1 Rumi is chasing after something

1

Di manga, kebanyakan pemeran utamanya adalah orang keras kepala yang selalu bilang jangan menyerah!, tidak akan menyerah!, masalah harus dihadapi! dan tidak akan mundur! meski dihadapkan pada sebuah masalah yang besar ataupun bahaya yang mengacam nyawa.

Tapi kata-kata seperti jangan menyerah hanya bisa diucapkan oleh orang yang kuat. Entah itu secara fisik atau mental.

Orang-orang yang bisa mengatakan hal semacam itu adalah orang-orang yang punya support dari banyak orang. Orang yang kebodohannya disalah artikan sebagai keberanian, dan juga orang yang sudah tahu kalau mereka punya kesempatan untuk bisa menang, akan menang, dan pasti menang.

Semua pahlawan yang ada di manga adalah orang yang terpilih, sudah ditakdirkan untuk menjadi pahlawan, maupun orang biasa yang bisa melakukan banyak hal karena memiliki banyak teman yang mendukungnya.

Tapi sayangnya. Di dunia nyata tidak ada hal seperti itu. Dan tentu saja orang yang sekuat itu jumlahnya sangat sedikit. Orang yang kuat secara fisik dan mental sangatlah jarang bisa ditemui.

Dan aku adalah salah satu dari banyak orang yang seperti itu. Orang yang lemah. Karena itulah aku menyerah dan tidak menghadapi masalahku.

Yang kuat mengasah taringnya sedangkan yang lemah mengasah kebijaksanaanya. Begitulah cara manusia bisa terus bertahan meski padahal mereka itu sangat lemah. Dan dari kebijaksanaan yang kuterima dari seseorang beberapa tahun yang lalu, menyelesaikan masalah bukanlah satu-satunya cara membuat masalah jadi hilang.

Waktu itu dia memilih untuk menghancurkan sumber masalahnya, tapi kali ini. Aku memilih untuk meninggalkan masalah, meninggalkannya cukup jauh sampai si masalah tidak bisa mencapaiku lagi.

Tidak sepertinya, aku tidak memiliki kekuatan. Di sampingku tidak ada orang yang mau bergerak untuku dan di sekitarku tidak ada orang yang mau mendengarkan apa yang kukatakan maupun memperdulikannya. Karena itulah, yang bisa kulakukan hanyalah lari sendirian.

Karena aku ini lemah.

Tapi jadi lemah bukanlah hal yang memalukan. Oleh karena itu aku tidak pernah melihat rendah pada diriku sendiri maupun membenci diriku sendiri atau menyesali keputusan yang sudah kuambil.

Sebab semua orang melakukan hal yang sama. Semua orang itu lemah, semua orang itu kabur masalah dan semua orang tidak ada yang ingin menghadapi masalah secara langsung.

Maksudku, jika semua orang itu kuat dan mampu menghadapi masalah setelah masalah benar-banar datang bukankah tidak akan ada orang yang berusaha mencegah perang, terroris yang mencuri kode peluncuran senjata nuklir, alien yang berusaha menguasai dunia, atau makhluk dari dunia lain yang ingin menghancurkan bumi.

"Tsurumi Rumi, entah kenapa kau mengingatkanku pada seseorang."

"Hahaha. . . mau bagaimana lagi, sepertinya memang ada ilmuwan yang pernah bilang kalau setiap beberapa juta selalu ada satu orang yang sama dengan satu sama lain."

"Tsurumi, kau masih ingat tugas macam apa yang kuberikan padamu kan?"

Guru wanita bernama Hiratsuka yang sedang mengintrogasiku adalah guru bahasa, dan beberapa hari yang lalu dia memberikanku tugas untuk menuliskan sebuah essay sederhana yang menjelaskan tentang diri sendiri.

Isinya boleh apa saja tapi di dalamnya minimal harus adalah kelemahan dan kekuatan dari si penulis. Tapi sepertinya guruku ini tidak menyukai bagian awal dari essay yang kubuat dengan sekuat tenaga itu.

Aneh. Padalah aku yakin kalau aku sudah menggambarkan diriku dengan sejujur-jujurnya dengan bahasa yang seakurat mungkin. Tapi kenapa bisa guru ini komplain padaku? Apa kemampuan literaturku terlalu untuk dipahami orang biasa?

Kalau iya sebaiknya aku harus merefisinya dengan bahasa yang lebih mudah dicerna bahkan oleh orang awam.

Aku mengangguk beberapa kali lalu mengambil kembali tugasku yang sedang dia kibas-kibaskan di depan wajahku.

"Aku akan menulis ulangnya."

"Tentu saja kau harus menulis ulangnya."

Dan sepertinya mengalah lalu memutuskan untuk menulis ulang tugasku sama sekali belum cukup untuk menyelesaikan masalahku dengan guruku itu. Untuk suatu alasan guruku masih melihatku dengan tatapan curiga yang bilang seakan aku ini adalah pelaku pembunuhan yang sedang membela diri.

"Apa ada sesuatu di wajahku Hiratsuka sensei?"

"Tidak, aku malah merasa kalau ada sesuatu yang salah di kepalamu! Dan sekarang aku benar-benar merasa kalau kau mirip dengan seorang murid bermata ikan mati."

Guru ini, dia itu sudah dewasa jadi kuharap dia lebih memperhatikan apa yang dia katakan pada seseorang yang lebih muda. Apalagi ketika yang dia ajak bicara adalah muridnya sendiri, guru itu adalah contoh untuk muridnya. Dan dia baru saja memberikanku contoh buruk dengan mengatakan hal kasar dengan muka tidak bersalah di depan umum.

Jika aku bukan orang yang terlatih untuk menutup mulut dan tidak terpengaruh oleh orang lain aku pasti sudah mencontohnya untuk mengatakan hal kasar pada seseorang yang lebih muda dariku. Bersukurlah sebab aku ini orang yang punya sopan santun tinggi.

"Aku merasa meski kau memutuskan untuk menulis ulang tugasmu kau itu tidak paham kenapa aku menyuruhmu melakukannya, kau bahkan tidak sadar letak masalahnya ada di mana."

"Tolong jangan meremehkanku Hiratsuka sensei, aku tahu betul di mana letak masalah essayku! Karena itulah aku akan membuat bahasanya mudah dimengerti orang awam."

"Ugh. . . . . . kenapa aku merasakan sebuah deja vu? Jika kau bukan anak perempuan kurasa aku sudah memukulmu sekarang."

"Hahah. . . terima kasih atas kemurahannya."

Selamat. Tangan guruku itu sudah mengepal dengan kencang dan bergetar hebat, aku bisa melihat dengan jelas kalau dia sedang bersusah payah menahan diri untuk tidak menghajarku. Meski aku belum pernah merasakannya dan semoga tidak akan pernah merasakannya, tapi dari testimoni anak laki-laki lain yang pernah menghadap guru ini pukulan Hiratsuka sensei itu sangat menyakitkan.

Emansipasi wanita? Memangnya siapa yang butuh hal semacam itu. Jadi pihak yang lemah dan selalu dilindungi itu sama sekali tidak buruk. Selain itu jika wanita dianggap setara dengan laki-laki aku tidak akan mendapatkan pengecualian dalam banyak hal.

Untunglah aku lahir sebagai perempuan, jika tidak aku pasti sudah terkapar di lantai oleh pukulan guru di depanku.

"Bagaimana kalau kita lihat sisi positifnya saja Hiratsuka sensei? Anggap saja aku memang mirip dengan orang itu, tapi setidaknya mataku tidak seperti mata ikan mati dan selain itu aku ini manis."

Uwah. Sepertinya aku sudah salah bicara. Dia malah jadi kelihatan lebih marah dari sebelumnya, tapi sekali lagi. Untungnya aku ini anak perempuan sehingga aku masih bisa selamat dari serangan dadakannya.

"Akan kuakui kalau kau itu manis."

Tentu saja! Tidak sepertinya yang punya muka tanpa kehidupan dan mata seperti ikan mati aku ini jauh lebih manis darinya. Sebab pada dasarnya dia itu sama sekali tidak manis. Wajahnya memang tidak buruk, dan jika aura gelap serta mata ikan matinya tidak ada dia mungkin bisa dibilang keren.

Tapi tetap saja aku itu ribuan kali lebih manis darinya. Sebab laki-laki normal itu tidak mungkin manis. Meski aku pernah melihat anak laki-laki yang lebih wanita daripada perempuan bahkan daripada anak perempuan.

Tunggu dulu! Kalau begitu bukankah dia itu lebih manis dariku. Aku tidak pernah menganggap diriku itu gadis paling manis, tapi setidaknya kedua orang tuaku serta tetanggaku sering bilang kalau aku ini manis.

Ahhh... bodoh. Tentu saja orang tua selalu bilang anaknya itu manis, dan tetangga tentu saja bilang kalau aku ini manis sebab mereka ingin basa-basi. Bodohnya aku, jangan-jangan aku ini tidak manis.

"Kau ini manis Tsurumi Rumi! Aku memberikan garansiku."

Syukurlah, jadi selama ini tidak ada yang berbohong hanya karena tidak enak pada kedua orang tuaku.

"Jika kau mau tutup mulut, duduk diam, dan memberikan sedikit senyum kau bahkan akan persis seorang tuan putri."

Yang tadi itu pujian atau bukan?

"Tapi sifatmu sama sekali tidak manis!."

"Meski sifatku tidak manis, tapi secara keseluruhan speku itu sangat tinggi."

Bagian manis yang kukatakan tadi hanyalah sebagian kecil dari banyak nilai plus yang kupunya. Kualitas yang kumiliki bukanlah hanya berasal dari penampilanku saja, tapi juga bagian lain yang tidak bisa dilihat tapi bisa dirasakan.

"Oh . . . . ."

Kenapa tatapanmu meremehkan sekali Hiratsuka sensei. Jika kau masih bersikeras untuk meremehakanku akan kutunjukan seberapa tingginya kualitasku sebagai manusia. Selain tidak punya teman, kurasa aku tidak punya kekurangan lain.

Mungkin.

"Dengarkan aku baik-baik sensei! Seperti yang sudah kubilang sebelumnya, aku ini manis, plus satu poin."

Hiratsuka sensei menghela nafas lalu ikut bicara.

"Tapi sifatmu itu jelek! Kau selalu bicara dengan nada menyerang, kau tidak mau membaca mood, kau tidak tahu apa itu basa-basi selain itu kau itu terlalu percaya diri pada dirimu sendiri! Dengan semua itu penampilanmu sudah hampir tidak ada gunanya! Minus satu poin."

Dia itu guru bahasa kan? Kenapa dia bisa tahu bagaimana aku berinteraksi dengan orang-orang lain di kelas? Apa dia punya mata-mata? Aku tidak ingat pernah berbicara dengan orang lain saat sedang berada di jam pelajarannya.

Guru ini benar-benar seram.

Tapi aku tidak boleh menyerah. Skor masih kacamata.

"Aku ini pintar! Plus satu poin."

"Nilai olahragamu di bawah standart, nilai senimu biasa saja, lalu nilai bahasamu sebentar lagi akan kubuat buruk! Minus satu poin."

Aku lupa! kemampuan olahraga dan seni itu hampir tidak ada gunanya di kehidupan sosial. Karena itulah aku tidak menganggapnya penting dan tidak kujadikan kekurangan. Tapi jika yang dibicarakan adalah lingkungan sekolah, mau tidak mau selain tidak punya teman aku punya dua kekurangan tambahan.

Dan apa-apaan bagian terakhir dari kata-katannya itu? Apa dia sedang mengancamku? Kalau begini aku benar-benar tidak boleh kalah adu argumentasi dengannya.

"Aku ini realistis! Plus satu poin."

"Kau hanya orang yang pesimistis! Minus satu poin."

Aku bukan orang pesimistis. Aku hanya orang yang selalu bersiap menghadapi worst case scenario!. Karena itulah kesimpulan yang kubuat selalu kuutamakan bagian terburuknya dulu.

"Aku ini pekerja keras! Plus satu poin."

"Kau itu keras kepala! Minus satu poin."

"Egh . . . ."

Kenapa di saat seperti ini aku kehilangan materi untuk membela diri. Bukankah tadi aku yang menyerang? Tapi kenapa sekarang aku yang harus dipaksa bertahan. Aku benar-benar tidak bisa memikirkan hal bagus lain dari diriku sendiri.

Mungkin ini yang orang-orang sebut sebagai blindspot.

"Tapi sepertinya nilai minusmu itu bisa berguna di tempat lain."

"Maksudnya?."

Dia mengeluarkan sebuah form registrasi keikutsertaan club, dan di form itu dia menuliskan service club lalu menuliskan namaku di dalamnya sebelum menyerahkannya padaku.

"Bergabunglah dengan club ini! Dan aku tidak menerima kata tidak sebagai jawaban."

Jadi orang lemah itu memang susah. Jika orang yang punya kekuatan menginginkanmu melakukan sesuatu, kau harus melakukannya meski kau tidak ingin melakukannya. Jika aku bersikeras menolak, mungkin dia akan serius membuat nilai bahasaku jelek.

"Aku akan menurut, tapi club macam apa itu?"

"Kau akan tahu sendiri nanti."

Kurasa kau sudah terlalu tua untuk main rahasia-rahasiaan.

Tapi tentu saja aku tidak berani mengatakannya. Sebab dari pengalamanku selama beberapa bulan ini, setiap orang yang membahas umur di depan Hiratsuka sensei berakhir dengan nasib yang buruk.

"Tidak seperti anggota sebelumnya, anggota service club yang sekarang adalah orang sibuk jadi ada kemungkinan mereka terlambat datang."

Hiratsuka sensei mengambil kunci lalu melemparkannya padaku.

"Setelah kau mendapatkan spare kunci dari mereka kembalikan kunci master itu padaku! Tugasmu sebagai member dimulai hari ini juga jadi setelah pulang sekolah kau harus langsung ke sana."

Dia berbicara dengan santai. Tapi matanya seperti sedang mengancamku dan menyuruhku untuk jangan berani-berani kabur kalau tidak ingin terkena masalah.

"Ah. . . dan sebagai tambahan informasi. . . dulu dia juga adalah anggota club itu."

"Aku tidak butuh informasi seperti itu."

Memangnya kenapa kalau dia pernah masuk club yang sama? Meski aku berada dengan club yang sama dengannya bukan berarti dia masih ada sekarang. Tentu saja dia atau tidakpun sama sekali tidak penting.

Ya. Aku masuk ke service club hanyalah karena dipaksa oleh guruku. Itu saja. Tidak kurang, tidak lebih. Kenapa aku harus meyakinkan diriku untuk alasan yang sudah sangat jelas seperti itu? Sepertinya aku sudah mulai lelah.

2

Sesuai dengan perintah, setelah kelas bubar aku segera pergi menuju ruang club yang petanya dia gambarkan di bagian belakang form pendaftaran. Dan sebab lokasinya agak jauh dan aku belum familiar dengan lingkungan di sekitar sini, aku beberapa kali tersesat sebelum bisa sampai di tempat yang kutuju setengah jam kemudian.

Jika aku tersesat saat bersama teman-temanku pasti aku akan sangat malu sebab aku sudah menyombongkan diri bisa melakukan apa saja. Tapi untungnya, aku tidak punya teman. Kalau hal itu bisa disebut keuntungan.

Orang-orang yang masuk service club sepertinya punya kekuatan kaki atau semangat tingkat tinggi. Selain lokasinya jauh tempatnya berada adalah di lantai paling antas yaitu lantai empat. Dan hal itu sudah benar-benar membunuh semangatku yang dari awal sudah dalam keadaan sekarat.

Kakiku mulai benar-benar terasa lemas.

"Hah. . . . ."

Normalnya. Dalam keadaan seperti ini seseorang dengan semangat yang sudah habis dan tubuh yang kelelahan sepertiku akan memutuskan untuk tidak melanjutkan apapun yang mereka lakukan di tengah jalan lalu kabur dan bilang pada diri sendiri kalau 'ahhh. . . aku sudah berusaha cukup keras'.

Dan sekarangpun aku ingin melakukannya, tapi sayangnya aku ini orang yang selalu berpikir dulu sebelum bertindak. Dari cara bicaranya serta kenyataan kalau Hiratsuka sensei memiliki kunci master dari ruang service club adalah tanda kalau dia tahu punya hubungan yang lumayan erat dengan club yang dimaksud.

Lalu biasanya, kedekatan seseorang dengan orang lain akan selalu diiringi dengan memiliki kontak satu sama lain. Dengan kata lain, gampangnya ada kemungkinan sangat besar kalau Hiratsuka sensei bisa mengontak anggota service club lain dan menanyakan keberadaanku.

Kemudian jika dia tahu kalau aku tidak hadir, saat dia masuk kelas dia akan memberiku hukuman selain itu dia juga bisa membuat nilaiku jadi jelek. Dan jelas kau tidak menginginkan sesuatu seperti itu sampai terjadi.

Keuntungan jangka pendek yang kudapatkan dari kabur sama sekali tidak bisa dibandingkan dengan kerugian yang kudapatkan kalau Hiratsuka sensei benar-benar marah padaku.

"Hah . . . . "

Aku menghela nafas lagi. Kali ini lebih panjang dari sebelumnya.

Sekarang aku sudah sampai di lantai empat gedung spesial. Hanya saja, meski namanya spesial tapi tidak ada yang spesial dari lantai gedung yang baru saja kudatangi ini. Di kanan dan kirinya ada banyak ruangan yang lebih mirip kelas tidak terpakai daripada ruang club.

Ada beberapa suara yang keluar dari beberapa ruangan, tapi secara keseluruhan suasana lantai ini bisa dibilang sepi sebab daripada yang berpenghuni, ruangan yang tidak ada penghuninya jauh lebih banyak.

"Sekarang aku agak khawatir. . ."

Sejauh mataku memandang, tidak ada papan bertuliskan service club yang tertempel di ruangan manapun. Tidak-tidak! Akan lebih tepat jika kubilang jika aku sama sekali tidak melihat ada papan nama yang menenunjukan club macam apa yang berada di dalam ruangannya.

Sambil berjalan aku mencoba memeriksa ruangan-ruangan yang di dalamnya kelihatan ada orangnya. Dan dari hasil pengawasanku, sepertinya setiap club yang berada di lantai ini adalah club yang berhubungan dengan seni maupun kebudayaan.

Dan tentu saja yag kumaksud dengan memeriksa bukanlah membuka pintu lalu bertanya. Tapi melihat dan mendengarkan, dengan kata lain mengintip dan menguping.

Kalau begitu service club mungkin club yang sejenis. Mungkin, aku juga tidak yakin. Sebab saat aku bertemu salah satu mantan anggotanya sepertinya dia tidak melakukan hal apapun yang ada hubungannya dengan kebudayaan maupun seni.

Setelah semua club yang ada di lantai itu kulihat aktifitasnya, akhirnya aku memutuskan untuk memeriksa sebuah ruangan yang papan namanya berisikan banyak sekali sticker yang menempel di atasnya.

Saat di ruangan lain ada jendela yang bisa kugunakan untuk melihat ke dalam tanpa memancing perhatian, ruangan yang kudatangi kali ini tidak memiliki jendela di temboknya melainkan hanya dua buah kaca di bagian atas pintu.

"Sial. . . aku tidak bisa mencapainya."

Sebab kaca yang kumaksud letaknya terlalu tinggi untuk kugunakan mengintip, aku terpaksa menempelkan telingaku ke pintu. Jika dilihat tingkahku sangat mencurigakan, tapi sebab tidak ada yang melihat hal itu sama sekali bukan masalah.

Yah, masalah bukan masalah kalau tidak ada yang mempermasalahkannya.

Hanya saja, aku mendapatkan masalah baru.

"Kenapa tidak ada suara apapun dari dalam?"

Tidak-tidak, aku tidak bisa langsung menggunakan kunci master yang kudapatkan dari Hiratsuka sensei untuk masuk secara langsung. Sebab apa yang kumaksud tidak ada suara dari dalam adalah, tidak adanya suara yang bisa kugunakan untuk mengidentifikasi jenis kegiatan yang dilakukan orang di dalamnya.

Dari dalam ada suara kertas yang digerakan dan juga seseorang yang memindahkan kursi atau semacamnya, Karena itulah aku bisa tahu kalau di dalam ada seseorang.

"Kalau begini. . . terpaksa aku harus masuk."

Aku menggeser pintu di depanku lalu masuk dengan hati-hati. Membuat seseorang terganggu dengan kedatanganku adalah hal yang tidak ingin kulakukan.

"Aku disuruh oleh Hiratsuka sensei untuk datang ke sini."

"Oh. . . silahkan duduk saja di manapun kau mau."

Apa yang dia katakan sama sekali tidak bisa disebut sambutan. Aku malah berpikir apa yang dia katakan lebih mirip mesin penjawab yang langsung berbunyi secara otomatis ketika seseorang sengaja tidak menjawab telponnya.

"Ah . . . iya."

Seseorang yang menjawabku secara otomatis bahkan tanpa melihat wajahku, adalah seorang gadis berambut pendek yang sedang menuliskan banyak hal di banyak sekali kertas di depannya.

Dia tidak mengenakan dasi maupun blazernya sehingga aku tidak bisa menentukan tingkatan kelasnya. Untuk umurnya sendiri aku yakin kalau dia lebih tua dariku, tapi hal itupun tidak bisa membuatku mampu menebak posisinya terhadapku di sekolah ini.

Sebab pada dasarnya semua murid yang bersekolah di sini memang lebih tua dariku.

Meski tidak bisa kulihat dengan jelas, tapi wajah manisnya kelihatan tidak terlalu jauh berbeda dengan teman-teman sekelasku. Jika ada yang bilang kalau dia adalah murid kelas satu, aku bisa mempercayainya dengan mudah.

Tapi meski begitu penampilannya yang tidak terlalu terikat oleh peraturan menunjukan kalau dia adalah murid kelas dua. Sebab dari pengalamanku, biasanya tingkat kenakalan tertinggi adalah saat seseorang berada di tahun keduanya. Alias tahun tengah.

Hanya saja. Gadis di depanku ini sangat serius mengerjakan apapun yang ada di depannya. Dan biasanya, orang yang punya tingkat keseriusan setinggi itu pada tugas yang dikerjakannya adalah murid-murid tahun ketiga yang sudah mulai dipusingkan ujian kelulusan dan test masuk ke jenjang pendidikan selanjutnya.

Kenapa gadis ini susah sekali ditebak umur dan kelasnya!.

"Jangan hiraukan aku dan santai saja, di pojok juga ada makanan dan tea set kalau kau bosan kau bisa membuatkan teh untuku! Anggota club lain belum ada yang hadir karena sedang mengurusi client lain."

Jika aku lebih tua darinya aku pasti sudah memberikannya pelajaran tambahan tentang sopan santun, tapi sebab jelas aku ini lebih muda darinya aku hanya bisa tertawa tidak jelas sambil berharap kalau dia tidak serius ingin memanfaatkan kehadiranku untuk keuntungannya sendiri.

Apa yang dia katakan seperti sebuah saran di mana semua orang mendapatkan keuntungan, tapi yang sebenarnya dia ingin katakan adalah mungkin seperti di bawah.

KAU INI NGANGGUR KAN? KALAU BEGITU BUATKAN AKU TEH.

Dia sama sekali tidak memperdulikanku maupun kebosananku, yang dia inginkan hanyalah memerintahkanku untuk melakukan sesuatu yang tidak mau dia lakukan sendiri. Jika aku bukan aku pasti aku tidak akan mengetahui maksud tersembunyinya itu.

Untunglah aku ini seorang penyendiri, sebab menjadi seorang penyendiri memberikanku seratus skill yang sangat berguna. Dan salah satunya adalah membaca kata-kata di balik kalimat seseorang.

"Aku ke sini untuk mendaftar jadi anggota club senpai."

Di saat seseorang baru masuk ke sebuah lingkungan baru, langkah paling aman adalah dengan menganggap semua orang yang sudah lebih dulu di dalamnya sebagai senior. Jangan lakukan diskriminasi dan melihat penampilan atau menebak umurnya.

Biasanya trik semacam ini cocok diaplikasikan pada lingkungan tertutup ekslusif seperti club sekolah maupun tempat kerja.

"Oooo jadi kau anggota yang Hiratsuka sensei bilang itu ya."

Setelah mendengar apa yang kukatakan, anggota club senior yang sedang sibuk itu segera mengangkat wajahnya dan melihatku secara langsung. Aku menyerahkan form pendaftaranku kepadanya dan dia menerimanya sambil tersenyum padaku.

"Selamat, kau sudah diterima dalam club dan terima kasih banyak karena telah membuatku bisa keluar dari club ini."

"Ha?"

"Meski namaku ada dalam daftar anggota tapi sebenarnya aku ini lima puluh persennya hanyalah seorang anggota Hantu."

Jika dia memang seorang anggota hantu yang hanya numpang titip nama? Kenapa dia berada di dalam ruang club? Bukankah anggota hantu itu sebutan untuk orang-orang yang masuk club dan bahkan tidak pernah kelihatan tampangnya tapi tetap dapat nilai ekstra yang bagus di buku rapornya?

Kalau dia berada di dalam ruang club itu berarti dia bukan anggota hantu.

"Kalau . . . . . ."

"Isshiki, namaku Isshiki Iroha, kelas tiga kalau kau?"

Jadi dia memang benar-benar senior.

"Tsurumi Rumi, kelas satu."

Kenapa dia harus menanyakan namaku? Aku sudah sangat yakin kalau Hiratsuka sensei sudah menuliskan namaku di form yang baru saja kuberikan padanya. Tunggu dulu, masalahnya bukan hanya itu. Kenapa dia bisa menerima seseorang untuk jadi anggota begitu saja bahkan tanpa melihat namanya dulu.

"Sebab kau sudah jadi anggota berarti aku bisa menyerahkan surat pengunduran diriku, dan tolong terima yang ini juga."

"Kalau kau setidak ingin itu jadi anggota kenapa Isshiki senpai tetap datang ke sini dan menyibukan diri."

Masuk ke sebuah club yang tidak disukai adalah sebuah tindakan yang aneh, jika seseorang tidak menyukai sesuatu menghindarinya adalah tindakan yang paling logis. Selain itu dia juga kelihatan serius melakukan kegiatan clubnya meski tidak ada member lain yang melihatnya.

Memang ada kemungkinan kalau sama sepertiku, kakak kelas di depanku ini juga dipaksa untuk masuk ke dalam club. Tapi jika aku ada di posisinya, aku pasti akan bermalas-mas

alan melakukan kegiatan club saat anggota lain tidak ada di sekitarku.

Tapi Isshiki senpai tetap melakukan kegiatan club dengan serius, sangat serius malah. Jika dia adalah budak korporat aku bisa memahaminya sebab dia tidak akan dapat gaji kalau membolos, tapi ini adalah sebuah club. Club yang bahkan anggotanya tidak kelihatan.

Kurasa kau dia tidak akan bisa seserius itu jika dia benar-benar tidak menyukai club ini.

"Oh. . ini ya? Ini bukan kegiatan club! Aku punya banyak pekerjaan dari dewan perwakilan siswa jadi aku ingin mengerjakannya di tempat yang tenang supaya bisa konsentrasi! Dan kebetulan sekali tempat ini selalu sepi! Karena itulah aku mengerjakannya di sini."

Jadi apa yang dia kerjakan bukan urusan club dan dia adalah anggota dewan perwakilan siswa. Sekarang aku paham kenapa dia menyebut dirinya anggota hantu. Pada dasarnya meski dia datang kedatangannya bukanlah demi clubnya melainkan demi urusannya sendiri. Atau lebih tepat untuk urusan dewan perwakilan siswa. Dia hanya membutuhkan ruangan untuk dimanfaatkan.

Tubuhnya di sini, tapi pikirannya sama sekali tidak ada di sini. Persis seperti hantu, dia di sini tapi dia tidak di sini dalam waktu yang bersamaan.

"Lalu kenapa kau ingin mundur?"

Aku sangat yakin kalau tidak ada ada batas jumlah anggota di dalam club seperti ini, jadi dia tidak perlu keluar begitu aku masuk. Lagipula, kalau dia membutuhkan ruangan ini dia akan lebih mudah menggunakannya ketika dia masih jadi anggota.

"Meski tidak kelihatan aku ini sebenarnya adalah orang sibuk."

Tidak, tidak, tidak! Kau benar-benar kelihatan seperti orang sibuk.

"Selain mengurusi dewan perwakilan siswa aku juga harus mengurusi club ini! Dan melakukan keduanya sangat melelahkan! kalau bisa aku hanya ingin melakukan salah satunya saja sebab satu saja sudah melelahkan! Dan sebab aku tidak bisa meninggalkan dewan perwakilan siswa tentu saja club harus lebih sering kukorbankan! hah. . . . . aku benar-benar lelah."

Isshiki senpai menghela nafas panjang. Dan helaan nafasnya persis seperti ayahku yang baru pulang lembur saat sedang berada di kamar mandi.

Ok, aku paham. Jadi tolong jangan terus-terusan bilang lelah di hadapanku, kau juga membuatku jadi ikut-ikutan lelah. Lelah melihatnya. Reaksi yang dia tunjukan persis seperti pria paruh baya, dan hal itu membuat rasanya wajah manisnya jadi kelihatan sia-sia.

"Apakah melakukan keduanya semelelahkan itu?"

"Tentu saja dan yang lelah bahkan bukan hanya fisik tapi juga mentalku."

Aku agak sulit mempercayainya.

Aku yakin kalau Isshiki senpai memang lelah, kelihatan jelas dari mukanya. Yang tidak kuyakini adalah penyebab kelelahannya.

Seingatku, anggota dewan perwakilan siswa bukanlah posisi yang semenyibukan itu. Malah biasanya mereka itu adalah orang-orang yang punya banyak waktu santai, sebab pada dasarnya mereka hanya diperlukan saat ada acara-acara khusus diadakan di sekolah. Selain di waktu-waktu itu, tugas yang mereka lakukan hanyalah menganggur.

Kalau untuk club ini sendiri?

"Boleh aku menanyakan sesuatu Isshiki senpai?"

"Tentu saja."

"Sebenarnya club macam apa ini?"

"Eh . . ."

Dia mengalihkan pandangannya sambil tersenyum kaku.

Gawat.

Setiap orang yang menunjukan ekspresi semacam itu biasanya tidak akan pernah membawa kabar baik. Sekarang aku tiba-tiba jadi merasakan sebuah firasat buruk. Dan firasat buruk itu diperkuat ketika aku ingat kalau ada kata 'service' dalam nama club ini.

Service adalah pelayanan, orang yang melakukan pelayanan adalah pelayan, seorang pelayan adalah seorang pekerja, lalu pekerja adalah budak korporat. Dengan kata lain service sama dengan perbudakan.

"Ahmmmm . . . . "

Senpai di depanku batuk kecil lalu membetulkan posisi duduknya.

"Kau tahu apa itu volunteer?"

"Ya."

Volunteer, sukarelawan, pekerja tanpa gaji, kerja rodi, budak. Ya, itu berarti volunter adalah budak.

Isshiki senpai mengangkat tangan kanannya lalu menunjuk atap dengan jari telunjuknya. Setelah itu dia melihatku lalu mulai bicara.

Orang yang memiliki kelebihan harus memberikan kepada yang kekurangan. Tugas dari orang yang superior adalah memberikan bantuan pada orang yang tidak mampu dalam banyak hal. Tapi service club bukanlah tempat seseorang mendapatkan apa yang seseorang itu inginkan.

Service club hanya memberikan bantuan. Kami tidak memberikan ikan kepada orang yang kelaparan tapi kami mengajarinya untuk memancing dan mampu memberikan makanan pada dirinya sendiri.

Jadi yang dilakukan service club adalah memberikan metodologi dan jadi asisten dari seseorang yang mebutuhkan bantuan yang pada akhirnya menumbuhkan kemandirian. Kami tidak memberikan hasil tapi cara untuk mendapatkan hasil.

"Keterangan officialnya adalah seperti itu, tapi pada dasarnya club ini adalah club yang membantu murid yang punya masalah."

Isshiki senpai menutup buku yang dipegangnya secara diam-diam, mungkin hal itu dilakukannya untuk menutupi fakta kalau dia sendiri tidak ingat tujuan dari clubnya sendiri. Tapi meski kesimpulannya agak melenceng dari keterangan official yang dibacakannya tadi, sedikit banyak aku sudah paham kegiatan macam apa yang dilakukan club ini.

"Tapi kau jangan khawatir tidak bisa membantu, sebab aku yang member lama saja hampir tidak pernah membantu."

"Tolong sedikit lebih khawatir! Lalu jika Isshiki senpai tidak ikut membantu kegiatan club, kesibukan apa yang kau dapatkan dari sini?."

Aku sangat yakin kalau tadi dia bilang kesulitan menangani kesibukan yang datang dari aktifitas club dan tugas dewan perwakilan siswa. Itu berarti, club ini juga menghasilkan kesibukan yang memerlukan perhatian.

"Aku sibuk menolak permintaan yang masuk!."

Jadi penyebab kenapa club ini punya sedikit kesibukan adalah dirinya sendiri.

"Sekarang tolong tandantangani form pengunduran diriku."

"Ha? Aku. . . ."

Bukankah biasanya orang yang baru masuk ke dalam sebuah komunitas itu selalu berada di urutan terbawah rantai makanan? Dengan kata lain normalnya aku yang baru saja bergabung tidak akan punya kekuasaan untuk menentukan nasib seseorang di dalam club ini. Kemudian. . .

"Bukankah hal semacam ini disampaikan ke ketua club."

Isshiki senpai mengangguk beberapa kali lalu tersenyum.

"Aku sedang melakukannya sekarang?"

"Maksudnya?."

"Mulai hari ini kau adalah ketua service club."

Mendapatkan promosi jabatan adalah sesuatu yang sangat sulit, kecuali aku ini orang khusus seperti anak orang kaya yang bisa menyuap seseorang di bagian atas. Malah biasanya aku akan tetap jadi orang kelas bawah sampai kapanpun.

"Apa aku tidak terlalu cepat mendapatkan promosi?."

Aku bahkan tidak kenal dengan ketua club ini dan membernya. Menunjuk ketua tanpa sepengetahuan ketua sebelumnya adalah sesuatu yang kedengarannya melanggar hukum, dan menunjuk seseorang yang tidak dikenal oleh member lain sebagai ketua club kurasa akan membuat member lain jadi tidak nyaman.

Aku harus menolaknya. Harus.

"Maaf tapi aku tidak bisa menerima saranmu Isshiki senpai? Aku belum mendapatkan persetujuan ketua club ini dan juga membernya."

Dia memberikan sebuah form lagi padaku tapi aku langsung mengembalikan form itu padanya.

"Tenang saja ketua club ini adalah aku dan semua member club ini tidak mungkin ada yang menentang omonganku."

Uwaaah . . . seram. . . orang ini menyeramkan. Dan senyum yang dia gunakan kali ini sama sekali tidak kelihatan ramah, dan malah penuh dengan tekanan. Dia bilang kalau semua memberi club ini tidak mempunyai hak untuk menolak perintahnya, dan sebab aku ini juga adalah member club tentu saja aku juga termasuk di dalamnya.

Secara tidak langsung dia bilang kalau member lain harus menurutinya dan aku tidak boleh menolak apapun keputusannya.

Hanya saja aku tidak boleh langsung menyerah. Aku masih punya jalan kabur.

"Tapi kurasa aku tetap harus menolak, um m m. . . bukankah pergantian ketua club juga harus diberitahukan ke ketua dewan perwakilan siswa serta guru pembimbing?"

Sebelum pergantian dilakukan harusnya ketua club menyerahkan form resmi ke guru pembimbing dan juga ketua dewan perwakilan siswa, di saat itu aku akan menawarkan diri untuk membawakannya lalu pura-pura sudah menyerahkannya tanpa benar-benar memeberikannya pada orang yang dituju.

Guru tidak akan tahu kalau ketua sudah diganti sedangkan member menganggap kalau ketua sudah diganti. Kesalahpahaman ini tidak akan selesai dalam waktu deakt sebab komunikasi sudah terputus.

Lalu setelah waktu sudah berlalu cukup lama, maka aku akan mengajukan usul untuk mengangkat member terlama sebagai ketua. Yes. Rencanaku sempurna.

"Kau tidak perlu khawatir, ketua dewan perwakilan siswa juga adalah aku dan guru pembimbing club ini adalah Hiratsuka sensei jadi masalah konfirmasi sudah bukan masalah lagi."

Siaallll! kenapa orang ini punya jabat ganda? kalau dia ada di pemerintahan dia pasti sudah kena undang-undang. Dan jika guru pembimingnya adalah Hiratsuka sensei aku bisa dengan mudah membayangkan dia mengatakan ok bahkan sebelum mendengar apapun yang disampaikan padanya.

"Uugghhh. . . ."

Ishhiki senpai kembali tersenyum, kali ini dia memasang senyum kemenangan.

"Jangan tegang begitu! Di club ini tidak ada yang namanya kesenioritasan! Semuanya diperlakukan dengan sama dan adil! Selain itu member club ini semuanya juga adalah orang-orang dulunya normal."

"Jadi sekarang mereka tidak lagi normal."

Dan apa-apaan omong kosongmu tadi Isshiki senpai? Tidak ada kesenioritasan? Kalau memang begitu kenapa dari tadi aku merasa kalau kau selalu merendah-rendahkan posisiku? Kemudian. Apanya yang adil? aku sama sekali tidak bisa merasakan adanya keadilan dalam pembicaraan kita.

Mungkin aku harus mengganti panggilannya dari Isshiki senpai ke Dictactor senpai.

"Kalau begitu apa boleh buat."

Dia tadi bilang kalau tugasnya di club ini adalah menolak permintaan yang masuk, kalau begitu mulai hari ini aku akan selalu menolak permintaan yang masuk ke club. Dengan begitu semuanya aman.

"Oohh tapi tolong pastikan serahkan laporan tentang masalah yang kalian selesaikan minimal sebulkan sekali, service club adalah bagian dari dewan perwakilan siswa karena itulah pekerjaan kalian akan selalu dimonitor."

"Ugh . . . iya."

Semua jalur kaburku sudah hilang. Apa yang Isshiki senpai katakan tadi mempunyai arti.

AKU TIDAK AKAN MEMBIARKANMU SANTAI.

"Heeehhhh . . ."

Aku menghela nafas dan mengulurkan tanganku untuk menerima form pengunduran dirinya.

Setelah itu, kukira aku bisa santai. Tapi ketika aku ingin menarik tanganku untuk mengambil form tadi darinya. Dia malah memegang pergelangan tanganku dengan erat lalu menariku ke arahnya sampai tubuh bagian atasku berada di atas meja. Kemudian dia melihat dengan tepat ke mataku.

"Sen. . . pai . . .?"

Aku sama sekali tidak sedang terpesona olehnya ok, tolong percayalah padaku. Mata besar jernihnya, hidung kecilnya, lalu bibir pink tipisnya dan juga rambutnya yang dari tadi mengibas-ngibaskan aorma wangi sama sekali tidak membuatku dadaku berdetak lebih kencang.

Seberapapun manisnya kakak kelasku ini dia tetaplah seorang perempuan, dan sudah jadi hukum kalau perempuan tidak bisa jatuh cinta pada perempuan lain. Dan untunglah aku ini perempuan. Jika aku ini laki-laki mungkin aku sudah langsung jatuh cinta kepadanya, tidak. Bukan hanya mungkin, aku pasti jauh cinta padanyaaaaa!.

Benar-benar beruntung aku ini seorang perempuan.

"Jadi kau si Tsurumu Rumi yang itu ya?"

Seperti belum mendapatkan jawaban yang dia cari dariku, dia terus mendekatkan wajahnya ke wajahku. Cukup dekat sampai aku bisa merasakan nafasnya menyentuh mataku. Jika matamu minus, tolong segera beli kacamata! jika ada yang melihat kami sedekat ini di ruang yang sesepi ini aku khawatir kalau akan ada orang yang salah paham.

Ketika aku sedang panik, tiba-tiba ada suara ketukan pintu. Dan orang yang mengetuk pintu sama sekali tidak mau menunggu jawaban dari dalam dan malah langsung masuk begitu saja. Gara-gara hal itu, tentunya aku tidak sempat mundur dan melepaskan diri dari cengkraman Isshiki senpai.

"Hiiii . . . . ."

Yang masuk ke dalam ruang club adalah dua orang remaja yang kali ini bisa dengan jelas kuidentifikasi sebagai kakak kelasku. Yang pertama adalah seorang gadis dengan aura cerah yang kelihatan populer dan seorang lagi adalah seorang pemuda yang tidak mengeluarkan aura khusus tapi tetap kelihatan populer kalau yang dihitung hanya wajahnya saja.

Si pemuda langsung mengalihkan pandangannya dan si gadis kelihatan panik. Setelah beberapa saat berlalu, si gadis berteriak kepada Isshiki senpai.

"Isshiki san! aku tahu kalau kau mulai kehilangan harapan setelah ditolak oleh dua orang pria! tapi, tapi, tapi! bukan berarti kau harus menyerah pada pria dan mencari wanita untuk dijadikan kekasih!."

"Ghh. . ."

Ekspresi kakak kelasku tiba-tiba jadi gelap, kemudian dengan senyum yang sekali lagi artinya berubah. Dia melihat ke arah gadis yang baru saja meneriakan hal tidak karuan. Menggunakan kesempatan itu, aku segera mundur dan menjauhkan tempat duduku dari Isshiki senpai.

Aku tidak ingin dapat masalah.

Isshiki senpai tidak memperdulikanku yang kabur dan memfokuskan dirinya pada gadis tadi. Dia menegakan kepalanya lalu berdiri dan menghadap gadis tadi.

"Komachi chan, siapa yang bilang kalau aku ditolak dua kali? Aku hanya ditolak sekali dan yang satu lagi masih menunggu jawaban."

Orang yang meminta seseorang untuk menunggu jawaban biasanya adalah orang yang sebenarnya ingin menolak tapi tidak tega mengatakannya dan berharap kalau si orang yang menembak akan lupa dengan sendirinya tentang janji tunggu-menunggu itu.

Jadi pada dasarnya Isshiki senpai memang ditolak tapi tidak mau menerima kenyataan jika dia sudah ditolak.

"Maaf aku salah ngomong! heheh. . . . Onii chan memang belum menolakmu tapi dari pengamatanku kau hanya tidak punya kesempatan ! um um iya, kau hanya tidak punya kesempatan."

Sebenarnya apa yang gadis itu ingin coba lakukan? Menghibur atau menggosokan garam ke luka seseorang?

"Untuk suatu alasan entah kenapa kata-katamu membuatku marah?"

Setelah itu, Isshiki senpai memukul kepala gadis bernama Komachi dengan sangat keras.

Hiratsuka sensei, sepertinya aku baru saja melihat flashback masa mudahmu.

3

Gadis yang tadi baru masuk berdiri lalu melebarkan kedua tangannya ke arahku.

"Selamat datang di service club! Menyampaikan pesan dari yang mati pada orang yang masih hidup adalah tugas kami."

Memangnya kau ini siapa? Detektive loli yang bahkan tidak lulus SD tapi bisa menyelesaikan kasus tanpa keluar kamar? Kalau iya maaf saja tapi kau sama sekali tidak bisa dkategorikan sebagai loli.

"Namaku Hikigaya Komachi, kelas dua kalau kau?"

Aku sudah memperkenalkan diri tadi, tapi sebab dia sudah memperkenalkan dirinya padaku aku juga punya kewajiban yang sama. Sebab salah satu tugas dari seorang penyendiri adalah mengikuti arus.

"Namaku Tsurumi Rumi, kelas satu."

Setelah itu, remaja laki-laki yang berada duduk di sebrang Hikigaya san mengangkat tangan lalu ikut memperkenalkan dirinya.

"Namaku Kawasaki Taishi, aku juga kelas dua."

Menanggapi perkenalan kedua kakak kelasku itu aku hanya mengangguk, dan setelah perkenalan selesai semua orang kembali relax di tempat duduknya masing-masing. Semuanya kecuali Isshiki senpai, untuk suatu alasan dia masih memperhatikanku dengan intens.

Aku agak mulai takut jadi tolong berhenti sekarang juga.

"Jadi Rumi chan, kenapa kau disuruh masuk ke club ini? Mungkin kau tidak tahu tapi club ini juga berfungsi sebagai sarana rehabilitasi murid-murid bermasalah."

Oh begitu? Kukira semua murid bermasalah sudah dikirim ke dunia lain untuk main game bersama seorang bunny girl. Dan jangan sok akrab begitu denganku, kita ini bukan teman senpai.

"Isshiki san, kukira aku ini bukan gadis yang suka membuat masalah."

Isshiki senpai hanya melirik Hikigaya san lalu dengan santainya mengatakan kalau.

"Kau memang tidak membuat masalah tapi kehadiranmu itu sering menimbulkan masalah."

Ini cuma perasaanku atau memang keduanya itu punya arti yang sama.

"Aku juga tidak ingat pernah membuat masalah dengan seseorang maupun menimbulkan masalah ketika aku hadir."

Isshiki senpai mengela nafas lalu kebali bicara.

"Justru itulah masalah terbesarmu."

Jadi menjadi murid biasa yang tidak membuat masalah di sini dianggap sebagai masalah. Oh, kalau begitu sekarang aku paham kenapa aku berada di sini. Kasusku persis dengan Kawasaki san, ketika semua orang dengan santainya menerobos peraturan kami malah menurutinya sehingga malah kami yang dianggap aneh.

Dunia ini memang tidak adil. Ketika semua orang tidak menaati hukum, orang yang mematuhi hukum malah dianggap orang yang bermasalah. Sepertinya aku perlu jadi presiden PBB supaya bisa memperbaiki situasi ini.

"Lalu kau sendiri Isshiki senpai?."

Kau sendiri masuk service club, yang berarti kau juga murid bermasalah.

"Aku hanya masuk karena aku perlu masuk, aku sama sekali bukan murid bermasalah ok! Aku sama sekali tidak bermasalah."

Aku paham, jadi tolong jangan mengatakannya sampai dua kali seperti itu. Tingkah tsunderemu itu sama sekali tidak kelihatan menarik dan malah mengancam.

"Aku ikut bergabung adalah karena aku ingin menyelamatkan club ini, dan Rumi chan kau belum menjawab pertanyaanku."

Tolong berhenti berekting sekarang juga Isshiki senpai, mungkin kau tidak tahu tapi kemarahan yang ditutupi senyum itu jauh lebih menyeramkan daripada kemarahan yang ditunjukan secara langsung.

"A. .aku juga tidak tahu, Hiratsuka sensei hanya menyuruhku untuk masuk club setelah menerima essay yang kubuat."

"Aku juga."

"Aku juga."

"Aku juga."

Untuk dua orang member lain, aku sama sekali tidak terkejut. Tapi untuk Isshiki senpai aku benar-benar tidak menyangka. Jika dia juga disuruh masuk oleh Hiratsuka sensei berarti pembelaanya tadi tidak ada artinya. Dia juga adalah siswa bermasalah.

Meneruskan topik ini sama sekali tidak akan ada gunanya selain mengkonfirmasikan masalah satu sama lain, dan bagi seorang penyendiri tidak tahu apa-apa ada hal yang terbaik. Dengan begini aku bisa menjaga jarak dengan mereka.

"Rumi-rumi kau ini imut sekali! aku jadi ingin memelukmu."

Katakan hal itu sebelum kau memeluku Hikigaya san. Kita bukan anggota sau guild yang sama. Dan jangan panggil aku Rumi-rumi!. Panggilan itu kedengaran sangat menjijikan.

Kawasaki san melihat ke arahku untuk sesaat, tapi kemudian dia segera bicara.

"Tahan diri Hikigaya san, aku tahu kalau dia itu imut tapi. . . ."

Entah sejak kapan aku lupa kalau di sini juga ada laki-laki, keberadaanya sama sekali tidak terasa sampai-sampai aku menganggap kalau di sini hanya ada tiga orang remaja perempuan. Kalau dia jadi ninja aku yakin dia pasti pintar menyelinap.

"Tapi dari pada imut (kawaii) kurasa dia lebih pantas disebut muda (wakai) . ."

Hikigaya san melepaskan pelukannya dariku lalu melihatku dengan seksama, aku berusaha menghindari tatapan langsung ke wajahnya tapi dia menggunakan kedua tangannya untuk menahan pipiku sehingga yang bisa kulakukan hanyalah melirik ke arah lain.

Kawasaki san, terima kasih banyak sudah membuat semua orang menyadari sesuatu. Dengan begini aku yakin kalau seseorang akan menanyakan salah satu dari tiga pertanyaan terlarang yang tidak boleh ditujukan kepada wanita.

"Berapa umurmu Rumi-rumi?"

"Hehehe. . . berapa ya?"

Aku benar-benar tidak ingat secara detail sudah berapa lama waktu yang terlewati sejak aku lahir. Empat ribu delapan ratus tiga puluh hari? Empat ribu delapan ratus empat puluh hari? Atau mungkin empat ribu delapan ratus dua puluh hari? Aku sama sekali tidak mengingatnya jadi aku tidak bohong.

"Tiga belas tahun lima bulan."

Yang menjawab pertanyaan tadi bukanlah aku tapi Isshiki senpai.

"Jangan remehkan ketua dewan perwakilan siswa! dengan posisiku aku bisa meminta informasi pribadi macam apapun ke guru!."

"Mulai sekarang tolong jaga privasi seseorang!."

Aku kelepasan ngomon dan tanpa sadar berteriak pada kakak kelasku itu.

"Eeeee. . . . pantas kau masih kelihatan sangat muda, aku jadi merasa punya adik perempuan."

Hikigaya san kembali memeluku, dan kali ini pelukannya terasa lebih erat dari sebelumnya. Kalau begini terus sepertinya aku akan mati bukan karena kecelakaan tapi karena dicelakakan.

"Jadi kau ikut kelas akselerasi ya, dan sekarang kau berhenti?"

Aku lupa lagi. Di sini ada orang lain selain tiga orang gadis. Di saat yang lain bangga dengan penyalahgunaan kekuasaannya dan satunya lagi tiba-tiba mengutarakan keinginannya ke orang yang salah. Kawasaki san menujuk sebuah hal yang seharusnya dari tadi sudah jadi fokus utama.

"Berarti kau ini sangat pintar ya Rumi-rumi?"

Memangnya siapa yang namanya Rumi-rumi, di sini tidak ada orang dengan nama itu.

"Tapi kenapa kau berhenti Rumi-rumi?."

"Karena targetku sudah tercapai."

Seharusnya aku belum berada di sekolah ini. Tapi karena masuk ke kelas akselerasi aku jadi bisa di sini jauh lebih cepat di banding orang lain yang seumuran denganku. Oleh sebab itulah semua orang di sini adalah senpai bagiku, termasuk siswa-siswa yang satu kelas denganku. Sebab dari seluruh siswa si sekolah ini, akulah yang paling muda.

"Kau berhenti masuk kelas akselerasi di SMA dan kau bilang tujuanmu sudah tercapai, kalau begitu apa tujuanmu masuk kelas akselerasi? Tentu saja kau tidak harus menjawab, aku hanya mewakili pertanyaan yang ingin dilontarkan oleh mayoritas penduduk club ini."

Kukira Kawasaki san adalah orang normal, tapi ternyata dia juga orang tidak normal.

"Taishi kun kau tidak perlu mengatakan hal yang tidak perlu."

"Taishi apa kau tidak tahu apa yang namanya membaca suasana?"

"Awww. . . berhenti kalian berdua."

Hikigaya san dan Isshiki senpai memberikan serangan fisik pada satu-satunya anggota laki-laki club ini. Melihatnya, aku jadi agak sedikit kasihan. Mau bagaimana lagi, yang namanya demokrasi itu hanyalah nama keren dari dominasi mayoritas.

"Aku masuk kelas akselerasi hanya untuk kabur dari masalah, dan di sini masalah lamaku tidak bisa mencapaiku meski masalah baru pasti akan datang."

Service club adalah club yang dibuat untuk menyelesaikan masalah siswa. Dan sebab mereka sudah terbiasa mendengarkan masalah dari para siswa, harusnya aku tidak akan mendapatkan rasa kasihan hanya karena aku menceritakan masalahku.

Persis seperti dia waktu itu.

Dia tidak mengasihaniku lalu memberikan kalimat-kalimat penyemangat kosong, melainkan mendengarkanku dengan seksama lalu memahami akar sumber masalah yang kupunya lalu menghancurkannya.

Jika club ini punya modus operasi sama seperti sebelumnya. . .

Menceritakan masalahku pada mereka sepertinya bukan sebuah masalah.

4

Aku masuk kelas akselerasi bukanlah karena aku sedang mengejar sesuatu, tapi karena aku ingin lari dari sesuatu.

Setelah kejadian saat di desa Chiba, hubungan di antara teman-teman palsuku jadi hancur dan kami semua jadi menghindar satu sama lain.

Jauh di dalam sana, mungkin semua orang merasa marah pada satu sama lain tapi sebab mereka semua juga paham bahwa mereka itu juga sama saja, tidak ada yang berani menyalahkan siapapun.

Mereka sadar jika mereka ditaruh pada posisi yang sama, mereka akan melakukan hal yang sama. Dan hal itulah yang membuat mereka merasa marah sekaligus bersalah di saat yang bersamaan.

Awalnya semua orang mencoba berpura-pura kalau tidak ada yang sudah terjadi di antara mereka dan mencoba melupakan kenangan buruk itu. Tapi setiap ada konflik kecil yang terjadi, kejadian waktu itu selalu dibawa-bawa. Yang pada akhirnya membuat hubungan di antara mereka lama-lama berada pada titik jenuh.

Pertama ada satu yang menghindar, kemudian, satu persatu anggota grup itu keluar dari lingkaran dan menghindar satu sama lain.

Grup yang dulunya selalu membullyiku dan secara agresif mengeluarkanku dari berbagai macam lingkaran sosial sudah tidak ada. Dan sebagai gantinya, di dalam kelas ada tambahan empat penyendiri tambahan.

Tapi dengan hilangnya grup itu, bukan berarti masalahku jadi hilang. Sebab semua orang sudah melabeliku sebagai penyendiri dan juga seseorang yang posisinya di bawah semua orang.

Jika yang mereka lakukan hanyalah tidak memperdulikanku, kehidupanku tidak akan jadi sulit. Tapi sayangnya, sebab kebanyakan orang di dunia itu bodoh orang-orang di sekitarku juga ikut melakukan tindakan bodoh bahkan tanpa berpikir.

"Jadi apa yang kau maksud dengan tindakan bodoh?"

Tentu saja yang menanyakan pertanyaan itu adalah satu-satunya orang agak normal yang ada di sekitarku, Kawasaki san.

Tindakan bodohnya adalah seperti, hanya karena aku punya pikiran yang berbeda dengan kebanyakan orang mereka menganggap pikiranku itu salah. Hanya karena aku punya opini berbeda dengan semua orang mereka berpikir kalau aku ini tidak tahu apa-apa. Lalu entah sejak kapan ada anggapan kalau aku ini adalah siswa terbodoh satu sekolah sehingga saat aku dapat rengking satu banyak sekali orang yang curiga kalau aku ini curang. Bahkan aku sempat dilaporkan ke guru pembimbing.

Kemudian, meski mereka tahu kalau aku ini memang pintar mereka tidak pernah mau mengakuinya selalu mengolok-oloku dengan berbagai macam hinaan yang sama sekali tidak nyambung dengan masalah akademis.

Lalu lagi, meski ideku selalu superior tapi semua orang selalu menolaknya dan jika ada hal yang buruk terjadi pada semuanya entah kenapa aku yang selalu disalahkan.

"Mengingatnya benar-benar membuatku ingin membunuh mereka semua!."

Diacuhkan, diremehkan, dan disalahkan. Aku sudah bosan dengan semua hal itu! Karena itulah aku ingin membuktikan kalau semua orang itu salah. Selain itu aku juga tidak ingin melihat wajah satupun dari mereka lagi seumur hidupku.

Hanya saja sebab aku tidak bisa mengubah orang-orang di sekitarku, aku memutuskan kabur. Aku memutuskan untuk pergi ke tempat yang tidak akan mereka bisa capai.

"Jadi kesimpulannya kau masuk kelas akselerasi bukanlah karena alasan akademis, prospek, maupun ekonomi melainkan karena masalah pribadi! Sedangkan semua pencapaianmu sampai saat ini hanyalah sekedar bonus."

Sekali lagi, orang yang mengambil kesimpulan adalah Kawasaki san. Jika aku disuruh untuk memanjat tembok setinggi seratus meter, aku tidak akan berlatih seperti orang bodoh dan langsung menyerah. Hanya saja aku akan akan menciptakan crane supaya aku tidak perlu capek-capek naik.

Inovasi diawali dari kemalasan.

"Tujuanku untuk kabur dari orang-orang itu sudah berhasil dan aku sangat yakin tidak akan ada satupun dari orang-orang bodoh itu yang mampu mengejarku sampai ke sini, karena itulah aku memutuskan untuk berhenti masuk kelas akselerasi."

Isshiki senpai melihat ke arah lain sedangkan Kawasaki san hanya mengangguk-anggukan kepalanya, kemudian Hikigaya san melihatku dengan tatapan yang susah kuartikan. Dia kelihatan paham tapi dia ingin menolak kenyataan, di saat dia kelihatan kagum entah kenapa dia juga kelihatan agak kecewa.

Ekspresi yang dia miliki benar-benar punya banyak variasi.

"Kenapa aku merasakan deja vu? Ketika hasil dari perbuatannya sendiri adalah bagus dan sesuai harapan tapi selalu saja latar belakang dan tujuan dari tindakannya adalah hal-hal tidak nyambung, entah kenama Rumi-rumi mengingatkanku pada Onii chan."

Setelah Hikigaya san, Isshiki senpai juga ikut kembali memperhatikanku sambil meletakan jarinya di bawah dagunya lalu memasang muka berpikir.

"Kau benar juga, senpai juga punya nilai yang sangat bagus dan dia juga rajin dalam belajar! Tapi alasannya rajin belajar bukanlah karena dia ingin nilainya bagus melainkan hanya karena dia ingin menghabiskan waktu sendirian sebab dia tidak punya teman."

Sebenarnya aku juga melakukan hal yang sama, tapi aku tidak bisa bilang tentang hal itu. Tidak, aku tidak mau mengatakan tentang hal itu. Aku tidak ingin dikategorikan sama dengan senpai dari Isshiki senpai.

Dia kedengaran seperti orang yang kelihatan keren tapi sebenarnya tidak keren.

"Tapi kurasa Tsurumi san lebih mirip Yukinoshita san, dia itu pekerja keras, dia itu pintar, dia tidak bisa menahan diri untuk menghina seseorang ataupun merendahkan orang lain, selain itu punya aura susah didekati dan juga jiwa kompetisi yang kelawatan, tiga tahun lagi mungkin dia juga akan kelihatan seram."

Tolong jangan tidak sopan begitu, aku ini imut dan sama sekali tidak seram. Aku masih bisa menerima hinaan lain, tapi aku sama sekali tidak terima kalau di sebut seram. Sebab kalau kalian bilang aku ini seram kalian sama saja dengan bilang kalau selama ini ayah dan Ibuku sudah berbohong padaku.

Isshiki senpai kembali memasang muka berpikir.

"Kau juga benar Taishki."

Hikigaya san kembali ke mode santai lalu menarik kursinya menjauh dariku.

"Jadi kesimpulannya dia sepintar Yukino san tapi kepribadiannya seburuk Onii chan, agrhhh. . . . . aku benar-benar khawatir dengan masa depanmu Rumi-rumi."

"Tenang saja, masa depanku masih panjang."

Sekarang aku baru tiga belas tahun lebih sedikit, aku masih belum ada pada umur di mana aku diharuskan untuk memikirkan masa depanku. Aku masih bisa bergantung pada orang tuaku dan keinginan egoisku masih sering dituruti.

Ya, aku masih punya banyak waktu.

"Jadi sekarang apa yang akan kita lakukan, semua anggota club sudah berkumpul kan?"

Pertanyaanku tidak kutujukan secara khusus pada siapapun, yang tidak ingin menjawab tentu saja tidak perlu menjawab tapi jika ada yang ingin menjawab siapapun bisa melakukannya.

Isshiki senpai membereskan kertas-kertas yang ada di di depannya lalu memberikan tanda pada kedua anggota club lain untuk duduk tegak. Dan meski aku tidak ikut diberi tanda, tapi sebab orang lain melakukannya aku ikut melakukannya.

"Ahem. . . . mulai hari ini aku bukan lagi anggota service club dan penggantiku adalah Tsurumi rumi, selain itu dia juga menggantikanku jadi ketua! Berhubung dia belum tahu modus operandi service club kuharap kalian berdua jangan menganggap terlalu serius perintahnya ok."

Aku jadi ketua tapi aku tidak punya kekuasaan, jika aku ini orang penuh ambisi yang gila hormat pasti aku sudah marah besar. Tapi sebab aku ini terbiasa diremehkan dan ditaruh dalam bagian dasar rantai makanan, bentuk diskriminasi semacam ini masih jauh dari batas toleransiku.

"Berhubung acara seremonialnya sudah selesai kau sudah bisa pergi Isshiki san, kau bukan anggota club ini lagi kan? Jadi kuharap kau tidak terlalu sering ke sini lagi."

Isshiki senpai kelihatan marah dan kembali ingin memukul Hikigaya san, tapi dia membatalkan niatnya dan menarik nafas panjang. Dia berdiri lalu membawa tumpukan kertas tadi dan dengan tenang pergi meninggalkan ruangan.

"Aku ragu kalau hari ini akan ada customer tapi tolong jaga pintu ya, aku ingin istirahat dulu."

Hikigaya san meletakan tubuh bagian atasnya ke meja, setelah dia melipat kedua lengannya dia langsung meletakan kepalanya dan memejamkan mata. Kawasaki san tidak melakukan hal yang sama, dia memang juga ikut berisitrahat tapi dia memutuskan untuk melakukannya di bagian belakang ruangan. Dia mengambil dua buah kursi, yang satunya dia gunakan sebagai tempat duduk sedangkan satunya lagi dia posisikan di depannya untuk meletakan kedua kakinya.

"Oh begitu."

Aku tidak tahu apa yang baru saja mereka berdua lakukan, tapi dengan sekali ligat saja aku tahu kalau keduanya sudah melakukan hal yang sangat melelahkan. Dan kurasa, alasan Isshiki senpai tidak membesar-besarkan masalah tadi adalah karena dia sadar akan hal itu.

Ternyata mantan ketua kami itu perhatian juga.

Hari itu, hal pertama yang kulakukan sebagai anggota club dan juga ketuanya adalah melihat wajah tidur kedua teman satu clubku sampai sore. Jika yang memang yang harus kulakukan di club ini cuma hal semacam itu, aku akan bergabung dengan club ini sampai lulus nanti.

Hiratsuka sensei, hal yang kira akan jadi hukuman untuku malah ternyata sebuah hadiah yang tersembunyi.

5

Di hari berikutnya, kehidupan sekolahku sama sekali tidak mengalami perubahan macam apapun. Yang berubah malah adalah suasana kelasku yang entah kenapa tiba-tiba jadi agak lebih ramai dari biasanya.

Aku baru masuk selama beberapa bulan, jadi aku tidak tahu persis sebearpa biasa keadaan yang biasanya. Tapi yang jelas, hari ini aku merasakan kalau ada suasana agak lebih berisik dari hari kemarin dan kemarinnya lagi.

Dan sumber suara berisik tambahan itu adalah kumpulan murid laki-laki yang sedang mengerubungi seseorang. Salah, mereka sedang mengerubungi sesuatu. Dari tempatku duduk aku bisa melihat kalau yang sedang semua murid laki-laki lihat itu adalah ponsel dari orang yang berada di tengah.

Kadang aku lupa kalau sekarang aku sudah di SMA, kenapa? Karena aku sering sekali melihat orang-orang yang seharusnya bisa dikategorikan dewasa bertindak bodoh layaknya anak SD.

Tindakan mereka adalah sebuah tindakan bunuh diri. Kenapa lagi? Karena dengan bergerombol lalu jadi berisik seperti itu mereka sudah menimbulkan kecurigaan. Dan ketika orang-orang di sekitar mereka sudah punya kecurigaan terhadap sesuatu, mereka pasti akan dianggap buruk.

Dan yang lebih buruknya adalah biasanya anggapan buruk itu benar.

Biar kuberitahukan sesuatu. Ketika sekelompok anak laki-laki membentuk gerombolan seperti itu lalu jadi berisik, biasanya kalau tidak masalah game, anime, ya barang kotor seperti material porno. Dan jika dilihat dari bentuk formasi mereka saat ini. Kurasa hal ketigalah yang sedang mereka semua lihat. Sumber : aku.

Pemiliki ponsel duduk di bagian tengah dalam posisi rendah, orang yang lain mengelilinginya dengan rapi, kemudian yang terakhir semua orang yang sedang berada di sekitar pemilik ponsel mencoba menutupi orang yang ada di tengah dari pandangan orang lain.

Kemamuan observasiku adalah salah satu dari seratus sembilan skill rahasiaku. Sekarang biar kujelaskan maksud dari formasi bertahan yang murid laki-laki yang sedang ada di depanku lakukan.

Orang yang ditengah disuruh duduk adalah supaya media yang dia pegang bisa berada pada posisi rendah, kemudian semua orang melingkarinya adalah supaya satu media itu bisa dilihat bersama oleh semua orang. Kemudian barisan melingkar rapat yang mereka tunjukan adalah untuk melindungi isi media dari pandangan orang lain.

Dan jika hal yang mereka lihat perlu dilindungi sampai sebegitunya, biasanya hal itu sama sekali bukan hal yang bisa dilihat oleh semua orang. Dan dari ekspresi-ekspresi menjijikan yang mereka tunjukan, tidak salah lagi mereka sedang melihat sesuatu yang tidak mau kulihat.

Beberapa orang gadis ada yang memberanikan diri untuk mendekat dan melakukan protes, tapi sebab modal yang mereka gunakan untuk membubarkan kerumunan itu hanyalah sebuah kecurigaan. Gadis tadi bisa diatasi dengan muda.

Orang yang di tengah keluar dari kerumunan lalu menunjukan isi ponselnya yang pastinya punya konten yang berbeda dari sebelumnya. Setelah melihat kalau kecuirgaannya tidak terbukti, mau tidak mau si gadis mundur dan kembali ke tempatnya.

Apa yang dilakukan gadis tadi sama sekali tidak salah, tapi caranya melakukannya tidaklah benar. Di saat seperti ini langkah paling bijak adalah menyerah melakukan konfrontasi langsung dan mundur lalu melakukan observasi. Baru setelah hasil observasi didapatkan baru aku akan bertindak.

Dan tentu saja ketika aku bilang bertindak, yang melakukan tindakan bukanlah aku sendiri melainkan guru. Jika aku yang maju, meski aku menemukan buktipun aku tidak akan diperdulikan dan dengan mudah diusir.

Tapi alasalkan aku memiliki bukti dan bukti itu kuserahkan pada guru, seorang murid pasti tidak akan lolos dari inspeksi. Kenapa? Karena guru itu tidak akan pernah memperdulikan alasan macam apapun yang dilontarkan oleh muridnya. Dengan kata lain guru itu tidak perduli pada muridnya dalam masalah demokrasi.

Di sinilah trani minoritas diaplikasikan. Sekolah benar-benar medang perang psikologis.

Pernah sekali aku terlambat masuk sekolah, dan waktu itu aku menjelaskan kalau aku terlambat karena bis yang kukendarai mogok di jalan tapi guru pembimbingku sama sekali tidak percaya dan langsung memutuskan kalau aku ini berbohong.

Alasan, barikade, password, dan folder tersembunyi tidak akan mempan digunakan sebagai alat pertahanan di depan guru.

Dalam kasus ini, sementara aku akan diam dulu. Aku akan menunggu sampai keadaan jadi lebih tidak kondusif dan ada lebih banyak protes yang dilontarkan. Jika aku mencari bukti sekarang lalu melaporkan orang-orang itu pada guru maka nanti malah aku yang akan dapat masalah.

Maksudku, aku akan dilihat buruk jika aku tiba-tiba mendapatkan foto orang-orang dari gerombolan itu secara rahasial lalu melaporkannya ke guru. Aku tidak perduli pendapat mereka tentangku, tapi mendengar bisikan-bisikan di belakang pungguku sama sekali bukan pengalaman yang enak. Rasanya seperti ada serangga merayap di atas badanku.

Akan kutunggu dulu sampai sebagian besar populasi kelas mempunyai pendapat yang sama denganku.

Beberapa menit kemudian kelas akhirnya dimulai dan keberisikan tidak karuan yang menyelimuti kelas juga ikut berakhir.

Hanya saja, setelah keluar dari mulut buaya aku malah masuk ke mulut harimau. Bukannya bisa santai karena tidak lagi harus mendengarkan suara brisik tidak karuan dari orang-orang di sekitarku, begitu pelajaran dimulai aku malah dipaksa untuk mendengarkan penjelasan yang tidak menjelaskan dan juga bacaan yang sangat sulit dibaca.

Jam pertama adalah matematika sedangkan jam kedua sampai ketiga adalah fisika. Dan bagiku, yang namanya angka dan rumus sama sekali bukan bahan bacaan yang menarik. Sebab aku masuk kelas akselerasi, aku juga harus menguasai keduanya dan memang nilaiku dalam kedua pelajaran itu bisa dibilang bagus.

Tapi yang namanya bisa dan suka itu berbeda. Contoh paling nyata adalah para pekerja di kantor maupun pabrik, mereka bisa melakukan pekerjaan mereka dengan baik dan mereka ahli dalam menyelesaikan pekerjaan mereka. Mereka menguasainya tapi kalau tidak disuruh mereka juga tidak akan mau melakukannya. Mereka hanya terpaksa melakukannya.

Pada akhirnya aku tidak terlalu memperhatikan pelajaran dan mengikutinya secara pasif. Sekarang aku tidak lagi berada di kelas akselerasi, jadi aku tidak terlalu membutuhkan nilai yang terlalu bagus. Asalkan aku mempunyai nilai yang cukup untuk meluluskanku di tes aku sudah puas.

Di jam istirahat pertama, biasanya aku akan menghabiskan waktu dengan duduk sambil memasang earphone yang tidak ada musiknya sambil membaca. Dengan begini orang yang ingin memanggilku akan merasa tidak enak dan orang yang ingin mendekatiku akan berpikir beberapa kali sebelum benar-benar melakukannya.

Hanya saja hari ini strategi pertahanan itu tidak mempan menangkal seseorang. Seorang gadis berambut panjang berkacamata mendekatiku dengan buru-buru. Dan gadis yang kumaksud adalah gadis yang sama yang melakukan protes pada anak laki-laki tadi pagi.

Tanpa banyak tanya dia langsung duduk di kursi di depanku dan bicara padaku tanpa memperhatikan apa yang sedang kulakukan.

"Namaku Touma Nishino, kulihat tadi kau sangat terganggu dengan tingkah gerombolan anak laki-laki tadi karena itulah sebagai orang yang sama-sama terganggu mari kita berteman."

"Alasanmu mengajaku berteman benar-benar aneh."

Salah satu hal yang paling efektif dalam menyatukan banyak orang adalah adanya satu musuh yang sama. Tapi pertemanan yang dilandasi rasa saling benci pada sesuatu itu mudah sekali hancur. Mungkin. Sebab aku belum pernah punya teman sungguhan.

"Namaku Tsu. . . "

"Kau tidak perlu memperkenalkan diri, semua orang di sini sudah tahu namamu tadi aku memperkenalkan diri hanya karena banyak orang sering melupakan namaku."

Merendahkan diri sendiri adalah cara yang ampuh untuk mendekati individu dengan yang kelihatan lebih superior. Anak yang bodoh bisanya akan menghina kebodohannya sendiri ketika mereka mendekati anak pintar dengan bilang 'aahh nilaiku selalu jelek' atau 'kau hebat sekali, aku tidak akan bisa melakukannya atau bentuk perendahan diri yang lain.

Tapi ketika mendekati seorang penyendiri, seseorang tidak perlu meletakan dirinya di bawah si orang yang di ajak bicara. Sebab orang sepertiku ini, orang yang akan mengaggap dirinya beruntuk saat diajak bicara oleh seseorang. Dulu.

"Tidak . . kau sudah memperkenalkan diri, tentus aja aku harus membalasnya . . . namaku Tsurumi Rumi, dan aku tidak berpikir kalau kau bisa semudah itu dilupakan seseorang."

Sebenarnya dia cantik dan dia juga punya tubuh yang bagus serta postur yang lumayan, sebagai sesama perempuan mungkin penilaianku tidak terlalu akurat tapi setidaknya aku yakin kalau dia itu seorang gadis yang menarik.

Hanya saja dia sengaja memutuskan untuk menutupi daya tariknya itu dengan menggunakan pakaian serta aksesoris yang membosankan dan tidak menarik seakan sedang mencoba untuk membuat tidak ada orang yang memperhatikannya agar lebih mudah membaur.

Dia menggunakan kacamata tapi kacamatanya punya model seperti kacamata yang dipakai oleh orang tua yang sudah rabun, selain itu gaya berpakaiannya dibuat terlalu rapi, serapi pegawai yang sering ke kantor, dan masih banyak lagi dan masih banyak lagi.

Aku pernah menggunakan strategi yang sama saat SMP karena itulah aku tahu.

"Apa kau ke sini hanya untuk mengajaku berteman? Kalau iya maaf tapi aku tidak bisa melakukannya jika alasanmu hanya itu saja."

Sebenarnya aku juga tidak akan menerima undangan pertemanan mencurigakan itu apapun alasannya. Maksudku, yang namanya pertemanan itu tidak terjadi sekilat itu, jika untuk menjadi teman yang diperlukan hanyalah mendeklarasikan diri sebagai teman maka manga dan anime dengan tema persahabatan tidak akan ada yang menarik.

"Maaf. . . "

Reflexnya terhadap situasi tidak terduga agak lain dari yang lain. Biasanya jika aku sudah bicara banyak seperti tadi, orang yang mengajaku biacara akan langsung mengubah ekspresi wajahnya menjadi ekspresi jijik atau marah.

Sekarang tiba-tiba aku jadi merasa bersalah.

"Kau bilang kalau kau terganggu dengan gerombolan anak laki-laki tadi kan? Jika hanya itu masalahmu kursarankan kau menunggu saja sampai keadaanya agak sedikit lebih berantakan."

"Kita tidak boleh menunggu! Kalau dibiarkan saja pasti mereka akan menyebarkannya pada murid lain dan moral dari murid-murid sekolah ini akan turun."

Tolong jangan bicara seperti politikus, mereka selalu bilang hal-hal tentang moral tapi mereka sendiri tidak bermoral. Aku jadi ingin memukul seseorang saat mendengarnya, karena itulah jangan mengatakannya di depanku. Aku tidak tahu sampai kapan aku bisa menahan diri.

"Memangnya kenapa kau sebersikeras itu untuk menghentikan mereka?"

Jika aku tidak harus mengerjakan sesuatu, kenapa aku harus mengerjakannya?. Dan aku yakin kalau kalau Touma juga tidak punya tugas untuk mengurusi moral siswa sekolah ini. Jika ada yang perlu berpikir keras dalam keadaan saat ini, kurasa orang itu adalah Isshiki senpai.

"Yang jelas aku tidak bisa membiarkannya begitu saja! rasa keadailan di dalam diriku tidak mengijinkannya."

Kau ini siapaaa? jika kau ini salah satu anggota dari fire sister tolong sekarang pulang saja dan lapor pada kakak laki-lakimu. Aku yakin dia akan mengatasi semua masalahmu.

"Sebagai sesama siswa kita tidak bisa bertindak sembarangan, yang bisa bertindak sesuka hati di sekolah hanyalah guru! Tapi sayangnya sebelum mengangkat masalah ke hadapan guru kau harus memiliki bukti dulu, karena itulah aku menyarankanmu untuk menunggu."

Touma mundur dari tempat duduknya lalu menunduk. Ugh . . . . apa-apaan ini? Aku sangat yakin kalau apa yang kukatakan adalah hal yang benar dan sangat logis. Tapi kenapa aku kembali merasa bersalah dan ingin menghiburnya.

"Hiratsuka sensei, dia mudah diajak bicara dan sering tidak memakai logika saat memutuskan sesuatu."

"?"

"Karena itulah meski tidak mempunyai buktipun jika kau berkonsultasi padanya mungkin kau bisa mendapatkan solusi, mungkin."

Touma kembali mengangkat kepalanya dan tersenyum padaku, setelah itu dia mengangguk dan mengucapkan terima kasih padaku sebelum kembali ke tempat duduknya sendiri saat bel sudah berbunyi.

Kelas kembali dimulai dan kami semua mengikuti pelajaran.

avataravatar
Next chapter