1 PROLOG - LARI!!!

"Lari!!"

"Lari, Ji Soo! Kau harus lari! Kau harus selamat!"

Kalimat itu terus saja terdengar di benaknya, dan Ji Soo berlari sekuat tenaga dengan perasaan ketakutan yang tidak terbayangkan.

Napas Ji Soo mulai terengah-engah, saat dia berusaha untuk menaiki anak tangga dengan langkah kaki yang terseok. Bahkan, Ji Soo harus memegangi sisi tangga, memastikan tubuhnya tidak terpental jatuh.

"Hhh ... Hh.... Aku harus mencari tempat bersembunyi," ucap Ji Soo ketakutan.

Dia tidak bisa mengendalikan langkahnya dengan benar karena kedua kaki Ji Soo lebih banyak bergetar saat ia menapakkan tapaknya pada anak tangga.

Gaun tidurnya yang panjang dan berwarna putih sudah tampak lusuh, dengan banyak noda merah yang terlihat jelas. Luka pada pipinya yang mulai meninggalkan memar, masih terasa sakit dan berdenyut.

Beberapa luka lainnya juga terlihat, seperti pada pelipis, lengan, bahkan kaki kanannya yang terkilir parah. Jangankan berlari, untuk berjalan saja Ji Soo harus menyeret paksa kakinya sendiri agar bisa menyelematkan diri.

"Dimana... Dimana aku harus bersembunyi?" Gumamnya sambil memperhatikan keadaan sekelilingnya.

Tatapan Ji Soo mengarah pada pintu kamar yang terbuka, tanpa berpikir panjang ia pun menyeret langkah kakinya menuju pintu kamar yang terbuka itu.

Ji Soo berhasil masuk, tapi tubuh dan napasnya masih bergetar hebat. Sungguh! Dia sangat ketakutan saat itu, berpikir jika ini adalah akhir hidupnya yang akan berakhir dengan cara yang tragis.

Bagaimana tidak, dia berpikir seperti itu?

Karena ada seseorang yang mengincar nyawanya. Ji Soo benar-benar tidak menyangka dan dia ketakutan ketika hampir saja sebuah kapak besar melayang kearah kepalanya sendiri.

"Bagaimana kalau dia menemukanku? Apa yang harus aku lakukan?"

Baru saja Ji Soo ingin mencari tempat persembunyian, dia sudah mendengar langkah kaki dengan suara kapak yang diseret sengaja pada anak tangga yang baru saja ia lewati dengan susah payah.

Suara kapak yang berdecit seram membahana hingga terdengar dari dalam kamar. Membuat jantung Ji Soo semakin berdegup cepat dan kencang.

Sosok pria yang baru saja menaiki anak tangga tampak menyeringai licik. Dia menyeret kapak yang penuh dengan lumuran darah. Bunyi dari geretan kapak itu, menggaung ke seluruh penjuru ruangan, membuat keadaan semakin mencekam dan menyeramkan.

"Ji Soo..?" Panggilnya dengan suara merdu.

"Kenapa kau bersembunyi? Ah... Apa kau takut karena kejadian tadi? Maaf ya... Karena aku sudah merusak suasana tadi," ucapnya sambil melihat keadaan sekelingnya.

"Aku harap kau memaafkanku, Ji Soo. Jadi... sekarang cepat kau keluar dan temui aku! Mari kira berpesta, aku yakin kau akan suka!" perintahnya mengeram kesal.

Kemeja putihnya yang dikenakan pria itu, lebih buruk dari keadan gaun tidur Ji Soo. Darah yang menempel lekat dan masih berbau menyengat, tidak mengganggunya sama sekali. Seakan-akan dia sangat menikmati, apa yang sudah dilakukan sebelumnya.

"Hhh...!" Pria itu menarik napas dengan dalam sambil ia mendongak dan memejamkan matanya.

"Baiklah, harus aku akui... kalau tadi itu aku salah. Seharusnya aku tidak melakukan itu. Kau pasti terkejut, bukan?" ucapnya dengan suara manis yang sengaja dibuat-buat.

"Kau tidak perlu takut, Ji Soo. Aku sudah berjanji akan menjagamu, kau tidak perlu pergi kemanapun, Ji Soo." ucap pria itu dengan suara berat yang terdengar seram.

Pria itu mulai mengendus, seperti mencari aroma tubuh Ji Soo. Tidak lama ia menyeringai seram, "Ah… ini terlalu mudah,"

Sebuah kapak besar dengan lumuran darah, sengaja ia seret dan berbenturan dengan lantai, menimbulkan suara decit yang memekikkan telinga siapapun bagi yang mendengar.

"Ji Soo? Oh.... Ji Soo... ayolah... dimana kau? Uhmm, apa kau sedang mengajakku bermain petak umpet? Menarik sekali... Aku pasti bisa menemukanmu."

Sialnya bagi Ji Soo karena pintu kamar tidak tertutup rapat. Padahal dia sedang bersembunyi di balik tembok.

"Aku akan ketahuan? Aku harus bersembunyi!" batin Ji Soo yang ketakutan.

Sebuah bayangan pria terpantul pada permukaan lantai, perlahan Ji Soo bisa melihat bayangan dari sosok pria yang memegangi kapak besar.

"Hah?" Ji Soo mendekap mulutnya sendiri. Terlalu takut hingga ia berpikir, jika dengan bernapas bisa membuat pria itu tahu keberadaannya.

Ji Soo menatap pada sekeliling kamar, tersadar dengan sebuah kamar luas yang tampak sunyi. Tatapannya sudah tertuju pada sebuah lemari pakaian berwarna putih.

Sebuah ide agar dirinya bersembunyi di dalam lemari, "Ya... aku harus bersembunyi disana," ucap Ji Soo dengan yakin.

Satu-satunya cara agar Ji Soo bisa tiba lebih cepat pada lemari pakaian tersebut, yaitu dengan berlari secepat mungkin tanpa mengeluarkan suara sama sekali.

Tapi apa dia bisa melakukannya? Apalagi kaki kanan Ji Soo dalam keadaan terluka saat itu.

Tidak ada waktu untuk berpikir panjang, dan Ji Soo sudah memutuskan untuk memaksa dirinya sendiri. Dia berlari secepat mungkin, sampai-sampai Ji Soo harus mengigit kuat bibir bawahnya karena menahan rasa sakit.

Hanya tinggal sedikit lagi saja agar Ji Soo tiba di depan lemari pakaian. Dia harus terus menahan rasa sakit pada pergelangan kakinya. Dengan cekatan Ji Soo sudah membuka pintu lemari, lalu masuk kedalam dan mulai bersembunyi.

Lemari itu hampir kosong, hanya ada beberapa kemeja pria yang tergantung. Ji Soo sudah duduk sambil merapatkan dirinya, menekuk kedua kakinya dengan erat. Napasnya masih tersengal dengan jantungnya yang masih berdetak cepat.

Sisi lemari itu memiliki semacam ventilasi dengan garis celah yang banyak. Ji Soo bisa mendapatkan sedikit celah agar bisa mengintip dan tahu apa yang sedang terjadi di luar sana.

Disaat itu juga, ada sesuatu yang menyentuh pundak kiri Ji Soo. Sontak membuat Ji Soo menoleh ke arah kirinya dengan cepat.

"Aarrgghh!" Ji Soo memekik untuk sedetik saja. Tapi dengan segera ia mendekap mulutnya, dan pupil matanya yang membesar dengan perasaan yang amat takut.

Rasanya ingin sekali Ji Soo berteriak dan keluar dari dalam lemari, ketika ada sosok mayat wanita dengan kepalanya mendarat pada pundaknya.

"Si… siapa wanita ini?" pikir Ji Soo.

Disaat bersamaan Ji Soo mendengar langkah kaki dan kapak yang terseret di atas permukaan lantai.

"Ji Soo, sayang? Apa kau ada disini?" tanya suara pria yang sudah berada di dalam kamar.

Mata bengis itu memperhatikan keadaan kamar yang begitu minim pencahayaan, ia mengamati dengan seksama sambil melangkah dengan perlahan.

Terjebak!

Satu kata yang tepat menggambarkan keadaan Ji Soo saat ini. Di sisi lain dia sangat takut dengan mayat wanita yang ada disampingnya. Tapi ada sosok monster berbahaya yang harus ia hindari.

"Oh... Tuhan... apa yang harus aku lakukan? Apa aku akan mati sia-sia seperti ini?" batin Ji Soo dengan air mata yang sudah mengalir.

Keadaan semakin mencekam, dan Ji Soo tidak lagi berani membuat pergerakan sedikit pun. Dia hanya diam sambil terus mendekap mulutnya. Air mata itu terus mengalir, saat dia melihat bayangan pria yang justru mendekat ke arah lemari.

"Padahal aku ingin merasakanmu secepatnya. Tapi jika seperti ini, kau hanya akan mengulur waktu saja! Ah.. tapi rasanya pasti akan sangat enak, daging segar dari manusia yang ketakutan sepertimu," ucap pria itu dan sudah berdiri didepan pintu lemari pakaian.

"Aku mohon… siapapun… tolong aku!" batin Ji Soo.

Ji Soo memejamkan matanya saat pintu lemari mulai bergerak. Dia tampak pasrah jika kematian sudah berada persis didepannya.

Disaat Ji Soo terpejam, di luar sana, ada sesuatu yang bergerak dengan cepat. Hampir tidak terdengar apapun, seperti sekelebat angin besar yang baru saja lewat.

"Apa yang terjadi?" Ji Soo membuka kedua matanya, dan dia mengintip dari balik celah.

"Pria itu… pria itu tidak ada? Dimana dia?" Dia terus mengintip untuk memastikan keberadaan pria yang ingin membunuhnya.

Setelah beberapa detik mengamati, dan tidak ada tanda-tanda pria itu ada. Ji Soo memberanikan diri untuk membuka pintu lemari. Dia belum keluar dari dalam lemari, meskipun pintu lemari terbuka. Ji Soo harus memastikan tidak ada yang akan menyerangnga dengan tiba-tiba.

Setelah dia yakin, barulah Ji Soo keluar dari dalam lemari dengan hati-hati. Mayat wanita yang tadinya bersandar pada pundak Ji Soo, jatuh seketika dan menimbulkan suara "bug" yang nyaring.

Bahkan Ji Soo terkejut dan menatap ke arah mayat tersebut. "Tenang, Ji Soo. Kau harus tenang dan keluar dari tempat ini," ucapnya sambil melangkahkan kakinya ke arah luar kamar.

Dengan perlahan dan hati-hati, dia sudah tiba di pintu kamar. Ji Soo tidak tahu dan tidak mau mencari tahu kemana sosok pembunuh itu pergi.

"Apa kau sudah mau pergi?"

Seorang pria berpostur tinggi dengan rambut hitamnya yang gelap, menatap tajam pada Ji Soo.

Sontak Ji Soo terkejut, dan langkahnya menjadi tidak seimbang hingga dia tersungkur kearah belakangnya.

Ji Soo sadar jika pria itu berbeda dengan pria sebelumnya. Tapi bukan berarti penampilan pria itu lebih baik dari pembunuh yang mengincar nyawanya. Ada serpihan darah yang berjejak pada wajah pria itu. Bajunya penuh dengan darah yang masih terlihat segar. Kedua tangannya juga berlumuran darah, dan membuatnya jauh lebih seram dari pembunuh sebelumnya.

Pria itu mendekati Ji Soo yang sedang menyeret tubuhnya ke arah belakang.

"Si... siapa kau?! Aku mohon, jangan bunuh aku!" ucap Ji Soo yang ketakutan setengah mati.

Pria itu sudah sangat dekat hingga dia harus membungkuk agar bisa melihat wajah Ji Soo. Pria itu memegangi ujung dagu Ji Soo, dengan menggunakan tangannya yang berlumuran darah.

Aroma darah amis yang pekat membuat Ji Soo rasanya ingin muntah, tapi tatapan pria itu yang begitu lekat, membuat Ji Soo tidak bisa menggerakkan wajahnya sedikitkpun.

"Kenapa kau ketakutan seperti ini? Apa kau sudah lupa dengan suamimu sendiri, Ji Soo?" jawab Nam Joo Hyuk dengan tatapan nanarnya yang keji.

"Apa...?! Su… suami?!"

avataravatar
Next chapter