webnovel

Part 22

Ron sedang menatap berkas di hadapannya. Lelaki itu tampak serius dengan dokumen bertulisnya Evacska Corp. Sebuah dokumen kerjasama untuk merekrut beberapa klien baru yang mengajukan diri.

Tak lama kemudian pintu ruangan Ron terketuk. Seseorang muncul dari balik pintu itu dan menyapa Ron.

"Selamat siang, Tuan Ronald," sapa Layla.

"Selamat siang."

"Kau ingin aku datang untuk urusan pekerjaan?"

"Tidak, aku ingin mengetur jadwal pertemuan dengan anakku, Abercio. Apa kau bisa membuat jadwal itu untukku?"

"Tentu saja Tuan Ronald. Tuan muda setiap jam makan siang akan berada dirumah. Dan ikut pergi bersama Nona saat sore atau petang," jelas Layla.

"Kapan aku bisa menemui keduanya?" tanya Ronald memastikan.

"Kau bisa menemui mereka besok sebelum jam makan siang," ujar Layla.

"Bagus, aku akan datang ke Mansion itu besok."

"Apakah ada hal lain yang ingin anda sampaikan?"

"Tidak, terima kasih."

Layla melangkah menuju pintu dan menghilang dari sana.

Ron sungguh bersemangat karena akan bertemu dengan anak dan wanita yang ia cintai. Selepas kerja ia ingin pergi mencari sesuatu untuk anaknya itu. Hanya saja ia merasa bodoh karena tidak mengetahui apa yang Cio sukai.

"Kenapa aku lupa bertanya!" gumamnya.

Casie masuk ke dalam ruangan Ron. Ia terheran melihat Ron yang mengeryitkan dahi menatap layar ponselnya.

"Kau kenapa Ron?" tanya Casie.

"Hi, Casie. Bisakah kau membantuku? Aku sedikit bingung," ujar Ron.

"Bingung kenapa? Apa terjadi sesuatu?" tanya Casie.yang tidak mengerti dengan ucapan Ron.

"Kemarilah, Casie."

Casie berjalan mendekati Ron, ia melihat ke arah layar ponsel lelaki itu. Kedua bola mata Casie terlihat malas saat mengetahui apa yang Ron maksud.

"Kau akan menemui anakmu?"

"Ya, tetapi aku terlalu bodoh, kenapa aku lupa bertanya apa kesukaan Cio," ujar Ron.

"Ya, kau memang bodoh. Dasar bodoh!" celetuk Casie.

Ron menatap tajam pada Casie, lelaki itu terlihat kesal dengan ucapan managernya.

***

Hari ini Ron sudah siap dengan sekotak mainan dan buket bunga mawar merah yang ia pesan khusus. Lelaki itu mnegenakan setelan jas berwarna hitam, dengan parfum Jo Malone - English and pear membuat aroma tubuhnya begitu menggoda.

Ron mengemudikan mobil Lykan Hypersport miliknya menuju Mansion Evacska. Lelaki itu sudah tak sabar ingin bertemu dengan anaknya.

"Kenapa jantungku berdegub kencang?" gumamnya.

Beberapa kali ia menepuk dadanya dan menggeleng keras. Sungguh tingkahnya seperti remaja sedang jatuh cinta.

Tak lama kemudian, mobilnya memasuki gerbang Mansion. Lelaki itu berhenti tepat di depan pintu masuk Mansion. Di sana sudah berdiri Granger dengan tatapan tajamnya.

"Selamat siang, Granger," sapa Ron. dengan senyum ramahnya.

Granger hanya memutar kedua bola matanya, lelaki itu lagi-lagi terlihat tak menyukai kedatangan Ron.

Sedangkan Ron hanya bersikap biasa saja menanggapi Granger. Ia berjalan masuk hingga disambut oleh Cio dan wanita yang sejak awal membuatnya resah.

"Papa!" seru Cio.

"Hai, jagoan."

"Selamat datang, Tuan Ronald," sapa Anne..

"Hi, hemm. Bisakah kau memanggilku dengan nama saja seperti sebelumnya?"

"Maaf, aku belum terbiasa. Apalagi kita sudah lama tidak bertemu."

"Baiklah, ini untukmu." Sembari memberikan buket bunga mawar pada Anne.

"Lalu mana untukku, Papa?" tanya Cio sembari mengulurkan tangannya.

"Ini untukmu, jagoan."

"Cio, apa yang mama ajarkan untuk tidak meminta sesuatu."

"Maaf, Mama."

"Hei, tidak apa-apa. Lagipula ia hanya anak kecil." Ron menegur Anne.

"Kau bisa menghabiskan waktu bersama Cio. Maaf, aku tidak bisa bergabung dengan kalian. Masih banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan," ujar Anne.

"Kau masih saja gila kerja. Apa kau tak bisa meluangkan waktu untuk kami?" tanya Ron.

"Maaf, Tuan Ronald. Pekerjaanku menunggu."

Wanita itu berjalan keluar dari Mansion, ia mengendarai mobil Ferrari miliknya tanpa seorang supir.

"Papa,ayo kekamarku!" ajak Cio.

"Baiklah," jawab Ron.

Keduanya berjalan menuju kamar Cio yang berada di lantai dua. Ron melewati kamar yang dulu ia tempati bersama Anne. Lelaki itu seperti mengenang masa disaat ia masih tinggal diMansion itu.

"Papa merindukan Mama?" tanya Cio.

"Hemm, ya begitulah."

"Lupakan, Mama sangat jutek beberapa hari ini," jelas Cio.

"Kenapa?"

"Entahlah, Pa. Tanya saja pada Mama," ujar Cio sembari berjalan masuk ke dalam kamar.

Ron melihat kamar anaknya seperti melihat toko mainan yang tertata rapi. Bagaimana tidak, kamar Cio dipenuhi mainan figure dan juga koleksi mobil remote kontrol. Semua itu tertata rapi di dalam etalase kaca besar.

"Mama-mu membelikan semua ini untukmu?" tanya Ron.

"Tidak, aku membelinya sendiri, Papa."

Ron sedikit bingung dengan ucapan anaknya itu."membeli sendiri? Apa maksudnya?" tanya Ron.karena rasa keingintahuannya.

"Hemm, Papa tidak akan percaya jika kuberitahu!"

"Hemm, baiklah. Kau bisa memulai bercerita setelah ini."

"Sebentar lagi jam makan siang, Papa. Maukah kau menemaniku?" tanya Cio.

"Tentu saja, kau ingin makan apa?"

"Kebetulan Mama pergi. Aku ingin makan lasagna," ujar anak itu.

"Ku suka lasagna?" tanya Ron.memastikan.

Ron tak menyangka, bahwa anaknya akan menyukai makanan yang sama dengan apa yang disukai.

"Ya, enak sekali, Papa. Kau harus mencobanya," ujar Cio bersemangat.

"Tentu saja, kita makan lasagna sampai puas."

Cio berseru mendengar ucapan Ron. Anak itu merasa memiliki pendukung kali ini.

Ron kini duduk di sofa yang ada di kamar anaknya. Tak lama kemudian, Cio datang membawa sekotak mainan dan beberapa foto.

"Apa ini?" tanya Ron.

"Mainanku, Papa. Dan ini foto Mama dan Papa. Entah kenapa, Mama membuang foto ini. Lalu aku memungutnya tanpa sepengetahuan Mama," jelas Cio.

Ron meraih beberapa foto yang menampilkan dirinya bersama Anne. Ia tak menyangka bahwa Anne akan membuang semua foto itu. Lelaki itu sedikit kecewa saat mengetahuinya.

"Papa," panggil Cio.

"Ya, ada apa?" tanya Ron.

"Maukah Papa tinggal di sini lagi? Aku kesepian saat Mama pergi."

Ron meraih tubuh mungil di hadapannya. Ia memeluk anaknya dengan erat, mencium puncak kepala Cio sembari meneteskan airmatanya. Namun, dengan cepat Ron menghapus airmata itu agar tak terlihat oleh Cio.

"Bersabarlah, jagoan. Aku akan berusaha untuk mendapatkan hati Mama-mu kembali."

"Aku sudah menunggu saat itu tiba, Papa."

"Maaf Tuan Muda, makan siang anda sudah siap," ujar asisten rumah.

"Ya, aku akan kesana."

"Sebaiknya kita segera menuju meja makan, agar bisa menikmati lasagna seperti yang kau inginkan."

"Oke, Papa."

Ron menggandeng tangan mungil Cio, lalu mereka berjalan menuju meja makan dilantai satu. Sampai di sana, Ron melihat Granger sedang mengambil minum. Seperti biasa, lelaki itu memberi tatapan dingin pada Ron.

"Paman, kau sudah makan?" tanya Cio pada Granger.

"Sudah, Tuan muda."

"Baiklah, aku akan makan bersama Papa. Paman bisa bersantai sekarang," ujar Cio.

"Baik, aku permisi dulu," pamit Granger.

Lelaki itu berjalan menjauhi kedua orang yang kini duduk dimeja makan.

Ron tersenyum pada Cio dan mereka menyantap hidangannya hingga tak tersisa.