4 Jebak

"Al," Suara seorang wanita terdengar oleh Allesio kecil dan si anak perempuan itu.

Mereka serentak memalingkan wajah dan entah kenapa orang-orang yang ada di dalam ruangan ini malah bertambah tanpa mereka sadari. Sudah ada empat orang dewasa yang terlihat sangat lega saat melihat ke arah mereka, tidak, maksudnya adalah si anak perempuan itu. Dua orang laki-laki dan dua orang wanita.

Seorang laki-laki dan wanita berjalan mendekati anak perempuan itu, mereka langsung saling memeluk dan memperlihatkan keharmonisan yang membuat Allesio sedikit cemburu. Tapi, fokus Allesio tidak kesana. Allesio kecil malah fokus memperhatikan senyum dari si anak perempuan itu.

Mungkin, sepasang laki-laki dan wanita ini adalah orang tua dari anak perempuan itu. Oh iya, mengenai suara yang Allesio dengan diluar itu. Ia juga lupa bagaimana persisnya suara itu, sampai ia dewasa pun juga, ia sudah lupa. Tapi, ia mengingat dengan jelas apa yang orang itu ucapakan. Siapa, ya?

Anak perempuan itu tidak menangis lagi, suara tangisan sudah tidak ada lagi, yang ada hanya senyum lebar di bibir dan wajah yang begitu cerah. Allesio masih binggung dengan perkataan anak perempuan itu, mengenai menjaga dan kebebasan.

Orang tuanya memperlakukan anak perempuan itu dengan baik, kan. Jadi, salahnya dimana?

Sebenarnya, kehidupan seperti apa yang sedang anak perempuan itu jalani? Allesio jadi penasaran.

Mereka bertiga pun keluar dari sini, seakan-akan tidak terjadi apa-apa. Allesio juga sebenarnya tidak merasa terlalu perduli, sih! Hanya saja, kalau dipikir-pikir, mungkin rasanya enak sekali jika ada seseorang yang bergantung kepada kita. Jika ada seseorang yang merasa dunia ini tidak akan semeriah itu, kalau kita tidak ada. Wow, hebat!

Mata Allesio kecil langsung berpaling ke arah dua orang lagi yang entah kenapa malah masih berada di sini.

Mata Allesio membulat besar, ia benar-benar terkejut dengan apa yang ia lihat sekarang, bahkan wajahnya memerah. Dari kedua mata mereka berdua terlihat kekhawatiran dan kelegaan yang terpancar. Sudah ada senyum manis dan tetesan air mata di mata mereka.

Tunggu, mereka berdua menatap ke arah Allesio, kan? Apa maksudnya ini?

"Akhirnya! Akhirnya kau sadar!" Suara lembut seorang wanita terdengar, wanita itu langsung mendekati Allesio kecil dan memeluknya erat. Allesio kecil malah membatu.

Tunggu, dia benar-benar seorang Allesio, kan? Anak panti asuhan yang sibuk mencari uang untuk makan? Tapi, kenapa sekarang malah ada dua orang dewasa yang terlihat mengkhawatirkannya? Allesio berani bersumpah kalau dirinya sama sekali tidak mengenal kedua orang ini. Serius.

"Kalian siapa?" Kata-kata itu langsung Allesio luncurkan. Ia tidak mau merasa nyaman dengan hal ini. Allesio kecil malah berpikiran mengenai banyak hal. Seperti, mereka yang salah masuk kamar atau mereka yang lupa dengan wajah anaknya sendiri.

Wanita itu tidak juga melepaskan pelukannya. Wanita itu malah menangis sambil memeluk dirinya. Hati Allesio terenyuh. Inikah kasih sayang dan kehangatan seorang ibu?

"Kakak!", sapa dan seru seorang anak kecil perempuan yang ternyata berada di samping laki-laki itu. Tangan si anak kecil tidak pernah lepas dari kukuhan dari tangan besar milik laki-laki itu. Ah, mungkin dia adalah anak mereka berdua.

Tunggu, jangan bilang kakak yang anak perempuan itu maksud adalah dirinya? Tidak mungkin.

Ah, si anak perempuan pemakan rotinya tadi sudah pergi tanpa menyebutkan namanya? Mungkin mereka tidak akan bertemu lagi.

"Kamu tidak takut dengan kakak itu?" Suara laki-laki itu masih terdengar, anak perempuan itu menggeleng kepalanya dan Allesio melihat hal itu dari sisi kepala wanita yang masih memeluknya.

Allesio berniat melepas paksa pelukan wanita itu yang sudah benar-benar membuatnya risih, tapi Allesio malah dikejutkan dengan pelukan lain yang datang.

Tangannya yang sedang diberi jarum malah di pelukan dengan seorang anak kecil yang tangannya juga sedang diberi jarum dan selang. Allesio baru sadar kalau anak perempuan itu juga membawa tiang yang sama seperti miliknya. Sementara laki-laki itu malah memeluk Allesio dari belakang wanita itu.

Hangat. Ini benar-benar hangat. Allesio malah merasa ketakutan. Ia takut hal ini hanya sebuah kesalahpahaman dan ia takut terlanjur nyaman.

Astaga, ada apa ini? Otaknya benar-benar membeku dan ia benar-benar tidak mengerti apapun.

Seorang anak perempuan yang nyasar. Lalu, laki-laki dewasa, wanita dewasa dan anak perempuan berselang yang memeluknya hangat. Semua ini terasa aneh dan asing.

Perasaan Allesio bercampur aduk! ia kebinggungan!

***

Mata Allesio terbuka. Sekarang ia sedang ada di kamarnya yang sangat besar dengan aroma wangian yang ia suka. Aroma kopi bercampur dengan aroma tubuhnya. Ia tidak terlalu suka minum kopi sebenarnya, tapi papanya atau bisa dibilang sebagai papa angkatnya malah memilih untuk memberikan aroma kopi di kamar miliknya. Hal itu malah membuat ia nyaman hingga sekarang.

Saat ia duduk di ranjangnya yang luas itu, ia mengelap dahinya yang lagi-lagi mengeluarkan berkeringat berlebih. Padahal tempat ini sudah difasilitasi oleh pendingin ruangan, tapi ia masih saja bermimpi buruk dan berkeringat.

Pintu kamarnya di)etuk. Ia pun bangkit dan meraih baju tidur kimono miliknya untuk menutupi tubuhnya. Setelah itu, ia berjalan menuju pintu dan membukanya.

Seorang laki-laki masuk ke dalam setelah ia persilakannya untuk masuk. Allesio sendiri malah kembali duduk di pinggiran ranjangnya dan meraih air mineral untuk ia minum.

"Maaf pak! Seperti yang anda pinta, hari ini kita akan menemui nona yang akan dijodohkan dengan anda," jelas laki-laki yang baru masuk itu. Laki-laki itu mengunakan jas berwarna merah maroon dengan celana dasar yang berwarna sama. Seumur hidupnya, hanya laki-laki itulah yang selalu mendukung dan membantunya.

Semua orang membenci Allesio Aten Raesha. Tidak ada satu orangpun yang menyukainya kecuali keluarganya.

Keluarga angkatnya.

"Tuan Raesha sudah berkata untuk menemuinya lebih cepat dari yang direncanakan karena akan ada acara perusahaan satu bulan dari sekarang. Besar harapan tuan Raesha kalau anda sudah bisa membawa wanita itu untuk pergi berjalan-jalan atau dinner sebelum anda membawanya ke acara perusahaan," Astaga, penjelasan teman baiknya sekaligus asistennya ini sangat panjang dan membuatnya pusing di pagi yang indah ini.

Lagian...

Allesio meraih foto yang ada di meja nakasnya. Foto seorang wanita cantik dengan senyuman tipisnya.

Mana mungkin wanita secantik ini mau dengan seorang anak angkat dengan nama yang buruk seperti dirinya.

"Mungkin aku akan ditolak," pikir Allesio yang tanpa sadar ia ucapkan dengan suara besar.

"Anda terlalu berkecil hati, tuan," kata laki-laki itu masih formal, hal ini malah berhasil membuat Allesio kesal.

"Tutup mulutmu jika kau masih ingin beradu kesopanan denganku! Kita tidak di kantor, Yasa!" berang Allesio yang membuat Yasa tertawa terbahak-bahak.

"Jebak saja, kau hanya perlu menikahinya. Lagian, semua perkataan tuan Raesha adalah perintah kan bagimu?" Yasa mengedipkan sebelah matanya kepada Allesio. Hal itu membuat Allesio menatapnya sinis.

Jebak, ya?

***

Bersambung

avataravatar
Next chapter