rela tidur larut malam demi menunggu suaminya untuk pulang bahkan hingga sampai jam lima pagi, meski ia tau selama ini Aldrich selalu pulang malam bukan karena lembur.

Mendapati Aldrich yang mengabaikannya dan berlalu pergi begitu saja, Nora menganggap bahwa hal itu sudah biasa, ia hanya berusaha sabar saja dan terus menunggu pria itu kembali seperti semula karena dulunya pernikahannya di dasari dengan rasa cinta bersama-sama oleh kedua belah pihak.

Hanya saja ia tidak tau apa yang terjadi pada Aldrich saat setelah menikah pria itu malah bersikap dingin terhadapnya, pria itu seolah-olah tidak mengenalnya. Mereka bahkan sudah seperti pasangan yang di jodohkan dengan saling tidak mengenal.

Bahkan Nora pernah bertanya pada Aldrich sebelumnya kenapa sifat pria itu benar-benar berbeda, apakah dia melakukan sebuah kesalahan fatal sampai-sampai Aldrich bersikap seperti ini? Namun saat bertanya hal itu, bukannya mendapat jawaban, Nora saat itu bahkan mendapatkan Aldrich marah besar padanya, bahkan mengancam akan menceraikannya jika kembali mengulang pertanyaan yang sama.

Itulah mengapa Nora tidak pernah lagi mempertanyakan hal itu, ia hanya terus saja bersabar dan selalu bersikap baik agar Aldrich tidak semakin membencinya.

Jika di perkirakan kurang lebih ini sudah hampir delapan bulan mereka bersama dan selama itu juga Nora selalu menunggu Aldrich untuk pulang.

"Apa kau terus berdiri di situ?" perkataan Aldrich yang di iringi dengan nada sinisnya membuat Nora yang sedan melamun di buat tersentak kaget.

"Maaf," Nora berujar dengan nada kecilnya di iringi dengan senyuman kecil. Wanita itu menutup pintu kamar dan langsung berbalik badan mendekati Aldrich yang kini senang melepas jas-nya.

Nora bergerak cepat, wanita itu memegang ujung jas Aldrich dan membantu pria itu melepas jas-nya. Aldrich tidak menolak, ia membiarkan Nora melakukan tugasnya sebagai istri. Dalam diam Aldrich memperhatikan wajah Nora, matanya berpusat pada satu titik, yaitu kantung mata Nora yang membesar dan benar-benar menghitam akibat setiap hari terus saja menunggunya.

Namun Aldrich memilih tidak peduli, pria itu menyandarkan kepalanya pada sandaran sofa dan menjulurkan kakinya tepat di hadapan Nora dan tanpa di perintah lagi, Nora pun langsung berjongkok di hadapan Aldrich dan melepas sepatu beserta kaos kakinya.

Selesai dengan pekerjaan, Nora langsung berdiri dari duduknya, wanita itu tersenyum manis ke arah Aldrich yang sama sekali tidak di acuhkan oleh pria itu.

"Aku akan menyiapkan makananmu, aku tunggu di dapur," ujarnya dan berlalu pergi dari hadapan Aldrich dengan tangan kanan yang membawa jas pria itu sedangkan tangan kirinya ia pergunakan untuk memegang kedua sepatu milik Aldrich. Ia berencana ingin meletakkannya di tempat yang seharusnya.

Setelahnya gadis itu pun berlalu meninggalkan Aldrich untuk pergi menuju kamar pria itu. Aldrich yang sedari tadi hanya terdiam kini memalingkan wajahnya ke belakang, menatap datar punggung rapuh istrinya yang selama delapan bulan ini selalu merasakan penderitaan karena nya.

Aldrich tersenyum sinis dan kembali menghadap ke depan, menatap televisi yang sedang menyala, mungkin Nora menghabiskan waktunya untuk menonton televisi agar tidak mengantuk. Setelah cukup lama duduk di sofa untuk beristirahat sembari menunggu Nora keluar dari kamarnya Aldrich akhirnya berdiri dari duduknya dan melangkah menuju dapur.

Aldrich mendudukan diri kursi meja makan, ia menatap sebuah piring berisi nasi goreng beserta telur di atasnya yang masih mengeluarkan asap yang sepertinya baru saja di panaskan oleh Nora.

Pria itu meraih sendok yang sudah tersedia di atas meja makan dan mulai memakan makanannya.

Sedangkan di meja pantry, saat ini Nora sedang sibuk membuatkan teh hangat untuk suaminya, selesai dengan pekerjaannya ia berjalan dengan membawakan teh hangat itu tepat di sebelah Aldrich yang saat ini sibuk melahap makanannya.

Ia benar-benar lapar karena sedari sore ia belum makan sampai sekarang. Aldrich meneguk teh hangat yang di buat oleh Nora hingga tandas setelah selesai menghabiskan sarapannya dan setelah itu berlalu pergi dari hadapan gadis itu.

Nora yang melihat kepergian Aldrich tersenyum samar, ia tau jika ini akan terjadi, selalu di abaikan dan di abaikan, namun itu tidak masalah baginya selama Aldrich merasa nyaman.

Nora pun kini kembali berdiri dari duduknya, gadis itu membersihkan meja makan dan mulai mencuci piring, setelahnya ia kembali menuju kamarnya.

"Ahh ...." Nora mendesah lega setelah melempar diri di atas ranjang, akhirnya ia benar-benar tidur sekarang. Ia melirikan matanya menatap jam dinding yang terus berdetak tiada henti.

Sekarang sudah pukul setengah lima pagi yang artinya ia hanya memiliki waktu dua jam setengah sebelum kembali terbangun untuk menyiapkan sarapan dan segala keperluan Aldrich. Ya ... Meski mereka telah berpisah ranjang setelah dua hari menikah. Bagi Nora itu tidak masalah selama Aldrich tidak membencinya.

Nora memejamkan matanya, gadis itu mengubah posisi tidurnya menjadi meringkuk. Di bawah alam sadarnya Nora saat ini tengah berkhayal kehidupan nyamannya sebelum menikah, gadis itu merupakan putri kesayangan keluarga James, ia memiliki kakak yang pengertian dan kedua orang tua yang sangat baik dan kerap sangat memanjakannya.

Jika dulu ia masih belum menikah, mungkin saja ia tidak akan tersiksa seperti sekarang, namun Nora menganggap ini hal yang biasa, selagi ia bisa melakukan apapun semampunya agar Aldrich senang dan tidak terus-terusan membencinya, Nora akan rela melakukannya.

Senyum Nora tersungging lebar di dalam tidur pulasnya ketika mengingat hari-harinya semasa SMA dulu. Ia dan Aldrich memang memiliki umur yang sedikit jauh dengannya.

Saat keduanya memutuskan untuk menikah, Nora saat itu masih kelas satu SMA sedangkan Aldrich sudah bekerja di perusahaan keluarganya setelah lulus kuliah.

avataravatar
Next chapter