webnovel

Aku Mencintaimu Rena

"siapa?" Sofia bertanya sembari mencoba mengintip layar mungil yang tersaji tidak jauh dari pintu utama. Layar tersebut hanya menampilkan sekelebat baju seseorang namun tidak menampakkan wajahnya.  

Tidak ada jawaban, membuat Sofia gemas sendiri. dia mengulangi pertanyaan dengan memanfaatkan alat pemindai tamu tersebut. Tidak ada tamu yang datang pada penthouse semacam ini, tanpa sebuah konfirmasi sebelumnya dengan penghuni kecuali orang tertentu dalam lingkaran keluarga atau pertamanan yang sangat erat. Namun yang di luar pintu masih bersih keras dengan memencet tombol.  

Bram pun ikut andil mengamati siapa yang datang dan bertanya melalui alatnya. Sesaat kemudian selepas lebih banyak menawarkan punggung atau sekelebat baju tanpa wajah. Akhirnya sang tamu misterius itu menampakkan wajahnya. Walaupun dia memalingkan raut mukanya kesisi kanan.  

Bram membuka matanya lebar-lebar, terkejut luar biasa lelaki ini lekas berjalan membuka pintu, "Renata," sempat saling memandang sesaat. Perempuan itu mendorong tubuh Bram yang menghalangi pintu untuk masuk.  

Sofia tentu saja lekas menampilkan ekspresi luar biasa tak suka, "bagaimana kabarmu Sofia?"  

"Buruk!" Sofia cepat-cepat masuk ke dalam dan hendak mengambil tasnya untuk keluar ruangan.  

"Aku kemari bukan untuk menciptakan kesalahpahaman atau keributan, berhentilah dulu," kalimat perempuan yang punya kebiasaan mengibaskan rambutnya ini terdengar cukup bijak. 

 Sayangnya Sofia terlanjur tak suka dan dia tak mau membuat dirinya terjebak di antara dua orang yang tampaknya akan mengenang masa lalu mereka. 

 Memuakkan setelah perempuan itu membuang Bram satu tahun yang lalu dan lelaki bodoh itu menjadi setengah linglung karenanya. Bram terlalu bodoh selama empat tahun menjadikan perempuan atas nama Renata Yuniar bagaikan ratu dan seluruh permintaan perempuan itu adalah keharusan untuk di penuhi versi isi Bram. Sayangnya Renata dengan enteng membuang Bram begitu saja.  

"berhenti Sofia," Renata menarik tangan Sofia, "kita butuh kerja sama atau karierku dan Bram hancur," mendengar ini kemelut di hati Sofia terabaikan, "jangan bilang kamu tidak tahu apa yang terjadi pada Bram semalam?" Renata mengenal dua anak ini dengan baik. Mereka punya pertemanan yang erat.  

Sofia menyandarkan hidupnya pada Bram, sebab hanya Bram yang berkenan menerima keunikan pribadi temannya ini. Pribadi yang berubah-rubah dan sesungguhnya sedikit membingungkan bagi siapa pun. Sedangkan Bram ialah seseorang yang kesepian sejak kecil, untuk itu memiliki teman dari kecil seperti Sofia adalah hiburan tersendiri. Mereka saling mendukung melebihi saudara. Terlebih lingkungan keluarga keduanya sama eratnya.  

"aku datang bukan untuk niat lain selain mengamankan kehidupanku sendiri," perempuan itu melipat tangannya, Bram terlihat berjalan masuk.  

"kenapa kalian masih berdiri di situ? Ayo Masuk!" pinta Bram. Berjalan menuju lorong yang tak begitu panjang. Lorong yang dindingnya di penuhi foto dirinya dan tentu saja foto koleksi motor kesayangannya.  

Lelaki ini menuju ruang utama yang juga ruangan untuk para pengunjung apartemennya, ia duduk di atas sofa warna gading dan sedikit mengejutkan ketika Sofia mengikuti permintaan tersebut tanpa konfrontasi  pengusiran terhadap Renata.  

"jadi calon putrimu yang menjebakku," itu kata pertama yang di tunjukan secara khusus oleh Bram terhadap mantan pacarnya yang sejujurnya belum mampu hilang dari dalam hatinya.  

"Ya," tegas Renata. "masalahnya bukan karena dia calon putriku. Dia berbuat demikian kita harus bisa memisahkan urusan pribadi kita," dengan pembawaannya yang berani Rena duduk santai bahkan kaki kanannya bertumpu di atas kaki kirinya.  

"masalahnya dia menginginkanmu. gadisku," memanggil 'gadisku' untuk seorang Sarah Juwita menjadikan Sofia hampir kehilangan kontrol, Sofia ingin tertawa, dan mata Bram menahannya, "-dia memiliki obsesi yang tinggi terhadap beberapa hal dan bisa jadi salah satunya kamu, aku kesini karena permintaan calon suamiku," di balik kalimat-kalimat yang dilontarkan Renata, seorang pria menggenggamkan tagannya dan berusaha keras menata hatinya.  

"kapan kamu akan menikah?" pertanyaan di luar konteks dari Bram. Rena tersenyum dan enggan  menjawab pertanyaan tersebut,  

"aku kesini untuk membahas bagaimana cara kita menyembunyikan aib kita," ujar Rena menatap mata Bram yang dia ketahui bahwa sejauh ini lelaki itu belum menanggalkan tatapannya barang sekejap pun darinya. Empat tahun yang membekas.  

"aku dan mas,"  

"jangan sebutkan namanya," Bram menyerobot pernyataan yang di buat Rena. Perempuan itu kembali tersenyum.  

"Sofia, buatkan tamu kita sesuatu yang bisa membasahi tenggorokannya," dengan malas Sofia bangkit menuju ruang sebelah, menuruti permintaan Bram.  

"Baik, aku lanjutkan." tukas rena berikutnya, "Sarah telah kami tangani, sementara papinya ikut campur dalam masalah ini,"  

"jadi kamu sangat terbuka dengan masa lalumu pada calon suamimu?" sekali lagi pertanyaan di luar konteks di lempar Bram.  

"kami akan menikah. Tak ada yang perlu di sembunyikan dari perjalanan hidupku," detik berikutnya Bram lah yang tersenyum.  

"artinya calon suamimu tahu kalau putrinya mencintai mantan pacar calon istrinya, dan calon istri ini berusaha sok baik dengan ikut campur membereskan kelakuan berantakan calon putrinya. Wau rumit sekali," rena geram mendengar susunan kata yang di rangkai Bram.  

"calon suamiku bahkan tahu aku hidup dan tinggal dengan seorang yang tujuh belas tahun lebih muda dariku, bukan karena dia mencintaiku tapi karena dia terobsesi dengan perempuan seusiaku sehingga aku terjebak selama empat tahun! Kerna semua fasilitas kelas atas yang dia siapkan untuk membuatku lupa diri," tiba-tiba Bram bangkit dan bergerak cepat menangkap tubuh Rena.  

"lepaskan aku Bram." Walaupun marah rena tak ingin membuat kegaduhan. Ungkapan marahnya dia upayakan dalam volume yang standar, sehingga tak memicu kedatangan Sofia dari ruang sebelah.  

Bram menoleh pada ruangan sebelah sebab dia mengikuti anak mata Rena, pria ini sadar bahwa Sofia tak akan memaafkannya jika dia ketahuan berkomunikasi melebih batas dengan perempuan ini. Bram memutuskan gerakan gesitnya. Menarik lengan perempuan itu kuat-kuat.  

"Bram jangan seperti ini!" Rena berusaha menahan, berharap terlepas, kenyataan mustahil. Keduanya berakhir di dalam ruang favorit lelaki ini. mini perpustakaan. Sejalan kemudian Bram mengunci pintu tersebut.  

Rena berdiri dengan mata awas, dia mendesah lelah sebelum kembali menyingkirkan sebagian rambutnya lalu melipat tangannya. 

 "kenapa kamu memanggilnya calon suami?!"  

"karena aku akan menikah," acuh tak acuh perempuan ini menjawabnya. Sesantai mungkin walaupun sejujurnya dia merasa terancam.  

"lalu bagaimana denganku?" Bram maju satu langkah dan setengah berteriak mengonfrontasi perempuan di hadapannya, "kau tahu kau masih mencintaimu, kau membuatku gila! Ke mana saja kamu menghilang selama ini. kenapa muncul dengan cara seperti ini! kau menyiksaku Rena!!"  

Rena mendorong pria muda yang hendak mengunci tubuhnya di dinding. "aku menyembuhkan diriku! Aku hampir gila karena perilakumu terhadapku selama ini, kau tidak mencintaiku Bram. Kau harus sadar diri dan mengakui apa yang kamu idap! Sebaiknya kamu menerima dirimu apa adanya dari pada terus menerus mengungkungku atas nama cinta," Rena tak kalah kuatnya mendorong tubuh solid di hadapannya. Dan gagal. 

"aku mencintaimu, Rena," Bram seolah akan memeluknya. Dan Rena menampik tangan itu. 

"ingat! Aku kesini bukan untuk ini. aku kesini untuk menjaga rahasia besar yang kita tutup rapat selama ini. gadis itu, pacarmu yang polos itu, Dia tahu kita pernah menjadi pasangan. Kalau sampai dia membuka aib kita. Yang susah payah kita kubur selama 5 tahun ini. kamu pikir apa yang akan terjadi pada kita berdua, cukup membahas hubungan kita. konsentrasi dulu menyelesaikan masalah kita," Rena berusaha membangunkan Bram dari kegilaannya. 

 

Next chapter