webnovel

Mr. CEO, Please Love Me

Bagaimanakah rasanya menjadi pegawai paling cupu di kantor, menatap Mr. CEO saja tidak berani! Tapi tiba-tiba di paksa menemaninya ke pesta dansa? Itulah yang terjadi pada Arumi Andriani, gadis 22 tahun dan baru lima bulan menjadi pegawai magang pada perusahaan milik CEO muda, Roland Bramantyo. Hanya mengekor di belakang tak masalah, tapi rumornya Mr. CEO tidak pernah dekat dengan perempuan? Lalu, Apa yang akan terjadi ketika aib lama sang CEO tanpa sengaja terbongkar oleh gadis cupu ini? Ah' malang nasibnya si cupu harus mau dijadikan pacar bayaran atau dia akan jadi buronan Mr. CEO perusahaannya! Hais’ Bagaimana ini? Arumi harus pura-pura jatuh hati dan mengejar-ngejar Bram supaya pria ini ilfil lalu melepaskannya. Bisakah gadis cupu menaklukkan hati sang CEO atau malah berakhir sebagai buronan yang tertawan? Tak hanya itu, dirinya dikelilingi cowok cowok runyam. "Cara cari cowok goodboy gimana?" Tanya Mimi. Danil : "Ke dukun mbak.. InsyaAllah Syariah," Anton : "Aku salah satu contoh cowok good boy," Sultan: "Sayangnya tampang loe, goodbye," Arga : "Njiir, inginku berkata kasar," Jangan lewatkan kekonyolan para lelaki yang ingin menolong Mimi, baca 'Mr. CEO, Please Love Me' INFO : Instagram bluehadyan, fansbase Mr. CEO, Please Love Me

dewisetyaningrat · Urban
Not enough ratings
28 Chs

Resign

"ingat! Aku kesini bukan untuk ini. Aku kesini untuk menjaga rahasia besar yang kita tutup rapat selama ini. Gadis itu, pacarmu yang polos itu, Dia tahu kita pernah menjadi pasangan. Kalau sampai dia membuka aib kita. Yang susah payah kita kubur selama 5 tahun ini. Kamu pikir apa yang akan terjadi pada kita berdua, cukup membahas hubungan kita. Konsentrasi dulu menyelesaikan masalah kita," Rena berusaha membangunkan Bram dari kegilaannya.

"Pacarku," Alis Bramantyo mengerut, lelaki tersebut melepaskan cengkeramannya terhadap tubuh Renata, "Mimi maksudmu?" Renata mengangguk.

"Mimi tahu apa tentang kita?"

"Hubungan kita, termasuk bagaimana Sarah memperlakukanmu di kamar itu,"

'jadi gadis yang berdiri kaku di ruangan itu adalah mimi,' batin Bramantyo.

"bagaimana dia tahu kita menjalin hubungan? Aku rasa pasti ada yang memberitahu. Gadis itu terlalu polos untuk memahami gerak-gerik di antara kita, kita tidak berbuat apa-apa semalam," Bram tampak berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi semalam.

"Masalahnya kau meneriakkan namaku berulang-ulang, dan mengatakan kau masih men.. ah entahlah.. semalam dirimu sangat kacau, aku yakin dia bukan gadis bodoh," Renata berucap dengan nada tinggi, jengkel.

"Aku akan mengurusnya jangan khawatir," Bram menimpali kekesalan Renata dengan kalimat penenang, mirip caranya dulu. Lelaki bermata abu-abu ini bakal menuruti semua keinginan Renata.

"Mungkin dia tidak akan bicara, sayangnya Andai masalah ini membesar, sebab aku yakin Sarah bakal berusaha untuk membesarkannya, ia akan mencari-cari saksi. Satu-satunya saksi yang bisa diperdaya adalah gadis itu," tangan Renata bergerak seiring caranya menjelaskan keadaan yang membuatnya khawatir.

Dari arah luar, pintu di ketuk. Suara benturan tangan dengan daun pintu menguar memberitahu bahwa yang mengetuk pintu tengah marah. Bram ingat Sofia.

Tapi dia tidak punya waktu untuk bertengkar dengan Sofia. Maka dari itu pria tersebut lekas membuka kak pintu. Menarik tangan Sofia memintanya menemaninya pergi ke kantor best TV detik ini juga.

***

"kamu yakin akan mengundurkan diri?" senior Mimi memperhatikan cara gadis itu merapikan barang-barangnya yang tak seberapa. Memasukkan benda-benda tersebut ke dalam kardus berwarna putih. Kardus yang sepertinya bekas kotak kado.

Gadis itu hanya menarik bibirnya Dan tersenyum. Tidak ada hal lain yang ada di dalam pikirannya selain pergi dari tempat ini secepatnya.

"kamu marah pada kami, Mi?" salah satu senior, bangkit dari duduknya berjalan menuju depan meja mimi, seorang laki-laki yang biasanya sama reseknya dengan yang lain. Suka sekali memberi tambahan pekerjaan untuk Mimi. "kamu bilang bapakmu suka kamu kerja di sini, kenapa harus keluar?"

"Kamu marah karena kami sering bikin kamu pulang malam?" satu lagi senior perempuan. Memegang make up dan mulai merapikan wajahnya. Melirik Mimi sejenak dengan tatapan sedih bercampur rasa bersalah.

"Bilang saja kalau kamu nggak suka, jangan tiba-tiba mundur gini," yang lain menimpali.

"kami jadi merasa bersalah, tau nggak sih," nada ini terdengar jengkel sekaligus Merasa kasihan pada gadis tersebut.

"Sudah kubilang, tak ada hubungannya dengan kakak-kakak semua, beneran," gadis berkacamata tersebut menggeleng berulang.

Mimi kembali kepada kebiasaannya, kacamata bulat tebal menghiasi wajahnya. Poninya turun hingga alis. Matanya yang indah dan bulu matanya yang lentik tertutupi, termasuk alisnya yang memanjang cantik hilang ditelan barisan poni.

Ia tidak lagi menggunakan lipstik yang diberikan Sofia. Bajunya kelonggaran. Hem warna krem lengan panjang dan dia biar kan terkunci pada pergelangan tangan. Jam tangannya juga tertelan oleh hem tersebut.

Parahnya hem itu dimasukkan Mimi ke dalam celana komprang nya berwarna coklat gelap.

Rambutnya terikat sembarangan di belakang. Tampaknya tidak dipikirkan apakah cara mengikat rambut seperti itu tidak ada bedanya dengan ikatan para ibu rumah tangga yang terlalu sibuk membersihkan rumah dan mengurus anaknya.

Mimi telah usai membersihkan mejanya mengangkat kotak kado warna putih dan meraih tas selempang.

Berjalan di tengah ruangan administrasi keuangan. Gadis itu membungkuk beberapa kali kepada senior-seniornya, "terima kasih sudah membantu saya selama 5 bulan kerja di sini,"

Suara desah nafas terdengar, dari rekan-rekan kerja Mimi. Walaupun sebagiannya memilih cuek. Alias malu mengakui bahwa mungkin saja mereka yang mengakibatkan Mimi keluar.

"kamu gadis yang baik, aku yakin kamu akan menemukan tempat baru yang lebih layak untukmu," Salah satu dari mereka yang lebih bijak dari pada yang lain. Memberi pesan kepada gadis itu sebelum ia menghilang di balik pintu. Kemudian menatap teman-temannya yang lain dengan tatapan sinis.

"Sekali lagi kalian membuat anak magang keluar, aku tak akan peduli, ku bongkar ke bobrokkan divisi keu-" ia belum selesai bicara ketika seseorang yang duduk paling dekat dengannya bangkit lalu menutup mulutnya.

Ada yang membuka pintu divisi keuangan. Pintu terdorong sampai suaranya berderit hebat.

Matanya mengembara melihat ke sekeliling. Masuk dan mengawasi satu persatu penghuni divisi keuangan.

"Ada yang bisa kami bantu?" seorang laki-laki bangkit mempertanyakan kedatangan sang CEO keruang ini.

Bram masih ingat ia pernah menegur seorang gadis berkacamata tebal yang suka pulang terlalu larut, tempatnya paling pojok. Namun kenapa kursi itu kosong?

"di mana dia?" ini suara Bram.

"Mimi?" lelaki yang sempat bertanya pada Bram kembali bertanya.

"Ya. Di mana dia?" suara Bram memburu seolah sedang dikejar sesuatu.

"Mimi baru saja,"

"BRAM!! Kamu tak akan menemukannya di situ, ikut aku!" ini suara Sofia. Perempuan itu berlari kemudian tangannya bergerak-gerak meminta Bram datang kepadanya. Pria yang sempat membalas pertanyaan lelaki pimpinan best tv tersebut hanya bisa terbengong, termasuk seluruh penghuni ruangan.

***

"Cara cari cowok goodboy gimana?" Tanya Mimi.

Daniel : "Ke dukun mbak.. InsyaAllah Syariah,"

Anton : "Aku salah satu contoh cowok good boy,"

Sultan: "Sayangnya tampang loe, goodbye,"

Arga : "Njiir, inginku berkata kasar,"

"Apa kalian tidak ingin mencarikanku cowok good boy yang nggak goodbye?" tukas Mimi berikutnya.

Mimi saat ini berada di sebuah resto pinggir jalan. Bukan cafe, hanya warung nasi yang menyediakan tempat duduk berjejer 4 baris.

Mimi mengundang mereka untuk kumpul bersama dengannya. Niatnya pamitan. Sekaligus membalas kebaikan mereka. Yang sebenarnya tidak baik-baik amat. Bagaimanapun juga anak-anak ini yang membuatnya terlibat dengan sang CEO best TV. Serta kehidupannya yang bikin gadis itu merinding.

"aku rasa aku bisa masuk kategori itu," ini suara Sultan.

"ingat... Di ingat-ingat lagi. Cewek loe terdefinisi sebagai nenek lampir yang suka datang bergentayangan setiap hari dan tak ingin putus, Selesaikan dulu masalahmu sebelum kamu mencoba awal baru," Anton dengan bijaknya menyingkirkan pernyataan absurd Sultan.

"Jadi kamu ingin menjebakku lagi?" Mimi lelah, terlihat dari cara gadis tersebut menatap masing-masing anak muda di hadapannya.

Hal itu membuat para pemuda ingin merasa bersalah, mereka saling memandang satu sama lain.

"sudah cukup bercandanya," Daniel mengambil alih percakapan yang berangsur-angsur mendingin.

"beritahu kami apa yang terjadi? Mengapa kamu memanggil kita berempat?" Daniel menangkap dengan baik gelagat yang ditunjukkan Mimi.

"Aku mau pamit, aku sudah resign dari best TV?"

"APA??"