webnovel

Bab 2 : Pintu Kamar Utama 1

Sesuai apa yang di perintahkan oleh ayah, aku menyiapkan semua barang-barang ku untuk pergi sore ini juga.

Tidak terasa sekarang sudah menunjukkan pukul 10 : 00 pagi. Aku melihat-lihat dengan baik kamar yang selama ini aku tempati, tempat yang paling nyaman dari tempat apapun.

Foto kenangan, ranjang kasur, lemari pakaian, meja belajar dan juga boneka-boneka yang di berikan oleh ayah.

Teringat saat setiap ulang tahun ayah selalu akan memberikanku hadiah. Walau ada banyak aku mendapatkan hadiah, tapi aku lebih suka dengan kehadirannya di setiap ulang tahun ku.

Dari semua hadiah, entah mengapa aku tertuju pada satu boneka, yaitu boneka ibu dan anak. Terlihat sangat manis. Aku tidak tahu kenapa ayah memberikan boneka itu, yang aku tahu rasanya ada sesuatu yang menyuruhku untuk membawanya bersamaku.

Selesai bersiap-siap, aku ingin menghampiri Rian di kamarnya. Tapi tidak jauh dari kamar ibu, terdengar ayah membentak ibu dengan sangat keras.

" Kenapa ayah selalu bertengkar dengan ibu, memangnya apa salah ibu? " Tanyaku dalam hati.

Aku berniat untuk menghiraukan keadaan itu dan berencana untuk melewati kamar ibu. Tapi selangkah dari kamar ibu terdengar...

" Aku tidak mau kamu pindah ke sana dan membiarkan aku dan Rian sendirian di sini!. Jangan coba-coba untuk meninggalkan kami !. " Ucap ibu yang sedikit gemetar.

" Ternyata ayah tetap ingin kami berdua saja ke luar negeri !. " Ucapku pelan.

" Memangnya kamu siapa sampai mengancam aku pergi ?. Lagian aku hanya memberitahu bukan menanyakan pendapatmu !. " Ucap ayah dengan ketus.

" Rian masih kecil, dia butuh kamu di sini. Aku tidak masalah kalau kamu jarang pulang. Tapi jangan sampai pindah begini, kasihan Rian, dia butuh seorang ayah. " Ucap ibu tegas.

" Memangnya Rian anakku?. Kan bukan!!. Aku menikahimu karena paman yang memohan atas nama Zahra." Ucap ayah dengan lebih tegas.

" Zahra??" Pikirku

Sesaat sangat hening.

" Zahra sudah lama meninggal, untuk apa kamu membahasnya lagi?. " Ucap ibu dengan nada lebih rendah.

" Zahra memang sudah meninggal tapi tidak dengan keadaan. Rumah semua properti dan juga Azira adalah milik Zahra. Dan sampai kapanpun itu tidak akan berubah. Anakku satu-satunya hanya Azira dan Rian hanya aku anggap sebagai keponakan ku saja . Jadi jangan berlebihan!!" Ucap ayah tegas dan meninggalkan ruangan.

" Aku bukan anak ibu? " Pikirku.

cklek.. ( pintu terbuka )

Ayah dan aku bertemu di depan kamar ibu. Dan ibu yang mencoba menghampiri ayah terdiam sesaat saat melihat ku di depan kamarnya.

Keheningan sesat itu membuatku banyak berpikir.

" Apakah ini ada kaitannya dengan pintu kamar utama? " Tanyaku serius pada ayah.

Ayah hanya terdiam.

" Azira sudah dewasa, Azira harus tahu ayah. Apakah Azira tidak anak ayah dan ibu?. Lalu siapa Zahra?. Tolong beritahu Azira kalau semua yang ayah katakan tidak mengarah ke pikiranku! "

" Lebih baik kamu tidak menganggap Naila sebagai seorang ibu, karena dia tidak berhak atas itu!. " Ucap ayah tegas.

Aku tidak percaya, bahwa ibuku bukan ibu kandungku. Tidak heran selama ini dia tidak begitu memperhatikan ku, ternyata karena aku bukan anak nya.

Ayah mengulur tangannya dan mengajakku ke sebuah ruangan. Ternyata tempat yang selama ini aku penasarani akan di buka oleh ayahku sendiri.

" Kamu tidak berniat untuk memberitahunya kan?. " Ucap ibu dengan serius.

" Lebih baik dia membenciku dari pada menganggap mu sebagai ibunya." Ucap ayah dengan ketus sambil membuka pintu.

" Ayah ruangan ini..."

" Kamu akan melihatnya sendiri " ucap ayah dengan halus dan mengelus kepalaku.

Entah mengapa tatapan ayah seperti tatapan bersalah sekaligus kasihan. Aku merasa bersalah, namun rasa penasaranku makin meningkat. Pintu yang selama ini tertutup rapat, sekarang sudah terbuka lebar.

Ayah masuk dan mengajakku untuk melihatnya. Tapi saat ibu ingin masuk ke dalam ruangan. Ayah dengan tegas memperingati ibu untuk jangan pernah memasuki kamar ini.

Kamar di tutup dan hanya kami berdua di dalam.

" Ini adalah kamar ibumu. Ibu yang selalu menyayangi mu. Tempat ini adalah tempat kami berdua membagi berbagai suka dan cita. " Ucap ayah dengan tulus.

Aku melangkah dan melihat sekeliling kamar. Memang terlihat kamar biasa dan cukup bersih. Ayah membuka tirai dan semua yang ada di dalam kamar terlihat lebih jelas.

Ranjang kamar yang begitu luas. Sofa, kamar mandi lemari besar sekaligus ruang ganti, meja rias dan beberapa laci tersusun rapi. Jendela yang sangat bagus dan besar dan di sebelahnya terlihat ruangan kecil yang terkunci. Terlihat juga sebuah ruang kecil untuk beribadah. Terdapat sebuah sajadah untuk tempat imam dan di dampingi dengan makmum dengan mukena, sajadah dan tasbih yang terlipat dengan rapi.

Aku mengelusnya, seakan ada rasa kehangatan.

" disini kami selalu melakukan ibada bersama, dan itu adalah milik ibumu " ucap ayah menunduk.

Rasanya sangat tersentuh, ingin menggenggam erat dan memeluk. Apakah ini perasaan seorang anak yang merindukan kasih sayang seorang ibu?.

Aku melihat ke arah dekat ranjang. Seakan tertarik dengan suatu benda, yaitu tempat tidur bayi.

" Sangat menggemaskan! " Ucapku tanpa sadar.

" Itu adalah tempat tidurmu. Ibumu tidak ingin kamu tidur sendiri di kamar bayi. Jadi ibumu ngotot ingin kamu juga tidur di sini. Dia memang benar-benar menyayangi mu ". Ucap ayah dengan tersenyum seakan mengenang masa lalu.

" Sepertinya aku merasakannya. " Ucapku dengan sedu.

Aku tidak tahu mengapa merasa ada perasaan yang familiar, perasaan yang hangat dan menyenangkan. Aku tenggelam dalam kehangatan itu dengan menangis tanpa sadar.

Ayah menenangkan ku dengan memelukku.

" Kenapa ayah menyembunyikan semua ini? Azira kan ingin tahu juga! " Ucap ku dengan penuh kesedihan.

" Ayah takut kamu akan membenci ayah. Ayah tidak ingin kamu meninggalkan ayah setelah ibumu pergi "

" Memangnya apa yang ayah lakukan hingga itu bisa membuatku membenci ayah? " Menatap ayah.

Ayah berdiri dan dan masuk ke sebuah ruangan yang terkunci. Aku mengikutinya dari belakang dan melihat ayah membuka sebuah brangkas.

Ternyata brangkas itu berisi sebuah buku harian kecil yang usang. Terlihat seperti sudah beberapa kali di baca.

" Ini catatan ibumu sebelum meninggal. Semua kejadian dari awal bertemu hingga hari terakhir. Aku membacanya tidak lama setelah ia pergi. Dan baru menyadari kesalahan yang aku perbuat. " Ucap ayah dengan penuh kepedihan.

Ayah memberikanku buku itu, aku menerimanya dengan tidak yakin. Seakan aku belum siap jika itu benar-benar akan membuatku membenci ayah.

" Bacalah, ayah menerima semua keputusanmu. Padahal ayah ingin menyembunyikan nya selamanya tapi ternyata tidak bisa. Sepertinya ibumu ingin aku memberitahumu tentang nya. Ayah akan pergi ke kantor. Kamu bacalah dengan baik. " Ayah mencium kepalaku dan pergi meninggalkan kamar ini.

Aku duduk di salah satu kursi dan mulai melihat. Tulisan ibu kandungku yang sangat rapi, tapi terlihat banyak tulisan yang kering karena basah. Apakah kejadian itu sangat membuat ibu menyakitkan?. Aku akan memahami Buku Catatan Ibu.