webnovel

Moonlight in Your Arms

Kukira cintanya seluas jagat raya ketika dia mengajakku memetik bintang-bintang untuk kami gantung di langit langit kamar tidur. Kukira dia akan menjadi ayah dari anak anakku, ketika Kenny Williams melamarku. Tetapi langitku runtuh ketika Kenny menikahi perempuan lain, seorang perempuan dari Pulau Bunga. kabar itu datang seperti laut yang mengirim ombak ke pantai dan menghapus janji janji yang ditulisnya di atas pasir. Kenny Williams, tunanganku, tanpa alasan jelas menikah dengan perempuan lain. Aku, Laura Arden, terhina, tersisih dan kehilangan rasa percaya diri, karena Ken memilih muridnya di kampung halaman mereka. Setelah lima tahun hilang kontak, Ken tiba-tiba menghubungiku dan meminta bertemu. "Mari kita petik bintang bintang" Ajaknya. Haruskah kusambut tangannya yang terulur, atau kuberikan punggung yang dingin, supaya dia merasakan sepinya langit tanpa bintang, atau merananya pepohonan yang merindukan angin. Pertemuan kembali itu membuatku berada dalam kegalauan dan kecemasan. Apa sebenarnya maksud Ken sesungguhnya? Apakah semata-mata karena menuruti permintaan ibunya yang berada dalam saat kritis karena sakit keras? Apa yang terjadi dengan pernikahan Ken dan Marina? Tidak mudah bagiku untuk membangun rasa percaya lagi kepada Ken. Meskipun cintaku masih sangat besar kepadanya, namun penghianatan Ken tidak pernah bisa aku maafkan. Apakah aku akan membiarkan bunga-bunga cinta bersemi kembali atau membalas dendam akan pengkhianatan Ken? Baca dan ikuti kelanjutan ceritanya di setiap babnya ya. Author Joe_Maria_Tarjan

Joe_Marie_Tarjan · Urban
Not enough ratings
83 Chs

Masih mencintainya

Makan sebutir telur rebus hangat dengan garam dan lada kemudian minum segelas coklat berhasil menenangkan perutku. Meskipun aku melewatkan makan siang dan makan malam, hidangan ini sudah cukup karena aku akan segera tidur setelah makan. Tirai jendela kubuka menampilkan pemandangan langit yang bertabur bintang-bintang .

Otakku mulai bekerja, mungkin setelah perut terisi maka aku menjadi lebih tenang dan mampu berpikir… aku jadi tersenyum sendiri teringat masa kecil.

Saat kami kecil, bila Farina dan aku malas belajar dengan alasan sudah mengantuk, ibu menanggapi keluhan tersebut dengan memberi kami cemilan, telur rebus! Oleh sebab itu mungkin di bawah sadar tadi aku meminta telur rebus saat lapar. Kata ibu, ketika tubuh lapar dan kekurangan nutrisi, gula darah menurun sehingga menjadi lemas, mengantuk dan mengurangi kemampuan berkonsentrasi. Biasanya aku puas dengan sebutir telur rebus, namun Farina minta tiga butir.

Ibu hanya memberinya dua butir dengan alasan apabila kekenyangan juga akan malas belajar. Tidak heran kemudian badan Farina jauh lebih subur daripada aku, dia makan telur lebih banyak dariku.

Fokus pertama pikiranku adalah pada Kenny, bagaimana besok aku menghadapinya dan bagaimana menjelaskan kepada mama tentang situasi kami. Aku mencintai mama dengan tulus, dan tidak ingin membuatnya terluka. Dia sudah terlalu rapuh sekarang. Terbayang tubuhnya yang kurus dan sulit bergerak, juga mama yang terpaksa sering seorang diri di rumah. Aku telah membayangkan untuk merawatnya kelak ketika Ken dan aku menikah.

Tentang dr. hardy aku juga perlu bersikap lebih tegas. Apa pun kelebihan laki-laki itu, aku sama sekali tidak tertarik kepadanya. Dia harus bisa mengerti dan menerima sikapku. Aku tidak ingin disibukkan dengan mengurusi gangguan-gangguan darinya.

Perut kenyang dan hangat yang menenangkan… aku pun cepat tertidur dengan pulas. Namun ternyata juga cepat terbangun, karena desakan ke toilet. Saat itu baru pukul 03.40 dini hari.

Setelah kembali dari toilet aku tidak bisa tidur kembali. Kubuka handphone dan melihat ada banyak pesan yang masuk.

Pesan pertama dari ibu berupa kiriman foto-foto saat berwisata di Brussel central square, Grand Place, yaitu pelataran cobble stone di kelilingi gedung-gedung tua dari abad 15-16 antara lain balai kota, istana dan bangunan lainyan. Mereka berpose dengan naik kereta atau berdiri di depan degung-gedung tinggi dan megah. Ibu juga mengirim foto saat mereka berada di toko coklat. Eric berdiri di sampingnya dengan membawa sekotak coklat di dadanya. Dia tersenyum menatap kamera seakan menatapku langsung. Senyum dan tatapan matanya membuatku rindu bercakap-cakap dengannya.

"Bagaimana kamu di Pulau Bunga? Kami bersenang-senang hari ini." Tulis ibu.

"Selamat menikmati, peluk cium dariku." Balasku kepada ibu.

Selanjutnya aku membuka pesan dari Nuggie, isinya tentang permintaan persetujuanku atas buku baru yang selesai disunting.

Pesan dari Nuggie tidak segera kubalas sebab masih terlalu pagi di tempatnya.

Ada pesan lain dari Kenny, Richard, Hardy dan Eric.

Aku menimbang pesan yang harus kubaca terlebih dulu. Kubuka pesan Kenny. Dia mengirim voice note, berisi permainan gitar dengan lagu Nina Bobo. Aku mendengarnya sambil memejamkan mata. Ken selalu baik kepadaku, kecuali satu masalah besar itu. Aku masih mencintainya tetapi tidak berani menginginkannya lagi sebab terlalu menyakitkan apabila kelak aku harus berkali-kali menghadapi masalah yang sama. Sulit untuk membayangkan perpisahan dengan Ken yang kucintai. Kadang mencintai memang menyakitkan meskipun kita berharap mendapatkan kebahagiaan bersama. Cincin Mutiara pemberian Ken kuputar-putar di jari manisku. Nenekku tidak suka Mutiara karena katanya mengingatkannya pada butir-butir air mata… how come? Tapi kata-kata nenek seperti tertanam di benakku. Ada banyak air mata yang kutumpahkan dalam hubungan kami.

Kutemukan cinta kepada Ken, kuberikan kepercayaan kepadanya namun dia meruntuhkannya.

Aku tidak membalas pesannya, melainkan beralih ke pesan Richard. Rupanya pesan itu dikirim setelah aku menerima coklat panas dan telur rebus tadi.

"Kalau butuh sesuatu kirim pesan, nanti anak-anak akan antar." Tulisnya.

Aku melanjutkan membuka pesan Eric. Sebuah foto pernikahan di gereja, sepertinya di sekitar Grand Place. Dia menulis teks di bawah foto tersebut.

"Thinking of you."

Aku bertanya-tanya mengapa dia menulis seperti itu. Apakah pernikahan membuatnya teringat kepadaku, atau sosok pengantin perempuan itu yang mengingatkannya kepadaku?

"Mengapa?" aku membalasnya segera. Saat ini di Brussel sudah malam dan mungkin dia belum tidur.

" Don't know. When I saw them, my mind goes to you."

"Terima kasih Eric, juga terima kasih telah membuat ibuku senang, dia seperti gadis muda." Kataku. Aku hanya ingin Eric melihat ibu dari sudut pandang baru. Ibu adalah perempuan hebat bagiku.

"Silvia luar biasa dan seorang ibu yang baik. Dia membicarakan anak-anaknya terus sehingga aku merasa lebih akrab denganmu dan seperti mengenal Farina secara pribadi."

"Thanks Eric, dia orang terhebat yang kumiliki."

"Betapa beruntungnya kamu mempunyai ibu yang sehebat Silvia." Eric menambahkan emoticon tertawa.

"Eric, ibu juga menyukaimu. Kamu mendapatkan cintanya juga." Balasku. Aku sedikit merasakan kepedihan Eric ketika mengingat cerita Clemence tentang Gwen, ibu Eric. Dia layak mendapatkan kasih sayang dari ibu yang segera menjadi ibu tirinya karena sejak kecil Eric kehilangan sosok ibu yang mampu mengasuh dan menyayanginya. Aku yakin Gwen menyayangi Eric, tetapi kejiwaan Gwen yang tidak stabil telah membuat Eric harus melewati masa kanak-kanaknya tanpa bimbingan seorang ibu.

"Laura, bukankah ini masih terlalu pagi untuk bangun?" teks berikutnya segera masuk tanpa menanggapi balasanku tentang kasih sayang ibu. Mungkin pembahasan masalah tersebut terlalu peka baginya.

"Ya. Aku terbangun. Masih di kamar tidur."

"Kembalilah tidur. Pasti masih jetlag."

"Thanks doc."

"Bukan sebagai dokter."

"Terima kasih kakak sulung." Kuberikan emoticon tersipu.

"Seseorang yang peduli kepadamu."

"How sweet of you Eric."

Aku sungguh terhibur olehnya karena menyadari Eric memberi perhatian khusus kepadaku.

"Go to sleep! Bye."

Aku tidak membalasnya lagi. Begitulah Eric, ketika aku masuk ke dalamnya, dia akan pergi dengan cepat. Huhhh!

Kubuka pesan dari Hardy. Hanya satu kalimat pendek.

"Cinta tidak seperti ini. Aku menunggumu sadar dan datang kepadaku."

Ada tiga foto menyertai pesan itu dan ketika foto-foto itu terbuka tubuhku menjadi lemas… Itu adalah foto Kenny dan sosok perempuan, sedang berciuman di bawah tiang lampu yang kukenali ada di depan rumahnya. Foto lainnya seperti yang pernah kuterima di email. Seketika aku terbangun dan duduk. Hardy adalah Hardtosay?

"Hardtosay? Itu kamu kah?" tanyaku.

Sesaat kemudian kulihat centang biru tanda hardy membaca pesanku. Teleponku berbunyi, Hardy yang menelpon tetapi aku mendiamkannya. Aku tidak ingin menerima teleponnya.

Kuhempaskan kembali tubuhku ke atas tempat tidur dan meletakkan handphone.

Pukul 4.45 pagi, langit masih gelap dan bintang-bintang masih berkedip di kejauhan, tetapi langit di timur sedikit mulai terang. Berhubung aku sudah tidak bisa tidur lagi maka aku membuka koper untuk mengeluarkan oleh-oleh dan mengatur ulang baju-baju. Aku sadar harus pindah ke rumah mama, tempat tinggal Kenny. Mungkin cukup semalam di sana dan kuputuskan untuk pulang sehari setelahnya.

Hari masih pagi ketika aku keluar kamar, tetapi Richard dan Adriana sudah duduk di ruang tengah, menonton siaran berita di televisi.

"Selamat pagi. Stroopwafel cocok untuk minum teh atau kopi."

Kataku sambil menyerahkan oleh-oleh.

"Terima kasih Laura. Bagaimana, bisa nyenyak tidurnya?" suara Adriana terdengar ceria, sudah pulih seperti sebelum kejadian kemarin.

"Ya, kamar di atas tenang, apalagi bisa tidur sambil melihat bintang-bintang." Kataku.

"Bagaimana lukamu?"

"Tidak apa-apa, sedikit nyeri karena memar di punggung."

Aku duduk di sebelahnya, sementara kulihat Adriana menyerahkan stroopwafel yang sudah dibuka bungkusnya kepada suaminya.

"Kenapa kemarin kalian berkelahi."tanyaku. Richard dan Adriana saling pandang.

"Perbuatan Ken sungguh memalukan dan dia tidak punya hati karena tega melakukan hal itu kepadamu. Aku malu punya kakak seperti itu." Kata Richard.

"Maaf."kataku.

"Kami yang minta maaf, untuk kelakuan Ken." Kata Richard lagi.

Kutunjukkan foto-foto yang dikirim oleh dr.Hardy.

"Siapa sebenarnya perempuan ini?"

Richard menaikkan kacamata dan mengusap wajah dengan kedua tangannya.

"Laura… tempat ini kota kecil. Foto itu sudah tersebar kemana-mana. Itu yang membuatku semakin marah. Itu salah seorang bekas muridnya. Perempuan ini juga dikenal licik dan suka main pria."

"Oh…"

Tetapi jika Kenny teguh iman, dia tidak akan mudah tergoda. Perempuan itu hanya sebagai cobaan untuk menguji kekuatan dirinya. Aku ingin memiliki suami yang kuat dan tidak tergoyahkan. Pelan-pelan Kenny semakin berada di tepi.

"Richard, Dri, hari ini aku akan ke tempat mama, menginap satu malam dan lusa pulang."

"Kamu… tidak apa-apa bersama Ken?" tanya Adriana.

"Aku harus menghadapinya."

Richard memainkan asap rokok, dia tidak berkata apa-apa. Tiba-tiba aku takut kehilangan mereka berdua. Richard dan Adriana yang selama ini selalu mendorong aku agar menikah dengan Ken.

"Apa pun yang akan terjadi, semoga tidak mempengaruhi hubungan kita." Kataku dengan menahan air mata.

Adriana menghambur dan memelukku erat-erat sambil menangis tersedu.

Udara pagi yang berangin, membuatku menggigil. Sepertinya angin kencang telah menerbangkan jiwaku jauh ke langit , meninggalkan burung-burung yang terbang di antara pepohonan.

***