1 WANITA HEBAT

•••••

Sinar mentari mulai menghilang, hembusan angin sepoy-sepoy semakin terasa mengelikitik badan dan menggoyangkan dedaunan dipepohonan.

Aku merasakan bibirku tertarik ke atas memandang sekeliling. Aku makin tersenyum lebar saat mataku tertuju pada wanita yang paling aku sayangi dalam hidup ini. Dia sedang duduk di bangku taman belakang rumahku dengan kitab di tangannya, kitab Al-Qur'an.

Aku masih setia memandanginya, wanita yang hebat, wanita yang aku hormati dan wanita yang segala-galanya. Aku tak sadar wajahku sudah basah dengan air mataku, air mata bahagia. Aku menghapus air mataku, aku tidak mau dia melihat mataku yang sudah berair.

Dia menutup Al-Qur'an yang di tangannya dan menciumnya dengan khidmad. Dia berbalik saat menyadari keberadaanku, mata kami bertemu, dia tersenyum saat melihatku, aku juga tersenyum lebar memandangnya. Dia memberi kode padaku untuk mendekatinya, aku hanya mengangguk membalas ucapannya dan bergegas mengambil tempat di sampingnya.

"Ada apa umi?" Tanyaku.

"Bantu umi masuk ya" ucap umi, aku mengangguk membalas ucapannya.

Aku membantu umi berjalan dengan memegang salah satu tangannya, dan salah satu tanganku, aku gunakan untuk merangkul umi dari samping.

Saat umurku 10 tahun, saat itu aku tengah duduk di bangku depan kelas bersama teman temanku hanya sekedar menunggu bel masuk berbunyi.

Kakak sepupuku mendekat dan mengatakan, bahwa umiku kecelakaan saat ingin pulang dari pasar. Saat aku mendengar kabar itu, aku menangis. Aku ingin ikut ke rumah sakit melihat kodisi umi sekarang, tapi sayang tidak ada yang menjemputku. Aku ingin pulang, tapi jarak rumah dan sekolah sangatlah jauh. Kendaraan umum pun tidak ada, karena sekolahku berada di plosok.

Akhirnya aku memutuskan tetap mengikuti kegiatan sekolah. Ya, aku masih mengikuti kegiatan sekolah, tapi pikiranku tidak tenang. Aku memikirkan umi yang berada di rumah sakit.

Saat ingin pulang aku melihat depan gerbang sekolah tidak satu pun orang tuaku disana. Aku pikir tidak ada yang menjemputku hari ini, tapi pandangan ku jatuh pada sosok yang amat aku kenali, ternyata tanteku yang menjemput hari ini.

Ini pertama kalinya bukan umi yang menjemputku. Aku lari menghampiri tanteku dan menghujaninya berbagai pertanyaan.

"Tante bagaimana keadaan umi? Umi gak papa kan? Terus kenapa bukan umi yang jemput aku?" Tanyaku pada tanteku dengan rasa penasaran.

"Satu satu sayang,

Umi sudah berada dirumah" ucap tanteku sambil tertawa.

"Benarkah?" Ucapku.

"Iya, ayuk pulang. Memangnya kamu tidak rindu dengan umimu?" Tanya tanteku.

"Sangaaat rindu tante....juumm pulang" ucap ku lega karena sudah mendengat umi sudah berada dirumah.

Saat sudah dirumah aku melihat rumah yang sudah ramai, tetangga di rumahku berkunjung untuk menjenguk umi. Tanganku di tarik oleh tante masuk ke dalam rumah lewat pintu belakang. Aku tak tahu kenapa tante mengajakku masuk lewat pintu belakang.

"Sekarang kamu ganti baju dulu ya" kata tanteku saat sudah berada di depan pintu kamarku.

"Gak mau, aku mau ketemu umi dulu tante" ucapku.

"Kamu itu habis pulang pasti bau, nanti kalau umi tambah sakit gimana saat mencium bau badanmu?" Canda tante.

"Iya deh iya" kata ku pasrah, aku tau itu hanya candaan tapi setelah aku pikir pikir aku memang bau dan sangat gerah. Akhirnya aku menyutujui ucapan tanteku.

Saat aku sudah mandi dan berganti baju aku keluar dari kamarku. Aku sudah tidak sabar ingin bertemu umi. Aku melihat rumah sudah sepi tidak ada yang menjenguk umi lagi.

Aku membuka pintu kamar umi dengan pelan pelan. Aku melihat sosok wanita yang tengah tidur pulas dengan kaki kiri yang diberi bantal di bawahnya. Aku menangis dalam diam melihat keadaan umi. Kakinya berbalut dengan kain berwarna merah kecoklatan atau kain gips. Kata tante, tulang kaki umi geser.

Aku lari keluar dari kamar umi, aku tidak tahan melihat kondisi umi sekarang. Abiku yang melihat aku keluar dari kamar umi langsung memelukku. Aku menangis di pelukan abi. Abi mencoba menenangkanku yang tidak hentinya menangis, tangannya pun tak hentinya mengusap kepalaku dan punggungku.

Selama satu tahun umi sudah bisa jalan tapi berjalannya tidak seperti dulu lagi, masih sedikit pincang. Umiku memang wanita yang paling hebat yang aku kenal, selama satu tahun ini aku tidak melihat umi menangis bahkan mengeluh pun tidak pernah, kata abi dan tanteku pun sama.

Setiap waktu sholat datang, umi pasti selalu menggingatkan untuk solat tepat waktu. Tapi, aku hanya sesekali mengerjakannya dan bahkan aku suka berbohong pada umi, aku mengatakan sudah sholat tapi kenyataannya aku belum sholat.

Umi mungkin tau kebohonganku tapi ia selalu diam dan selalu sabar mengingatkanku untuk sholat tepat waktu dan gak ada kata bosan untuk mengajak anaknya sholat tepat waktu. Umi selalu mengerjakan sholat tepat waktu walau kondisinya seperti ini, abi yang selalu menuntun umi ke kamar mandi bahkan menggendong umi, umi tidak ingin sholatnya terhalang hanya karena sakit. Tapi, aku yang diberi kesehatan dan di beri anggota tubuh yang sempurna. Tidak pernah mengerjakan apa yang di perintahNya.

Saat aku beranjak remaja, aku sudah tidak pernah bantu umi lagi. Mungkin aku cuma membantu saat hari minggu saja, itu pun kalau aku mau. Tapi umi selalu mengerjakan sendiri tanpa mengeluh sedikit pun, walau kaki kirinya masih sedikit sakit.

Umi tidak pernah mempermasalahkan aku tidak mengerjakan pekerjaan rumah. Umi hanya sering menegurku karena tidak shalat. Dan yang aku lakukan hanya mendengarkan tanpa melaksanakannya.

Suatu hari, temanku nadia mengajak ku pulang sekolah bersama. Kami berjalan menikmati perjalanan pulang sambil asik mengobrol dengan berbagai topik. Saat di pertengah jalan handphoneku berbunyi. Aku mengangkat telepon dari umi dengan wajah cemberut.

"Iya mi ada apa?" Kataku agak judes.

"Assalamualaikum kak" ucap umi.

"Wa'alaikumussalam" ucapku dengan nada ketus.

"Ada apa umi, kenapa telepon?" Tanyaku.

"Gak papa cuma ngingetin jangan lupa solat ashar ya" ucapnya.

"Hm" ucapku

"Jangan di tunda tunda kak sholatnya, kalau masih ada waktu segerakan" ucap umi.

"Iya, yaudah ya assalamualaikum" ucap ku.

"Kenapa ra? Kok betek gitu sih?" Tanya nadia padaku.

"Ini nih umi, bawel banget setiap waktu sholat pasti ngomel ngomel" ucapku.

"Ya bagus dong kan ngomelnya untuk kebaikan" ucap nadia.

"Iya sih tapi aku kesel, masa setiap masuk jam sholat selalu ngomel" ucapku.

"Bosen tau nad" lanjutku, dan di jawab senyuman dan geleng geleng oleh nadia.

"Eh ra, sebelum pulang temenin aku dulu ya ke suatu tempat" ucap nadia.

"Kemana?" Ucapku.

"Aku mau nemuin orang spesial dan orang hebat di dalam hidupku" ucap nadia dengan senyum manisnya.

"Orang spesial? Hebat? Hayo lo siapa tu nad?" Tanyaku dengan candaan.

"Hebat? nad, kamu gak dukun kan?" Lanjut ku.

"Ya gak lah ra" Kata nadia.

"Lha terus siapa?" Kataku

"Hmm siapa ya?" Canda nadia.

"Nanti juga tau yaudah ayuk cepet keburu sore, tapi sebelum aku ajak ke orang spesial kita mampir di masjid dulu ya" lanjut nadia.

"Iya" jawabku.

Setelah mengerjakan sholat bersama nadia. Nadia menagih janjinya untuk menemui orang spesial dan orang hebat katanya. Aku terkejut saat nadia mengajakku ke pemakaman. Aku kebingungan saat itu, apa hubungan dari orang spesial dan orang hebat dengan pemakaman.

"Nad kamu gak salahkan?" Tanyaku.

"Enggak ra" jawab nadia dan tak lupa senyuman manisnya.

"Ke makam?" Tanyaku, aku masih bingung dengan ucapan nadia.

"Iya... ini makam kedua orang tua ku" ucap nadia dengan nada lirih.

"Aku yatim piatu ra, mereka meninggal tiga tahun lalu" lanjut nadia, aku merasakan mata nadia merah berkaca-kaca, berusaha menahan air matanya.

"Seandainya....

aku bisa memutar waktu, mungkin aku akan memutarnya ke masa kecil dan aku gak mau dewasa ra. Biar aku bisa berbakti kepada kedua orang tua dan selalu membanggakan mereka" ucap nadia.

Air matanya sudah membasahi pipi indahnya. Aku menariknya dan memeluknya erat, aku ikut sedih dengan kondisi nadia sekarang. Dan aku merasa tertampar, aku yang masih mempunyai kedua orang tua lengkap, tapi aku selalu menyakiti mereka. Menganggap mereka tidak ada di sampingku. Mengacuh kan mereka, bahkan membangkang mereka.

Sesudah mengantarkan nadia ke pemakaman orang tuanya, aku pun pamit pulang. Sesampainya di rumah aku disambut dengan senyuman umi yang tak pernah luntur, walau aku tadi sempat membuat umi kecewa tapi umi selalu sabar dan selalu tersenyum pada anak anaknya.

Aku berlari mendekatinya, Aku memeluk umi dengan air mataku membasahi daster lusuhnya.

"Umi" lirihku di tengah isakkan tanggisku.

"Ada apa kak?" Tanya umiku, tangan lembutnya membelai kepalaku yang masih berada dipelukannya.

Setelah beberapa tahun tidak merasakan pelukan hangat ini. Aku kembali merasakan perasaan hangat ini lagi. Kalau boleh jujur aku rindu dengan pelukan hangat ini.

"Maafkan nay umi, maafkan nay" kataku.

"Umi selalu menyayangimu dan adikmu, tidak ada yang perlu dimaafkan di antara kita nak"

Ya, itulah umi ku, wanita yang hatinya sangat lembut sekali. Aku melepaskan pelukan dan menghujani ciuman di pipinya. Dan aku menarik tangan wanita di depanku, aku mencium tangannya lama.

"Sudah jangan menangis lagi, nanti tambah jelek" canda umi. Aku melihat matanya merah menahan air matanya. Aku menghiraukan candaan umi.

"Umi sekali lagi nayra minta maaf" ucapku.

"Iya sayang"

Umi menarik kepalaku, dan mencium keningku lama. Air mataku kembali jatuh lagi. Aku menyesal sudah menyiayiakan sosok yang hebat dalam hidupku. Aku tak ingin lebih menyesal kedepannya.

Kejadian nadia yang mengajakku ke pemakaman orang tuanya, mengubahku dua tahun ini. Aku tidak pernah lagi meninggalkan sholat dan aku juga selalu membantu umi di rumah.

Dan juga umi selalu mengajarkanku banyak hal. Berpakaian syari', selalu menyempatkan untuk membaca Al- Qur'an, selalu jujur, disiplin, bersabar, rendah hati dan banyak lagi yang bisa aku banggakan dari sosok wanita yang sudah berjuang dari aku masih berada di kandungan.

Tidak henti-hentinya aku menyelipkan kata syukur kepada Allah di setiap sujud. Setiap sholatku, aku selalu berdoa kepadaNya. Aku mengadahkan kedua tanganku ke langit.

"Ya Allah, Ya Robb, terimakasih atas kebaikanMu yang mengabulkan doa hambaMu ini. Maafkanlah segala dosa yang telah aku lakukan selama ini, dosa besar yang telah aku lakukan beberapa tahun terakhir ini. MengabaikanMu yang maha besar, mengabaikan perintah-perintahMu, mengabaikan umiku yang sangat mengkhawatirkanku, mengabaikan keluarga yang menyayangiku, Maafkan hambaMu ini ya Allah.. maafkan hambaMu ya Allah...ya Robb hamba hanya meminta kepadaMu ya Robb, agar keluargaku selalu sehat dan semoga umi selalu sehat dalam keadaan apapun. Aamiin ya robbil alamin"

"Kak?" Ucap umi.

Aku tersentak dari lamunan masa laluku, saat umi memanggilku. Aku melihat umi yang sudah duduk di sofa di ruang tamu.

"Kamu ngelamunin apa kak?" Tanya umi.

Aku tersenyum dan menariknya dalam pelukanku. Umi mengusap kepalaku dan punggungku. Aku selalu merasakan kehangatan saat di peluk oleh umi.

"Ada apa nak? Kok jadi mellow gini?" Canda umi.

Aku tak langsung menjawab ucapan umi, tapi aku semakin mengencangkan pelukanku pada umi. Aku tak sadar berapa lama aku memeluk umi. Air mataku turun pun aku tidak sadar.

"Sudah lah peluk peluknya, umi sesak ini" kata umi, aku tidak tau itu bercanda atau memang sesak. Tapi aku segera melepaskan pelukan.

"Umi... maafin nay yah" ucapku.

"Maaf Kenapa sayang?" Tanya umi.

"Maafin nay kalau nay selalu merepotkan umi, selalu membangkang dan belum bisa banggain umi dan abi" ucapku, umi menggeleng gelengkan kepalanya.

"Enggak sayang, gak ada istilahnya anak ngerepotin orang tuanya, yang ada umi yang selalu merepotkan mu, maafin umi" kata umi.

"Engak umi, umi gak pernah merepotkan nay"

Aku tak tahan lagi aku langsung memeluknya, menumpahkan segala kesedihan ku di pundaknya.

"Aku bersyukur sekali mi, akhir nya aku bisa melewati hari hariku dengan umi. Makasih umi yang sudah bikin hidup ku penuh kebahagiakan. Makasih mi, umi udah jadi wanita inspirasi untuk nayra. Makasih juga umi, umi memang paling hebat dalam hidup nayra. Terimakasih umi" ucapku yang masih di pelukan umi.

"Umi juga terimakasih sama kamu karena sudah mewujudkan impian umi, impian untuk mempunyai anak anak yang sholeh dan sholehah"

"Aku gak ada apa apanya kalau gak ada umi"

"Ya Allah aku sangat bahagia sekali, terimakasih karena Engkau sudah mengirimkan wanita yang paling hebat, wanita spesial, malaikat yang tak bersayap dan wanita yang paling berharga di dalam hidupku"

SELESAI...

Story By : Labibah Nur Rasyidah :)

Ig : @_labibahnr01

avataravatar
Next chapter